Usulan Shalat Isya Pukul 21.00 WIB, Tgk. Masrul Aidi: Memberi Kenyamanan Jamaah di Bulan Ramadhan
THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Ustaz Tgk. Masrul Aidi mengusulkan agar waktu shalat Isya selama bulan Ramadhan diundur menjadi pukul 21.00 WIB. Menurutnya, perubahan ini bertujuan untuk memberikan kenyamanan bagi jamaah dalam menjalankan ibadah tanpa terburu-buru setelah berbuka puasa.

Hal tersebut ia jelaskan dalam Podcast yang tayang di channel YouTube Serambinews bertema “Membedah Usulan Shalat Isya ke Pukul 21.00 WIB di Bulan Ramadhan”, Selasa (11/2/2025) lalu.
Tgk. Masrul menjelaskan bahwa waktu antara berbuka puasa dan shalat Isya saat ini terlalu sempit, terutama bagi masyarakat yang harus bepergian ke masjid.
“Di Banda Aceh, orang yang tinggal di pinggiran kota, seperti saya di Cot Keueng, sering menghadapi kemacetan saat menuju masjid di pusat kota untuk shalat Tarawih. Jika shalat Isya tetap diadakan pukul 19.45 WIB, bagaimana kita bisa punya waktu cukup untuk buka puasa, shalat Magrib, makan malam?” katanya.
Ia juga menyoroti kebiasaan di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi yang mengundur waktu shalat Isya selama Ramadhan.
“Di luar Ramadhan, shalat Isya di Arab Saudi dilakukan pukul 20.00, tetapi saat Ramadhan bergeser ke pukul 21.00. Ini bukan tanpa alasan, melainkan untuk memberi jeda setelah berbuka puasa dan makan berat,” jelasnya.
Secara fiqih, Tgk. Masrul menegaskan bahwa pengunduran shalat Isya memiliki dasar yang kuat dalam mazhab Syafi’i.
“Dalam mazhab Syafi’i, waktu shalat Isya dimulai sejak hilangnya awan merah hingga terbit fajar shadiq atau azan Subuh. Bahkan, Nabi pernah bersabda, ‘Kalaulah bukan karena khawatir menyusahkan umat, sungguh aku suruh mereka mengerjakan shalat Isya di sepertiga malam.’ Jika dihitung, sepertiga malam itu sekitar pukul 22.30 WIB,” paparnya.
Ia juga mengingatkan bahwa perubahan serupa pernah dilakukan dalam penjadwalan shalat Subuh di Banda Aceh dan Aceh Besar.
“Dulu, interval antara azan dan iqamah shalat Subuh di banyak masjid hanya tiga setengah menit. Setelah berbagai upaya, beberapa masjid mengubahnya menjadi sepuluh menit, bahkan Masjid Raya Baiturrahman kini menetapkan jeda 15 menit,” ungkapnya.
Sementara itu, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Banda Aceh menolak wacana pengunduran waktu azan Isya hingga pukul 21.00 WIB selama bulan Ramadhan. Menurut MPU, perubahan tersebut tidak hanya bertentangan dengan tradisi ibadah yang sudah mengakar di masyarakat, tetapi juga berpotensi mengganggu ritme kehidupan umat Muslim serta menurunkan semangat dalam menjalankan ibadah wajib dan sunnah.
Ketua Komisi C MPU Kota Banda Aceh, Tgk. Umar Rafsanjani, menegaskan bahwa kebijakan tersebut lebih banyak membawa mudarat daripada manfaat.
“Jangan sampai kita mengutak-atik aturan yang sudah tertib dan teruji hanya demi eksperimen yang belum tentu berdampak positif. Masyarakat sudah terbiasa dengan ritme ibadah Ramadan yang jelas: berbuka, shalat Maghrib, Isya, Tarawih, lalu istirahat. Jika Isya diundur, maka Tarawih bisa berakhir tengah malam, mengganggu waktu istirahat dan produktivitas keesokan harinya,” ujarnya, Rabu (12/2/2025).
Menurutnya, kedisiplinan umat dalam menjalankan shalat wajib saja masih menjadi tantangan besar, apalagi jika waktu Isya diundur hingga larut malam.
“Jangankan ibadah sunnah, shalat fardhu pun masih banyak yang absen. Jika umat dibiarkan berkeliaran lebih lama setelah berbuka, maka akan semakin sulit mengumpulkan mereka kembali untuk berjamaah di masjid,” lanjutnya.
Meski menolak secara umum, Tgk. Umar tidak menutup kemungkinan jika wacana ini diterapkan dalam skala terbatas. “Jika memang ingin dicoba, jangan dijadikan aturan umum. Bisa saja ada beberapa masjid yang secara khusus melaksanakan shalat Isya dan Tarawih pada pukul 21.00 WIB, sehingga umat yang tertinggal masih memiliki kesempatan berjamaah,” jelasnya.
“Atau kalau memang ini untuk memfasilitasi para pejabat dan orang sibuk, silakan saja dibuat khusus bagi mereka. Tapi pertanyaannya, apakah ada yang benar-benar mau melakukannya dengan antusias dan ikhlas?” tambahnya.
MPU Banda Aceh menegaskan bahwa mempertahankan tradisi ibadah yang sudah berjalan baik lebih bijak daripada mengubah aturan yang dapat menimbulkan persoalan baru.