Warga Pidie Korban TPPO Dipulangkan dari Kamboja

Foto: Dok Ist

THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Seorang warga Aceh asal Kabupaten Pidie yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dipulangkan dari Kamboja. Pemulangan ini terjadi sehari setelah warga Aceh Timur yang menjadi korban TPPO lebih dulu dipulangkan dari Laos.

banner 72x960

Korban berinisial MR (23), warga Kecamatan Padang Tiji, tiba di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, pada Selasa (10/3/2025) sekitar pukul 22.00 WIB. Setibanya di bandara, ia disambut dan difasilitasi pemulangannya ke Kabupaten Pidie oleh Staf Penghubung Anggota DPD RI, Sudirman Haji Uma.

Berdasarkan informasi dari tim Haji Uma yang diterima media pada Selasa (11/3/2025), MR diamankan oleh otoritas kepolisian Kamboja pada 21 Februari 2025, kemudian diserahkan kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh.

MR berangkat ke Kamboja beberapa bulan lalu melalui perantara seorang agen dan dipekerjakan sebagai scammer. Karena tidak mencapai target penipuan yang ditetapkan, ia kerap mengalami penyiksaan, bahkan disetrum dengan arus listrik.

Pada November 2024, orang tua MR sempat dimintai uang Rp 35 juta oleh perusahaan tempat anaknya bekerja di Kamboja. Namun, karena keterbatasan ekonomi, mereka tidak dapat memenuhi permintaan tersebut.

Kasus MR diketahui oleh anggota DPD RI daerah pemilihan Aceh, H. Sudirman atau Haji Uma, pada 8 Januari 2025 melalui surat dari keuchik (kepala desa) gampong asal korban. Surat itu berisi permohonan bantuan untuk membebaskan dan memulangkan MR. Berdasarkan permintaan tersebut, Haji Uma kemudian berkoordinasi dan menyurati Kementerian Luar Negeri (Kemenlu RI).

Upaya pencarian dan pembebasan korban sempat terkendala karena MR berpindah-pindah tempat kerja. Ia bahkan dijual hingga tiga kali ke perusahaan berbeda sebelum akhirnya ditemukan dan diamankan oleh kepolisian setempat.

Setelah administrasi di KBRI selesai, proses pemulangan korban mengalami kendala biaya. Keluarga MR tidak memiliki cukup dana untuk menutupi biaya kepulangan yang mencapai Rp 9 juta. Akhirnya, keluarga menanggung Rp 5,5 juta, sementara sisanya dibantu oleh Haji Uma sebesar Rp 3,5 juta.

Sudirman Haji Uma menyatakan bahwa praktik TPPO di Aceh semakin meresahkan dan telah menjerat banyak warga sebagai korban. Ia berharap pemerintah bersama elemen masyarakat dapat lebih serius dalam melakukan langkah pencegahan agar tidak semakin banyak warga yang menjadi korban.

Menurutnya, peningkatan jumlah korban TPPO di Aceh harus diiringi dengan penegakan hukum maksimal terhadap agen-agen ilegal yang terus membujuk dan mengirim warga Aceh ke Kamboja, Myanmar, Laos, serta Filipina. Untuk itu, ia mendorong kerja sama yang lebih solid antara Polda Aceh, BP3MI, imigrasi, dan pihak terkait lainnya.

“TPPO menjadi masalah serius di Aceh dan harus menjadi perhatian semua pihak. Kerja sama antara pemerintah, Polda Aceh, BP3MI Aceh, keimigrasian, serta berbagai elemen terkait lainnya sangat penting dalam mencegah bertambahnya korban dan menindak agen ilegal yang terus mengirim warga Aceh ke luar negeri,” tutup Haji Uma.

Komentar Facebook