Wali Kota Banda Aceh Temui Menekraf, Bahas Penguatan Ekonomi Kreatif

Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, beraudiensi dengan Menekraf/Kabekraf RI, Teuku Riefky Harsya. [Foto: Ist]

THEACEHPOST.COM | Jakarta – Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, beraudiensi dengan Menteri Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Menekraf/Kabekraf) RI, Teuku Riefky Harsya, di Jakarta, Selasa (18/3/2025).

banner 72x960

Teuku Riefky menyebut pertemuan ini sebagai tindak lanjut dari diskusinya dengan Illiza saat retreat kepala daerah di Magelang beberapa waktu lalu.

“Intinya, bagaimana Kemenekraf dan Pemerintah Kota Banda Aceh bisa berkolaborasi. Kita tahu banyak sekali anak muda kreatif di Banda Aceh,” ujarnya.

Ia juga memaparkan profil singkat kementerian yang baru dibentuk pada era Presiden Prabowo Subianto ini.

“Ekonomi kreatif diharapkan menjadi mesin baru pertumbuhan ekonomi nasional yang dimulai dari daerah. Oleh karena itu, penting bagi kami untuk bekerja sama dengan kepala daerah, karena potensi ekonomi kreatif Indonesia sangat besar,” kata Riefky.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Presiden Prabowo memiliki harapan besar terhadap sektor ekonomi kreatif dalam menciptakan lapangan kerja berkualitas. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), pemerintah memprioritaskan tujuh dari 17 subsektor ekonomi kreatif.

“Empat subsektor utama saat ini adalah kuliner, fesyen, dan kriya. Sementara empat subsektor lainnya yang sedang berkembang pesat meliputi gim, aplikasi, musik, dan video,” kata Riefky, yang juga merupakan putra Aceh.

Menurutnya, pesatnya pertumbuhan ekonomi kreatif tidak terlepas dari fakta bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah anak muda. Untuk itu, Kemenekraf telah menetapkan Aceh, Maluku, dan Papua sebagai daerah prioritas pembangunan ekonomi kreatif bersama 12 provinsi lainnya.

Sebagai upaya konkret, Kemenekraf mendorong pembentukan dinas ekonomi kreatif di seluruh provinsi dan kabupaten/kota.

“Idealnya, dinas ini berdiri sendiri. Namun, jika belum memungkinkan, bisa disandingkan dengan dinas lain, seperti pariwisata, kebudayaan, atau pemuda dan olahraga,” ujarnya.

“Saat ini sudah ada delapan provinsi dan 18 kabupaten/kota yang memiliki nomenklatur baru untuk ekonomi kreatif. Saya berharap Kota Banda Aceh bisa menjadi salah satu pelopor,” tambahnya.

Banda Aceh Siap Kembangkan Ekonomi Kreatif

Menanggapi pernyataan Menekraf, Illiza semakin optimistis bahwa ekonomi kreatif akan menjadi lokomotif percepatan ekonomi nasional, yang dimulai dari daerah.

“Wilayah kami memang kecil, sumber daya alam terbatas, tetapi potensi ekonomi kreatif sangat besar. Para pelaku industri kreatif tersebar di seluruh Banda Aceh,” ungkapnya.

Untuk mendukung sektor ini, Illiza berencana menggiatkan kembali kerja sama regional Banda Aceh, Sabang, dan Jantho-Aceh Besar (Basajan).

“Dalam bidang air bersih dan pengelolaan sampah sudah berjalan. Ke depan, saya kira patut kita perluas ke sektor ekonomi kreatif,” ujarnya.

Ia juga berkomitmen untuk membentuk dinas ekonomi kreatif di Banda Aceh.

“Saat ini masih dalam tahap kajian akademik. Untuk tahap awal, dinas ini belum bisa berdiri sendiri karena keterbatasan anggaran. Kami akan meleburkannya dengan dinas lain terlebih dahulu, berbasis data agar lebih mudah diintervensi,” jelasnya.

Selain itu, Illiza turut memperkenalkan salah satu program unggulan Pemerintah Kota Banda Aceh, yakni Banda Aceh Academy (BAA).

“Awalnya, program ini diperuntukkan bagi peningkatan kapasitas sumber daya manusia internal. Namun, ke depan, BAA akan menjadi pusat kolaborasi pengembangan SDM, tenaga kerja terampil, serta wadah komunitas untuk mendorong lahirnya produk inovatif yang berdaya saing,” katanya.

Dengan dukungan pemerintah pusat dan provinsi, Illiza yakin BAA dapat meningkatkan keterampilan masyarakat, mengembangkan usaha ekonomi kreatif, serta mengangkat potensi budaya Aceh.

“Gedung BAA akan direnovasi tahun ini. Kami telah menyiapkan eks kantor Dekranasda di kawasan Blang Padang. Ruang workshop dan berbagai subsektor ekonomi kreatif akan dipersiapkan secara khusus,” ujarnya, seraya mengharapkan dukungan penuh dari Kemenekraf.

Terkait kelembagaan, Illiza menyebut BAA nantinya akan berbentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) agar lebih fleksibel dalam berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi dan pemerintah daerah lainnya, baik di dalam maupun luar Aceh.

Dalam waktu dekat, ia telah memproyeksikan program pencanangan Banda Aceh sebagai Kota Parfum Indonesia.

“Bukan tanpa alasan, karena minyak nilam Aceh kini menguasai 70 persen bahan baku parfum dunia. Namun, selama ini produk tersebut dibawa ke Medan hingga Singapura tanpa mencantumkan nama Aceh,” jelasnya.

Oleh karena itu, Illiza menegaskan bahwa Banda Aceh harus mampu memproduksi sendiri parfum berkualitas tinggi dengan merek lokal.

“Kami memiliki wangi khas, seperti jeumpa dan seulanga. Ke depan, kita akan melibatkan pelaku ekonomi kreatif di Banda Aceh untuk menciptakan produk unggulan yang bisa bersaing di pasar internasional,” pungkasnya.

Komentar Facebook