Usai PK Kandas, BKPM Didesak Cabut Izin PT Emas Mineral Murni

[Dok. 2019] Aksi massa besar-besaran menolak pertambangan PT EMM, yang berlangsung di Kantor Gubernur Aceh, April 2019. (Fuadi/Theacehpost.com)

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal RI diminta untuk mencabut izin PT Emas Mineral Murni, perusahaan tambang emas yang beroperasi di Beutong, Nagan Raya. Pasalnya, Mahkamah Agung telah menolak upaya hukum peninjauan kembali yang diajukannya.

banner 72x960

Sebelumnya, di tingkat kasasi, MA pada tahun 2020 silam juga sudah membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Negeri Tata Usaha Negara Jakarta, yang semula menguatkan putusan PTUN Jakarta terkait menangnya BKPM RI saat digugat Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia pada tahun 2018.

Dengan ditolaknya peninjauan kembali oleh MA, menurut Direktur Walhi Aceh, M Nur, maka baik secara de facto dan de jure PT EMM resmi dilarang melakukan aktivitas pertambangan meliputi wilayah Beutong, Nagan Raya dan Aceh Tengah.

“Putusan di tingkat PK ini merupakan upaya hukum terakhir yang dilakukan oleh BKPM sehingga putusan tersebut bersifat final dan mengikat,” tegas M Nur dalam siaran pers, Kamis 4 November 2021.

Walhi juga mendesak MA segera mengeksekusi putusannya. Menurut Nur, pertimbangan hakim dalam putusan tersebut sudah memberikan rasa keadilan kepada masyarakat yang ingin menyelamatkan lingkungan hidup mereka.

“Artinya, BPKM harus segera mencabut surat keputusan yang sudah mereka keluarkan dulu,” kata Nur lagi.

Surat yang ia maksud, yakni SK Nomor 66/I/IUP/PMA/2017 tentang Persetujuan Penyesuaian dan Peningkatan Tahap Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Mineral Logam dalam Rangka Penanaman Modal Asing untuk Komoditas Emas kepada PT Emas Mineral Murni, pada 19 Desember 2017.

Dalam putusannya, MA menyebutkan bahwa permohonan PK oleh BPKM tidak beralasan, sehingga ditolak. Diketahui, BKPM menerbitkan izin melebihi jumlah yang telah ditentukan sesuai aturan perundang-undangan.

M Nur menegaskan, tindakan itu jelas bertentangan dengan UU 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, Peraturan Pemerintah 27/2012 Tentang Izin Lingkungan.

“Pemberian izin itu juga menerabas ketentuan Qanun 15/2013 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batu bara,” tutupnya. []

 

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *