Tak Ada Batas Waktu untuk Anggaran Penanggulangan Bencana

Dampak banjir luapan di Kecamatan Tangse, Pidie. (Foto Pusdalops BPBD Pidie)

Theacehpost.com | JAKARTA – Rentetan bencana alam yang terjadi di Indonesia dalam beberapa pekan terakhir membutuhkan penanganan mendesak dan segera, terutama dalam hal penganggaran kebencanaan.

banner 72x960

Dalam waktu yang berdekatan, Indonesia sempat diguncang gempa dengan magnitudo 7,4, dengan episentrum di kawasan Laut Flores, Nusa Tenggara Timur. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pun sempat mengeluarkan peringatan dini tsunami.

Gempa di Flores hanya berselang 10 hari usai peristiwa erupsi Gunung Semeru yang mengakibatkan 48 jiwa meninggal dunia, nyaris 3.000 rumah hancur dan 10 ribu warga mengungsi.

Kendati dihadang rentetan bencana, Pemerintah RI memastikan otoritas baik di tingkat pusat maupun daerah memiliki pos anggaran tersendiri untuk menanggulanginya.

Melansir indonesia.go.id, dana tersebut disediakan bagi kesiapsiagaan pada tahap pra-bencana (biasa disebut dana kontingensi), dan ada juga yang digunakan untuk penanggulangan pasca bencana.

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, sumber dana penanggulangan bencana itu ialah APBD dan APBN. Pelaksananya pemerintah pusat dan daerah (pemprov, pemkab, serta pemkot).  Dana kontingensi digunakan untuk membiayai kegiatan mitigasi bencana, termasuk membangun sarana mengurangi risiko bencana.

Terdapat ‘dana siap pakai’ yang ditempatkan di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dana tersebut biasa digunakan untuk tanggap darurat bencana, mulai dari urusan evakuasi korban bencana, pencarian korban, perawatan korban, pasokan makanan dan minuman bagi korban, penyediaan tenda pengungsi dengan segala kebutuhannya.

Pemerintah pusat pun memiliki pos pembiayaan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi. Anggarannya dititip di Kementerian Keuangan. Penggunaannya atas permohonan daerah, diverifikasi BNPB, dan pelaksananya sering kali Kementerian PUPR. Utamanya untuk pembangunan kembali infrastruktur jembatan, jalan, permukiman, air bersih, dan seterusnya

Terkait rekonstruksi ini, sering pemerintah membangun rumah sederhana yang dibagikan kepada korban bencana, dalam skema bantuan sosial atau hibah, melalui Kementerian Sosial, meski pada pelaksanaannya ditangani Kementerian PUPR. Kementerian Sosial juga memberikan santunan pada korban meninggal (diberikan kepada ahli warisnya) dan yang mengalami cacat akibat bencana.

Dengan skema pembiayaan tersebut, pemerintah melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana, yang selalu terjadi di setiap tahunnya. Dalam peta BNPB, dari 83 ribu desa di Indonesia, 56 ribu di antaranya punya risiko bencana. Kalau tidak menghadapi risiko genangan banjir, bisa juga terjangan banjir bandang, atau tanah longsor. Yang lainnya menghadapi risiko abrasi, banjir rob, atau gempa sekaligus tsunami.

Ada pula yang punya risiko terpapar kebakaran hutan dan lahan, sebagian lagi diintai letusan gunung berapi dan paparan banjir lava serta gulungan awan panas vulkanis. Wilayah Indonesia diakui sangat luas, berada di garis cincin api yang menjadi sumber gunung berapi serta gempa bumi.

Sebagian wilayah Indonesia juga berada dalam zona iklim tropis basah, yang selalu membawa risiko banjir, banjir bandang, genangan, atau tanah longsor. Memasuki 2021, di luar bencana pandemi Covid-19, ada bencana gempa di Sulawesi Barat, banjir besar di Kalimantan Selatan, amukan badai tropis di NTT, dan sejumlah bencana lain, hingga yang terbaru adalah banjir guguran lava di Gunung Semeru serta gempa di Laut Flores.

Pemerintah pusat mencadangkan anggaran penanggulangan bencana di 2021 sebesar Rp3,7 triliun. Dana penanggulangan bencana itu biasa disebut cadangan untuk bencana yang dititipkan di Kementerian Keuangan, meski pengguna anggarannya adalah BNPB dan Kemensos. Penggunaannya ialah untuk tanggap darurat bencana, hingga rehabilitasi, dan rekonstruksi.

Pekan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menyatakan, per 30 November 2021 masih ada sisa Rp1 triliun dari Rp3,7 triliun yang dicadangkan itu. Sebesar Rp2,7 triliun sudah dibelanjakan, dan sebagian besar untuk tanggap darurat bencana, yakni  Rp1,7 triliun. Yang Rp1 triliun lainnya untuk rehabilitasi dan rekonstruksi.

Sisa yang Rp1 triliun itu bisa dicairkan sewaktu-waktu ada bencana, termasuk ke bencana Semeru dan gempa Laut Flores.

‘’Meskipun sudah menjelang tutup tahun, tidak ada istilah tutup buku. Jadi, kita tetap standby, siaga,’’ kata Menkeu Sri Mulyani. Ia memastikan, tak ada hari libur untuk urusan kebencanaan.[]

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *