Tanya Tak Serius tentang Vladimir Putin
Catatan Darmansyah/Theacehpost.com
DALAM perjalanan ke Ciawi menjelang dhuha di hari terakhir libur panjang akhir Februari kemarin saya dikejutkan oleh pertanyaan anak saya.
Pertanyaan itu dilontarkannya di tengah pilinan macet di simpang menuju Puncak.
Pertanyaan itu membuat saya melirik sang anak dari sudut pandang sempit karena ia sedang berada di balik kemudi. Lirikan itu saya layangkan untuk memastikan ekspresinya. Apakah serius, setengah serius, main-main atau sekadar hoax. Atau juga, ini yang celakanya, untuk menguji memori tua sang ayah.
Memori tua yang bikin Anda jengkel karena sengaja memubazirkan waktu dengan “lead” panjang untuk mengungkap sebuah tanya.
Nggaklah.
Ini dia tanyanya.
“Apakah Putin itu seorang muslim, Yah?”
Nah, kan baru tahu “belang” tanyanya.
Tanya yang saya respons dengan memonyongkan mulut dan bergumam dalam hati. Bodoh. Tanya bodoh.
Tanya dari seorang anak yang malas membaca, mendengar, dan melihat berita donya. Tanya anak yang larut dengan angka-angka karena ia seorang accounting consultant. Yang juga suka bermain saham. Saham aneka tambang yang naiknya tegak lurus usai invasi Putin ke Ukraina.
Untuk itu, terhadap tanya ini, setelah saya endapkan secara bijak, ternyata nggak bodoh-bodoh amat.
Tanya dari seorang anak tentang Vladimir Putin yang “kaisar” Rusia punya mayoritas negara taklukkan berpenduduk muslim. Bukan muslim tradisionil. Muslim hebat.
Sebagai seorang muslim Anda pasti tahu perawi hadits Imam Bukhari yang berasal dari Kota Bukhara, Uzbekisthan. Kota pusat peradaban keilmuan. Dari tanahnya lahir banyak cerdik cendekia sekelas Imam Bukhari yang masyhur itu.
Bahkan seorang sufi masyhur, Maulana Jalaluddin Rumi dalam puisinya menyebut Bukhara sumber pengetahuan dengan penggalan kata: “Ooo Bukhara sang pemilik pengetahuan.”
Ooo juga peringatan untuk saya bahwa tulisan ini tidak tentang Bukhara atau Imam Bukhari atau pun Jalaluddin Rumi. Tulisan ini tentang seorang “kaisar” Putin dikaitkan dengan muslim.
“Muslim”-nya Putin dalam kaitan pertanyaan anak saya.
Untuk menjawab pertanyaan itu saya harus menempuh jalan memutar. Jalan seperti spiralnya di mall grand Indonesia yang bak spiral untuk menuju lokasi parkirnya di lantai enam.
Jalan memutar tentang Rusia yang Uni Soviet. Yang Uni-nya itu datang dari Uzbekistan, Kazaksthan, Kirgizstan, Tajikistan, Azerbayzan, Moldova, Georgia, dan Turkmenistan di Asia Tengah.
Semuanya muslim. Muslim sunni. Bukan wahabi. Muslim yang toleran.
Muslim seperti kita juga. Di Indonesia. Sunni.
Masih ada lagi anggota uni yang lain. Di eropa timur: Armenia, Latvia, Belarus, Lithuania, Estonia, dan Ukraina. Ukraina yang genit dan membuat Putin meradang. Eropa Timur yang fifty-fifty muslim dan kristiani.
Lantas! Apakah masih ada uni yang lain? Masih.
Dan inilah yang ingin saya tulis untuk membuktikan bahwa tanya anak saya di simpang Puncak-Ciawi kemarin tentang Vladimir Putin: apakah sang kaisar itu muslim nggak sepenuhnya halu.
Sebab kalau ia nggak halu pasti bisa menuntaskan tanya itu dari otaknya sendiri.
Menuntaskan jawaban agama Putin yang sosialis. Yang kitab sucinya das kaptal. Yang nabinya Karl Marx. Yang sahabat nabinya bernama Vladimir Lenin, Joseph Stalin dan Nikita Khrushchev.
