Urgensi Penyelamatan Pengungsi Rohingya dari Konflik Sosial, Masyarakat Aceh Diminta Tahan Diri
THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Fenomena gerakan massal penolakan pengungsi Rohingya yang tiba di Aceh hampir terjadi dimana-mana. Sebagian masyarakat mengupayakan berbagai cara agar manusia perahu itu tidak masuk ke wilayah teritorialnya.
Seperti yang terjadi di Aceh Barat pada Kamis (21/3/2024) kemarin, masyarakat Kecamatan Kaway XVI bahkan berupaya memblokir jalan agar mobil pengangkut Rohingya yang rencananya hendak membawa pengungsi ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Beureugang tidak bisa lewat. Alhasil mobil pengangkut Rohingya harus putar haluan dan kembali ke Meulaboh.
Dosen Antropologi Universitas Malikussaleh (Unimal), Teuku Kemal Fasya menyatakan bisa mengerti dengan konflik sosial yang terjadi di tengah masyarakat akibat kedatangan pengungsi Rohingya ke tanah Aceh.
Apalagi kedatangan pengungsi Rohingya ke Aceh dibayang-bayangi oleh impresi atas banyaknya temuan kasus tindak kriminal perdagangan manusia atau keterlibatan oknum-oknum tertentu yang mengambil keuntungan dari peristiwa migrasi itu.
Kendati begitu, menurutnya, masyarakat sebaiknya tidak perlu ikutan latah menolak pengungsi Rohingya yang tiba di Aceh. Masyarakat disarankan imparsial atau sebaiknya serumpun untuk menolong pengungsi Rohingya sebagai sesama manusia.
“Saya melihat gerakan penolakan Rohingya ini tidak alamiah, ada bekingan dari oknum tertentu yang mencoba memprovokasi masyarakat. Memang kedatangan Rohingya ke Aceh menjadi sedikit kompleks akibat keterlibatan oknum-oknum jahat yang mengambil keuntungan, namun sebaiknya masyarakat harus bisa menahan diri dan jernih melihat permasalahan bahwa ini menyangkut rasa kemanusiaan kita,” ujar Teuku Kemal Fasya, Banda Aceh, Jumat (22/3/2024).
Selain itu, Teuku Kemal Fasya mengatakan bahwa munculnya propaganda negatif yang dibangun pihak-pihak tertentu di media sosial terhadap pengungsi Rohingya berpotensi membuat masyarakat menjadi lebih anarkis.
Menurutnya, masyarakat yang terlanjur terpapar dengan imajiner palsu seperti misalnya kedatangan Rohingya yang dikaitkan dengan bangsa Israel yang menganeksasi negeri Palestina semakin membuat pelik kasus pengungsi Rohingya di Aceh.
“Seharusnya masyarakat jernih ya, jangan mudah dipropaganda dengan isu-isu yang dibangun di media sosial. Masyarakat sebaiknya jangan ikut-ikutan latah, karena untuk soal keamanan ada pihak militer yang bertanggungjawab mempertahankan itu,” ungkapnya.
“Walaupun kedatangan Rohingya ini bisa dicurigai terjadi satu atau dua kasus kriminal perdagangan manusia, namun yang perlu diingat bahwa sebagian besar pengungsi Rohingya ini adalah orang-orang yang menderita di Myanmar maupun di Cox’s Bazar Bangladesh. Jika pun mereka tidak keluar untuk mencari amnesti dunia, mereka bisa mati juga di sana. Ini yang harus kita pahami,” tambahnya.
Karenanya, Dosen Antropologi Unimal itu menegaskan bahwa upaya penyelamatan pengungsi Rohingya yang tiba di Aceh dari konflik sosial urgensinya sangat mendesak. Semua pihak, khususnya negara, harus bertanggungjawab untuk menyelesaikan masalah pengungsi Rohingya ini.
“Minimal ada komitmen yang dibangun. Ada peran dan tanggung jawab yang diambil negara terhadap pengungsi Rohingya ini. Jangan setelah tiba di sini kemudian kita larungkan kembali mereka ke laut. Sayang mereka, ada anak-anak juga. Dimana rasa kemanusiaan kita kalau itu kita lakukan,” pungkasnya. (Akhyar)