Viral Petani Cabai di Banda Aceh Gagal Menyekolahkan Anaknya Akibat Iuran Masuk, MaTA: Kemenag Harus Bertanggung Jawab

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian. [Foto: The Aceh Post/ Marnida]

THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Peristiwa yang dialami oleh Khairul Halim, seorang petani cabai asal Gampong Rukoh, Banda Aceh, yang viral karena gagal menyekolahkan anaknya ke Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) akibat adanya pungutan biaya penerimaan peserta didik baru dinilai sebagai kebijakan koruptif yang sering terjadi di lingkungan sekolah.

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, menegaskan bahwa kasus semacam ini tidak hanya terjadi di satu tempat saja, melainkan juga terjadi di beberapa sekolah.

banner 72x960

“Kami mendapat laporan dari wali murid, para wali murid itu harus mengeluarkan biaya sampai delapan juta lebih ketika anaknya masuk ke sekolah, dan praktik ini bukan hanya tahun ini saja terjadi,” ujar Alfian kepada Theacehpost.com, Banda Aceh, Selasa (13/5/2025).

Alfian menegaskan, sebelumnya banyak wali murid hanya manut-manut saja dengan kebijakan iuran biaya masuk sekolah, wali murid merasa khawatir untuk membongkar praktik tersebut karena dikhawatirkan akan dipersulit proses pendidikan oleh pihak sekolah.

“Negara tidak hadir untuk akses pendidikan gratis, terutama bagi anak-anak yang orangtuanya miskin. Praktik pungli atau kebijakan koruptif seperti ini dengan sengaja dikelola oleh Kementerian Agama (Kemenag) Kota Banda Aceh sehingga sampai saat ini tidak ada perbaikan sistem tanpa pendidikan koruptif di pendidikan kita,” tegasnya.

Alfian menyatakan, pihaknya menduga praktik pungli ini dilindungi oleh oknum Kemenag Kota Banda Aceh, dan hasil pungli tersebut diduga dinikmati bersama oleh pihak sekolah dan Kemenag Kota Banda Aceh.

“Seharusnya tindakan koruptif wajib diberantas secara nyata dan tidak terjadi berulang-ulang setiap tahun,” tutur Alfian.

Lebih lanjut, Alfian menyampaikan, pihaknya merasa miris dengan kejadian yang menimpa keluarga Khairul Halim, dan segala praktik yang mengarah ke maladministrasi tidak bisa ditoleransi.

“Pengakuan Bapak Khairul Halim selaku wali murid patut untuk diapresiasi dan hebat atas dedikasinya dalam membongkar praktik kejahatan yang telah menimpanya, tidak ada aturan negara yang mengatur pemungutan biaya tersebut,” ungkapnya.

“Ini miris sekali, Kemenag malah  sukar melanggar agama, kok dibiarkan, mental-mental pendidik model begini wajib dibersihkan dan tidak patut dibersihkan dan tidak patut untuk ditoleransikan. Komite sekolah yang seharusnya menjadi tempat wadah pengawasan atas pendidikan dan pengelolaan anggaran sekolah telah dikotori oleh orang-orang yang bermental korup,” tambahnya.

Koordinator MaTA itu menyampaikan, pihaknya mendorong adanya pembersihan sistem dari oknum pendidik yang tidak memiliki integritas. Pihaknya menilai Kemenag Kota Banda Aceh harus bertanggungjawab atas kebijakan koruptif yang terjadi di sekolah-sekolah sekarang ini.

“Kami meyakini kebijakan koruptif ini sudah menjadi rahasia umum, terutama bagi wali murid tapi enggan untuk melapor. Kemudian, Ombudsman Aceh juga sudah tau dan saat ini lagi mempelajari atas kasus-kasus yang terjadi dan kita berharap apabila ada pungli dengan modus pembangunan sekolah, beli kursi atau untuk kebutuhan administrasi dapat melaporkan dan nama pelapor tetap kami rahasiakan,” kata dia.

Selain itu, Walikota Banda Aceh juga diminta untuk secara tegas memperbaiki sistem koruptif dalam penerimaan siswa baru. Walikota disebut memiliki kewenangan untuk membersihkannya.

“Tidak ada pemimpin yang mau warganya dipalak dengan berbagai macam alasan, kecuali pemimpin dzalim. Kita semua perlu mendorong perbaikan sistem yang korup ini, sehingga kedepan tidak ada lagi kita mendengar akses pendidikan hanya bisa dikuasai oleh orang-orang tertentu saja,” pungkasnya. (Akhyar)

Baca berita lainnya di Google News dan saluran WhatsApp

Komentar Facebook