Wali Nanggroe Minta Dukungan Ulama Perjuangkan Implementasi MoU Helsinki
Theacehpost.com | LHOKSEUMAWE — Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud menilai muzakarah ulama salah satu upaya mengembalikan kegemilangan peradaban Aceh, seperti yang pernah diraih pada masa kerajaan dahulu.
“Aceh yang dijuluki sebagai daerah Serambi Makkah yang dalam kesehariannya kental dengan nuasa Islami, hingga hari ini masih terus berjuang agar syariat Islam dapat diterapkan secara kafah dalam bingkai ahlusunah waljamaah dalam segala lini kehidupan,” kata Malik saat menutup Muzakarah Ulama se-Aceh di Lhokseumawe, 23 Januari 2022.
Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak untuk mencurahkan tenaga dan pikiran demi membangun peradaban Aceh yang gemilang dengan berlandaskan dinul Islam.
Menurutnya, kilas balik kekhususan Aceh salah satunya adalah menerapkan syariat Islam yang telah diakui perundang-undangan.
“Kekhususan tersebut merupakan hasil dari perjuangan panjang selama puluhan tahun, dan dinamika politik antara Aceh dengan Pemerintah Republik Indonesia. Kekhususan yang telah kita raih dengan susah payah ini harus dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam segala dimensi kehidupan orang Aceh,” kata Wali Nanggroe.
Bagi orang Aceh, kata dia, ulama merupakan suluh, penerang, pemberi petunjuk yang dihormati dan ditaati. Karena itu, sangat dibutuhkan peran aktif ulama dalam membangun Aceh di segala bidang, termasuk dalam bidang politik dan pemerintahan.
Forum ini diharapkan dapat melahirkan rekomendasi-rekomendasi dalan upaya pembangunan dan penguatan perdamaian Aceh pasca-MoU Helsinki tahun 2005 silam.
“Sangat diperlukan dukungan dari para alim ulama dalam upaya memperjuangkan implementasi MoU Helsinki oleh pemerintah pusat yang hingga hari ini masih terus kita perjuangkan hingga ke masa yang akan datang,” ucapnya.
Ia juga menceritakan, alasan mengapa Aceh bersedia berdamai setelah perang panjang selama puluhan tahun lamanya. Salah satunya, karena adanya keterlibatan pihak internasional yang setuju dengan apa yang diminta oleh Aceh. Begitu juga dengan RI.
“Namun, sampai sekarang MoU Helsinki tersebut masih belum selesai diimplementasikan, ada banyak sekali yang belum selesai. MoU Helsinki adalah hak bangsa Aceh yang harus dipenuhi. Dan apa yang belum dipenuhi harus dipenuhi, harus kita perjuangkan sampai kapan pun. Jangan sampai timbul masalah-masalah akibat belum diselesaikannya implementasi MoU Helsinki tersebut,” sebutnya.
Ia mengingatkan, dahulu Aceh pernah menjadi salah satu dari lima kerajaan Islam terbesar di dunia. Oleh sebab itu, ia meminta semua pihak bersama-sama memperjuangkan kembali kejayaan Aceh tersebut.
“Hari ini kita telah sampai pada masa di mana teknologi telah merambah segala lini kehidupan. Sebagai bagian dari bangsa-bangsa di dunia tentunya kita tidak boleh tertinggal dalam peyesuaian kehidupan di tengah persaingan dan tantangan era globalisasi yang begitu ketat,” ujarnya.
“Penyesuaian tersebut tentu harus sesuai dengan landasan syariat Islam yang telah dipegang secara teguh oleh orang Aceh sebagai pedoman kehidupan,” pungkasnya. []