Setengah halu anak saya itu datang setelah empat hari perang Rusia-Ukraina dan masih belum menaklukkan Kiev untuk memborgol sang presiden Volodymyr Zelensky.
Perang hancur-hancuran yang hingar bingar beritanya menyebabkan jaringan televisi “al jazeera” hanya menyisakan sejumput waktu untuk jeda dari “breaking news” yang “live” itu.
“Al jazeera” yang terus saya pelototi ketika menjalarkan tulisan ini.
Belum takluknya Kiev, ibu kota Ukraina, sebagai bukti bahwa tentara Ukraina memberi perlawanan yang serius.
Perlawanan yang menyebabkan gemesnya Ramzan Akhmadovich Kadyrov. Ramzan ketua negara Chechnya yang terus mendesak Putin: untuk diizinkan memberangkatkan tentara dalam jumlah besar untuk menekuk Ukraina.
Ramzan yang anak seorang mufti besar yang menyebut Putin sebagai ayah angkatnya. Ayah seorang Ramzan seorang muslim sunni yang telah menghancurkan Wahabi ISIS di negaranya.
Ramzan yang membangun masjid paling besar di tengah kota Grozny, menjadikan negaranya paling maju. Yang punya tiga istri sangat cantik-cantik dengan empat anak, dua lelaki dan dua perempuan. Anak-anak yang khatam Alquran.
Ramzan yang menjadi rujukan pertanyaan anak saya tentang keyakinan seorang Putin. Yang tidak sabar Ukraina segera jatuh. Sejak lama Ramzan berpendapat Ukraina harus direbut. Sejak dulu: Ukraina membahayakan Rusia.
Ramzan seperti Putin: bongol. Jagoan. Ia memang nge-fans berat ke Putin. Di antara seluruh pimpinan negara bagian di federasi Rusia, Ramzan-lah yang paling loyal ke Putin.
Ramzan putra seorang ulama besar Chechnya: Ahmad Khadzhi Abdulkhamidovich Kadyrov.
Akhmad lulusan Pesantren Bukhara, Uzbekistan, dekat makam Imam Bukhari, perawi hadits paling dipercaya.
Ahmad tewas delapan belas tahun lalu ketika sebuah bom meledak di dekat tempatnya duduk di acara besar.
Saat kematian ayah itu Ramzan baru berumur dua puluh delapan tahun. Ia bertugas menjadi ajudan dan sopir sang ayah. Ia bersumpah akan menumpas seluruh jaringan pembunuh ayahnya.
“Akan saya tumpas sampai sel yang paling akhir. Sampai saya mati atau masuk penjara,” sumpahnya.
Ia pimpin gerakan pemuda anak negeri. Ia buktikan ucapannya itu.
Setahun kemudian adik perempuannya diculik. Ia kerahkan ratusan anak-buahnya untuk mengepung tempat penculikan. Sang adik dibebaskan disertai pesta ledakan senjata api ke udara.
Ketika memulai jabatan sebagai ketua negaranya, setelah membuang gelar mufti, Ramzan membangun masjid baru. Yang harus terbesar. Yang harus di pusat kota Grozny, ibu kota Chechnya, yang paling pusat.
Bangunan lama diruntuhkan untuk masjid. Luas tanahnya harus mencapai empat belas hektare, sekalian untuk sekolah tinggi Islam.
Desain masjidnya dimiripkan dengan Blue Mosque Istanbul. Yang diminta meresmikan: Imam Masjid Konya, dari kota kelahiran Maulana Rumi, Turki.
Kadyrov kini baru berumur empat puluh lima tahun. Ia mencita-citakan Chechnya jadi negara Islam moderat dan modern.
Ia menyerukan mereka yang dulu lari ke Eropa untuk pulang membangun negeri. “Chechnya sekarang ini paling tenang dan aman di dunia,” katanya.
Keberhasilan Kadyrov memimpin perang di dalam negeri itu mendapat penghargaan militer dari pusat: Mayor Jenderal Putin.
Ramzan yang kini seperti manusia jagoan di bagian selatan. Sedangkan Putin tinggal mengedipkan matanya di utara untuk mengamankan laut bering dan pipa gas yang panjangnya ribuan kilometer untuk menyuplai pabrik-pabrik di Eropa Barat. []
Artikel ini juga tayang di nuga.co.