Soal Nilai

Sulaiman Tripa

DALAM tahun ini, saya sudah terlibat dalam tiga kegiatan penjurian karya tulis. Baik fiksi maupun nonfiksi. Saya timbang-timbang, menilai naskah fiksi sepertinya jauh lebih rumit, ketimbang yang nonfiksi. Barangkali ini soal rasa. Soal penggarapan dan kualitas, dua-duanya tentu memiliki nilai masing-masing.

banner 72x960

Saya ingin tegaskan bahwa tulisan apa pun, tetap memiliki kerumitan tersendiri. Tidak elok jika orang fiksi menyebut yang nonfiksi tidak berkualitas, atau sebaliknya. Masing-masing memiliki kerangka dan keilmuan masing-masing. Makanya, saya ingin kembali menyebut soal rasa. Bagaimana kita meresapi akan menentukan posisi kita selanjutnya.

Begitulah. Tiga kegiatan penjurian tadi, dua diantaranya saya membaca naskah tanpa melihat identitas penulisnya. Satu acara lagi, nama tetap dibiarkan. Semua juri bisa melihat karya siapa yang sedang dinilai. Keuntungan saya, pada lomba yang tidak dihilangkan identitas ini, hampir tidak ada nama yang saya kenal. Sedangkan pada dua acara lain, identitas penulis benar-benar tidak ada. Baru setelah ada hasil, identitas penulis dibuka. Terutama untuk kepentingan administrasi dan publikasi.

Pernah terjadi beberapa identitas terlewatkan. Panitia sepertinya kecolongan. Dalam naskah, ternyata ada penulis yang tidak hanya menulis nama di bagian atas. Ternyata penulis juga menyebut identitas di bagian bawah karya. Panitia kadang-kadang lupa mengecek identitas yang di bawah ini. Untung identitas yang terbuka itu bukan orang yang saya kenal.

Saya kagum banyak generasi penulis baru yang lahir. Saya mempelajari, banyak nama-nama baru yang muncul. Di koran-koran, nama-nama penulis baru terlihat. Dan jumlahnya tidak sedikit. Edisi minggu, saya suka membaca kolom esai budaya dan karya sastra, nama-nama baru itu tidak tertandingi. Saya berfikir penulis generasi tua jangan lagi menganggap dirinya tidak tertandingi. Selalu ada pergantian generasi. Sejumlah penulis yang konsisten hingga tua akan tersisa. Mereka yang tidak konsisten, pelan-pelan akan tenggelam.

Saya pernah belajar dan berkarya sastra. Terakhir menulis buku cerita pendek, tahun 2019. Pernah mengelola lembaga yang bergerak bidang kesenian dan kepenulisan. Akhir-akhir ini, agak terbatas karena kesibukan aktivitas di kampus dan ingin fokus pada bidang ilmu yang ditekuni. Ini alasan dalam penjurian fiksi, kadang-kadang ada yang ajak.

Dinamika penting pada proses penilai terhadap suatu karya. Kita bisa siapkan berbagai parameter dan standar. Saya pribadi tidak bisa memastikan bagaimanapun baiknya persiapan yang dilakukan, apakah batin saya akan objektif. Bebas nilai kadang-kadang tidak selalu terjadi. Sepertinya. Tapi bisa saja orang lain berbeda.

Penilaian ini juga sangat tergantung pada kesenangan kita terhadap karya-karya dengan genre tertentu. Ini menurut saya. Parameternya memang dibentuk, namun saat parameter disusun, selalu ada orientasi yang ingin dicapai. Tergantung genre apa yang kita sukai itu. Pada posisi ini, bagi saya bukan orientasi saja yang berbicara, melainkan juga keterpasungan kita dengan nilai. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *