Terungkap, Ternyata SKK Migas Belum Alihkan Kontrak Kerja Sama ke BPMA

Narasumber diskusi publik terkait kewenangan Blok Migas Rantau di bawah payung hukum Pemerintah Aceh di Aula Hotel Morielisa, Karang Baru, Aceh Tamiang, Kamis, 8 Juli 2021. (Foto: Saiful Alam/Theacehpost.com).

Theacehpost.com | ACEH TAMIANG – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melalui PT Pertamina EP (PEP), perusahaan yang mengelola blok migas di Aceh, khususnya di Kabupaten Aceh Tamiang hingga kini belum mengalihkan kontrak kerja sama ke Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).

banner 72x960

Hal tersebut disampaikan Deputi Dukungan Bisnis BPMA, Afrul Wahyudi dalam diskusi publik terkait Kewenangan Blok Migas Rantau di bawah payung hukum Pemerintah Aceh Nomor 11 Tahun 2006 dan PP Nomor 23 Tahun 2015 yang dilaksanakan di Hotel Morielisa, Karang Baru, Kamis, 8 Juni 2021.

Menurutnya, pengalihan sedianya sudah dilakukan sejak lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh.

“Tapi saat ini belum dialihkan dan kewenangan PT. Pertamina EP (PEP) masih berada di bawah naungan SKK Migas,” kata Afrul Wahyudi.

Afrul menjelaskan, PT PEP menandatangani kontrak kerja dengan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang sekarang berubah menjadi SKK Migas pada tahun 2005 silam.

Namun, kata dia, hingga sekarang kontrak kerjanya belum beralih ke BPMA.

“Blok Migas yang saat ini dikelola PEP di Kabupaten Aceh Tamiang luas wilayahnya mencapai lebih kurang 4.392 km persegi,” ungkapnya.

Baca juga: Nova: Blok B Sah Menjadi Milik Pemerintah Aceh

Afrul juga menceritakan bahwa pihaknya juga telah melakukan pertemuan dengan Kementerian ESDM, Ditjen Migas, SKK Migas, dan Pertamina EP untuk membahas mekanisme alih kelola lapangan-lapangan produksi di wilayah kewenangan Aceh yang masuk dalam wilayah kerja (WK) Asset 1 (Rantau Field).

Menurutnya, saat ini proses alih kelola kontrak kerja PEP sudah berjalan. Hanya saja kendalanya, kontrak kerja PEP yang ada di wilayah Aceh merupakan satu kesatuan utuh dengan lapangan-lapangan PEP lainnya di seluruh Nusantara.

“Perlu tinjauan menyeluruh dan komprehensif dari sisi legalitas, teknis dan ekonomis untuk melakukan pengalihan manajemen kontrak atas lapangan-lapangan produksi yang berada di wilayah kewenangan Aceh dari SKK Migas ke BPMA,” ungkap Afrul.

Saat ini, sambung Afrul, pihaknya sedang melakukan kajian terkait opsi-opsi pengalihan agar tidak mengganggu kegiatan operasi yang saat ini masih berlangsung.

Sedangkan perusahaan Migas lain yang beroperasi di Aceh sudah mengalihkan kontraknya ke BPMA.

Jika PEP tidak mau melakukan alih kelola kontrak kerja, BPMA secara resmi tidak bisa melakukan fungsi pengawasan terhadap PEP yang berada di wilayah kewenangan Aceh.

Sesuai amanat PP 23/2015, BPMA memegang dan bertanggung jawab terhadap manajemen operasi hulu minyak dan gas bumi.

“Ketika kontrak belum beralih maka tanggung jawab terhadap manajemen operasi berada pada SKK Migas. Akibatnya Aceh (BPMA) tidak bisa mengontrol program dan anggaran pengelolaan lapangan PEP dan ini akan berpengaruh juga terhadap bagi hasil bagian Aceh,” ungkapnya.

“Secara hukum apabila tidak dilakukan pengalihan maka hal ini akan bertentangan dengan UUPA dan PP 23/2015,” kata Afrul menambahkan.

Selain itu, BPMA juga tidak mengetahui pendapatan PEP yang dihasilkan dari bumi Aceh apabila belum adanya alih kelola.

“Sampai hari kita belum tahu, karena kita tidak terlibat dalam pengawasannya,” ungkap Afrul.

Sementara itu, salah satu peserta FGD, Hendra dalam kesempatan tersebut mengusulkan agar setelah kegiatan ini harus ada langkah sinergi yang strategis yang dilakukan oleh BPMA, agar kewenangan PT PEP beralih dari SKK Migas ke BPMA.

“Langkah sinergi antara civil society dengan BPMA terus dilakukan agar kewenangan PT Pertamina EP  beralih ke BPMA,” kata pemiliki salah satu media di Aceh Tamiang. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *