Tarsa Muda, Meretas Jalan Perubahan dengan Politik Halal untuk Aceh Barat

Pemerhati kebijakan publik, Rustami ST. [Foto: Ist]

Aceh Barat, dengan segala sejarah dan potensi alamnya, kini menyaksikan kebangkitan sosok-sosok muda yang berani melangkah ke dunia politik. Di tengah hiruk-pikuk dinamika demokrasi dan pembangunan, muncul pasangan Tarmizi dan Said Fadheil, atau yang dikenal dengan sebutan Tarsa. Keduanya hadir dengan semangat perubahan yang menjanjikan arah baru bagi Aceh Barat. Tarsa bukan sekadar nama, melainkan simbol harapan yang lahir dari keinginan kuat untuk membangun daerah ini secara bersih, berkelanjutan, dan jauh dari praktik politik kotor.

banner 72x960

Kemenangan Tarsa dalam Pilkada bukan hanya soal angka di kotak suara, tetapi sebuah kemenangan politik halal yang memberi inspirasi. Menghindari praktik money politics yang sering mencederai demokrasi, Tarsa berhasil meraih kepercayaan rakyat dengan cara yang lebih bermartabat. Namun, kemenangan ini bukanlah akhir, melainkan awal dari sebuah tanggung jawab besar.

Janji-janji perubahan yang disampaikan selama kampanye harus diwujudkan dalam kebijakan nyata yang benar-benar berpihak kepada rakyat. Harapan masyarakat yang begitu tinggi terhadap kepemimpinan baru ini harus dijaga sebagai amanah yang tak boleh dikhianati.

Tarmizi bukanlah orang baru dalam dunia politik. Ia memiliki posisi strategis dalam partai pemenang pemilu di Aceh, yang memberinya pengaruh signifikan dalam pengambilan kebijakan lokal. Kedekatannya dengan Gubernur Aceh juga menjadi faktor penting yang dapat membuka peluang besar dalam memperjuangkan isu-isu krusial bagi Aceh Barat di tingkat nasional.

Keberadaannya dalam berbagai forum strategis, termasuk undangan Presiden dalam Silaturahmi Koalisi Indonesia Maju di Jakarta, memperlihatkan bahwa ia bukan sekadar pemimpin lokal, tetapi juga aktor politik yang diperhitungkan di tingkat lebih luas.

Selain itu, Tarsa juga memiliki hubungan erat dengan lintas partai nasional, yang terlihat dari berbagai pertemuan dengan tokoh-tokoh penting seperti Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, serta Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan. Ini merupakan sinyal kuat bahwa kepemimpinan di Aceh Barat tidak hanya terbatas pada ranah lokal, tetapi memiliki akses luas untuk memperjuangkan aspirasi daerah di tingkat pusat. Namun, hubungan politik ini harus dimanfaatkan dengan cermat agar tidak terjebak dalam kepentingan elitis semata, melainkan benar-benar berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.

Aceh Barat memiliki potensi besar yang belum tergarap optimal. Tarsa datang dengan dua ide utama yang dapat menjadi pilar pembangunan daerah. Pertama, pengembangan Agro Wisata Terpadu yang mengombinasikan sektor pertanian dan pariwisata. Dengan kekayaan alam yang luar biasa, konsep ini diharapkan dapat memperkuat sektor UMKM serta ekonomi kreatif, membuka lapangan pekerjaan baru, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tantangan utama dari konsep ini adalah menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, setiap langkah pembangunan harus dilakukan dengan perencanaan matang, termasuk dalam hal pembangunan infrastruktur hijau dan pelatihan sumber daya manusia lokal.

Kedua, pengelolaan industri tambang emas dan batubara yang selama ini menjadi salah satu sektor andalan Aceh Barat. Kekayaan alam berupa emas, batubara, sawit, dan karet merupakan aset besar yang dapat menjadi penggerak utama ekonomi daerah jika dikelola dengan benar. Tarsa harus memastikan bahwa tata kelola industri ini bersifat transparan dan akuntabel, sehingga tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi benar-benar memberikan dampak positif bagi masyarakat luas. Regulasi yang ketat dan pengawasan yang transparan sangat dibutuhkan untuk menghindari eksploitasi berlebihan yang dapat merugikan masyarakat dan lingkungan.

Tantangan dalam implementasi kedua ide besar ini tentu tidaklah ringan. Pembangunan Agro Wisata Terpadu membutuhkan infrastruktur yang memadai serta kebijakan yang mendukung keterlibatan aktif masyarakat lokal. Sementara itu, pengelolaan industri tambang membutuhkan sistem distribusi keuntungan yang adil agar kesejahteraan tidak hanya dinikmati oleh korporasi besar, melainkan juga oleh masyarakat di sekitar tambang. Tarsa harus memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan tidak menciptakan kesenjangan baru, tetapi justru menjadi solusi atas ketimpangan ekonomi yang ada selama ini.

Selain fokus pada pembangunan ekonomi, Tarsa juga harus memberikan perhatian serius pada sektor kesehatan dan pendidikan. Salah satu langkah awal yang diambil adalah percepatan pembangunan Rumah Sakit Regional Meulaboh dengan anggaran Rp 250 miliar. Pada tahun pertama kepemimpinannya, telah dialokasikan Rp 50 miliar, dengan harapan tambahan Rp 150 miliar dapat dikucurkan di tahun berikutnya. Kebijakan ini sejalan dengan program bantuan sebesar Rp 1 juta bagi keluarga pasien yang dirujuk ke Banda Aceh, yang mulai berlaku 1 Maret 2025. Program ini diharapkan dapat meringankan beban ekonomi masyarakat yang harus berobat ke luar daerah, sekaligus menjadi bukti konkret dari janji politik Tarsa.

Di sektor pendidikan, Tarmizi berkomitmen untuk meningkatkan kualitas SMK dan SMA di Aceh Barat. Salah satu usulan strategisnya adalah agar Kepala Dinas Pendidikan Cabang Wilayah Aceh Barat berasal dari putra daerah. Langkah ini bertujuan untuk memastikan kebijakan pendidikan lebih sesuai dengan kebutuhan lokal dan dapat lebih efektif dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di daerah.

Tentu saja, jalan yang harus dilalui Tarsa tidaklah mudah. Di tengah besarnya harapan masyarakat, ada tantangan besar dalam menjaga konsistensi visi dan misi di tengah arus politik yang dinamis. TARSA harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam kepentingan politik pragmatis yang dapat mengaburkan tujuan utama dari kepemimpinannya. Politik bersih yang menjadi janji awal harus terus dipertahankan agar tidak tergerus oleh kompromi-kompromi yang justru merugikan rakyat.

Syukur Alhamdulillah, amatan penulis menunjukkan bahwa saat ini Bupati Aceh Barat telah membangun hubungan lintas sektoral yang lebih harmonis, terutama di tingkat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda). Upaya harmonisasi politik yang selama ini menjadi kendala kini mulai menampakkan hasil. Bahkan, sinergi antara berbagai kelompok keagamaan dan elemen masyarakat lainnya kini semakin kuat.

Ini merupakan pencapaian yang patut diapresiasi, mengingat dalam tiga periode kepemimpinan sebelumnya, kondisi politik Aceh Barat cenderung terfragmentasi.

Kini, kepemimpinan di Aceh Barat tidak lagi berjalan sendiri-sendiri, tetapi mulai menunjukkan kesatuan langkah dalam merancang strategi pembangunan yang lebih terarah. Pejabat utama tidak lagi hanya bekerja secara paralel, tetapi benar-benar bekerja bersama untuk menata masa depan Aceh Barat dalam kerangka rencana strategis yang terukur dan berkelanjutan.

Tulisan ini hanyalah sebuah catatan kecil yang lahir dari harapan besar terhadap kepemimpinan baru di Aceh Barat. Akhirnya, dari Teluk Marina, Singapura, saya ucapkan selamat bertugas kepada Tarsa Muda. Semoga kepemimpinan ini menjadi inspirasi, bukan hanya bagi Aceh Barat, tetapi juga bagi seluruh Indonesia.

Penulis: Rustami, ST (Email: Tami.dekruh@companysarena.com)

Pemerhati kebijakan publik, melaporkan dari Marina Bay, Singapura.

Komentar Facebook