Tujuh Tower SUTT di Aceh Terancam Roboh

Penampakan tower penyangga utama aliran listrik terancam roboh akibat aktivitas penggalian tanah di Aceh. (Foto: InfoPublik.id)

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Mahdinur, mengungkapkan ada tujuh tower listrik tegangan tinggi di Aceh terancam roboh.

banner 72x960

Tower penyangga utama aliran listrik melalui Saluran Udara Tegangan Tinggi/Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTT/SUTET) dari pembangkit di Sumatera Utara dan beberapa pembangkit di Aceh yang dilaporkan dalam kondisi kritis itu terdapat di Aceh Timur, Lhokseumawe, Bireuen, dan Aceh Besar.

“Kami mendapat laporan dari PT PLN (Persero) Unit Pelaksana Transmisi (UPT) Banda Aceh tentang sejumlah tower listrik tegangan tinggi yang kondisinya sudah kritis, dan bahkan terancam roboh, akibat aktivitas penggalian tanah di sekitar tapak penyangga tower SUTT/SUTET,” kata Mahdinur dalam keterangannya, Rabu, 13 Juli 2022.

Menurut Mahdinur, apabila tower SUTT/SUTET itu roboh, dampaknya akan sangat luas dan sangat merugikan masyarakat. Penyaluran arus listrik akan terhenti dan pemadaman listrik tidak dapat dihindari.

“Apabila kondisi tak diharapkan itu terjadi, maka semua aktivitas masyarakat akan terganggu, baik pada siang hari maupun pada malam hari,” katanya.

Karena itu, pihaknya langsung menurunkan tim terpadu yang terdiri dari tenaga teknis Dinas ESDM Aceh, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh, dan tim teknis dari PT PLN (Persero) UPT Banda Aceh.

Mereka memantau kondisi tower SUTT/SUTET di Aceh Timur, Lhokseumawe, Bireuen, dan di Aceh Besar, sejak 5 Juli sampai 8 Juli 2022.

“Setiap lokasi tower yang dikunjungi melibatkan instansi terkait di kabupaten/kota, seperti DPMPTSP, Polres/Polsek, Camat, Geuchik, dan tokoh masyarakat setempat,” katanya.

Hasil pemantauan, lanjut Mahdi Nur, setidaknya ada tujuh tower SUTT yang kondisinya sudah dalam keadaan kritis, yakni tower No.028  SUTT 150 kV Bireuen-Sigli di Meunasah Tgk Digadong, Kota Juang, Bireuen.

Tower No. 028 SUTT 150 kV Lhokseumawe-Arun, di Utenkot, Muara dua, Lhokseumawe; dan tower No. 163 SUTT 150 kV Langsa-Lhokseumawe di Seunebok Timur, Peudawa, Aceh Timur (Atim).

Kemudian, tower No. 145 SUTT 150 kV Langsa-Lhokseumawe, di Alu Bu Tuha, Peurelak Barat, Atim; tower No. 30 SUTT 150 kV Langsa-Lhokseumawe, di Paya Peulawi, Bireum Bayeun, Atim; tower No. 24 SUTT 150 kV Langsa-Lhokseumawe,  di Desa Armia, Bireum Bayeun, Atim, dan tower No. 55 SUTT 150 kV Ulee Kareng-Krueng Raya, di Ladong, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar.

Selanjutnya Mahdinur membenarkan bahwa ketujuh tower SUTT yang terancam roboh tersebut, adalah akibat penggalian dan pengambilan tanah urukan di sekitar tapak penyangga tower.

Bahkan, kata dia, pada lokasi tertentu penggalian dan pengambilan tanah urukan dilakukan dengan menggunakan alat-alat berat seperti beko dan truk.

Mahdinur menegaskan, masyarakat memang tidak menggali dan mengambil tanah dalam area tapak tower yang telah dibebaskan oleh PT PLN (persero), melainkan di area kebun masyarakat itu sendiri.

Akan tetapi, pengerukan tanah umumnya dilakukan persis pada garis batas area tapak tower SUTT, sehingga ketika hujan tanah area tapak tower terkikis dan kemudian terjadi longsor.

“Masyarakat menggali dan mengambil tanah di dalam area miliknya sendiri, namun karena digali hingga garis batas tapak tower maka terjadi longsor akibat tergerus air hujan,” tuturnya.

Mahdinur mengimbau masyarakat pemilik lahan agar tidak melanjutkan penggalian dan pengambilan tanah urukan hingga mengancam keberadaan tower SUTT.

Tower SUTT/SUTET tersebut merupakan aset negara dan di atasnya terbentang arus listrik tegangan tinggi dan ekstra tinggi untuk kepentingan orang banyak.

Sementara itu, Kepala Bidang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Berusaha dan Non Berusaha (B) DPMPTSP Aceh, Marzuki menambahkan, pada prinsipnya semua pihak di kabupaten/kota dan bahkan masyarakat pemilik lahan bersepakat untuk menjaga dan memelihara tower SUTT/SUTT itu tetap berdiri kokoh dan tegak di tempatnya.

Pihaknya, DPMPTDP Aceh tidak  mempersulit proses izin usaha pertambangan (IUP) galian C, sejauh persyaratan teknis dan admistratif terpenuhi sesuai ketapan peraturan  perundang-undangan.

Ia menghimbau pelaku usaha untuk mengurus izin eksplorasi dan izin eksploitasi galian tanah urukan atau izin galian C di lahan miliknya.

“Meski mengambil tanah urukan di area kebun kita sendiri, namun tetap harus ada izin usaha supaya tidak melanggar peraturan perundang-undangan, dan merugikan masyarakat di sekitarnya,” kata Marzuki. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *