Tempatkan Nilai Ibadah dalam Berpolitik!

Theacehpost.com | Banda Aceh – Minggu, malam ini, 21 Juni 2020, ada kegiatan penting dan strategis di Aula Hotel Hermes Palace Banda Aceh, silaturahmi seluruh Ketua Partai Lokal/ Nasional serta para anggota DPRA yang bergabung dalam Koalisi Aceh Bermartabat (KAB). Ya, halal bihalal paska lebaran idil fitri 1441 H. Beberapa foto yang dilampirkan di postingan ini adalah ketika kami bersiap-siap hendak bergerak ke lokasi acara. Karena Partai SIRA termasuk salah satu anggota KAB.

banner 72x960

Harapan penting dari kegiatan tersebut selain silaturahmi adalah untuk ikut melahirkan kesepakatan yang menguntungkan Aceh dan rakyatnya. Hanya dengan cara itu substansi dari sebuah koalisi akan menjadi ibadah sosial yang bermanfaat luas. Sebab kehadiran politik seyogyanya memang bukan sekedar bicara pembagian dan pengendalian kekuasaan, tetapi bagaimana menjadikan kekuasaan bernilai ibadah serta melahirkan pembangunan berperadaban dalam definisi luas, dalam setiap sisi. Termasuk pula di dalamnya, mengawal kinerja pemerintah Aceh (eksekutif) secara kritis dan progresif, agar pemerintah daerah tidak lemah, tidak eklusif dan tidak semena-mena dalam menjalankan pembangunan Aceh yang belum selesai sepenuhnya dari dampak perang serta konflik berkepanjangan.

Karena itu pula, pemerintahan Aceh (eksekutif dan legislatif) hingga pemerintahan kabupaten kota di Aceh, lembaga-lembaga vertikal pemerintah pusat RI di Aceh, dunia usaha Aceh hingga masyarakat selalu harus bersyukur, sekaligus tak boleh lupa diri bahwa pemberlakuan otonomi khusus di Aceh adalah dampak langsung dari perjalanan paling beresiko konflik Aceh, hasil minimum dari gerakan perjuangan referendum dan kemerdekaan Aceh. Jika ada hasil minimum maka berkemungkinan pula mencapai hasil maksimum yang masih menjadi rahasia Allah SWT. Sebab, apapun yang terjadi di dunia dan dalam dunia makluk adalah tak ada yang abadi, selalu dapat berubah termasuk urusan berbangsa bernegara meski ideologi suatu negara bisa jadi dipaksakan sementara.

Ingat, Allah maha adil dan bijaksana, memberikan hasil suatu upaya yang tak lepas dari keseriusan, kesiapan, kemampuan dan kecerdasan manusia itu sendiri dalam menerima dan mengelolanya. Karena manusia memang diciptakan sebagai para khalifah dan para pengabdi kepada Allah. Karena itu pula, Islam tidak menentukan dan tidak mewajibkan kepada suatu suku bangsa yang telah diciptakan Allah untuk masuk bergabung dalam atau berpisah dari suatu negara kecil atau besar. Itu urusan manusia di dunia sepenuhnya dengan tanpa melupakan Tuhan. Dalam bernegara, substansi keberadaan manusia yang bersuku-suku dan berbangsa-bangsa adalah selalu harus menggabungkan diri mereka ke dalam kebaikan dan sebaliknya wajib melepaskan diri dari keburukan, ya dalam hal ini negara yang baik atau negara yang buruk.

Salam perjuangan
Muhammad Nazar
Ketua Umum Partai SIRA

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *