“Setetes Darah Bapak Ibu Adalah Nyawa bagi Kami”

Desi Aryanti (25) dalam rangkaian zikir dan doa bersama yang digelar di RSUDZA, Banda Aceh, Rabu, 9 Februari 2022. (Foto: Humas Aceh)

SUASANA tiba-tiba senyap dan tanpa disadari bulir bening mengalir dari pelupuk mata sebagian pengunjung. Semua itu bukan karena matahari sedang menyengat kala naik sepenggalah tadi pagi, tapi karena getar sanubari yang tiba-tiba menyeruak saat Desi Aryanti (25), penderita thalassemia akut menyapa dengan bibir bergetar, “Setetes darah dari bapak dan ibu semua adalah nyawa bagi kami,” kata Desi.

banner 72x960

Ya, itulah ungkapan terima kasih Desi yang divonis thalassemia sejak usia lima tahun, atau telah 20 tahun menjalani transfusi darah, saat mengikuti doa dan zikir pagi yang digagas pemerintah, Rabu 9 Februari 2022 di  RSUDZA Banda Aceh.

Desi yang dituntut rutin untuk melakukan transfusi darah adalah seorang yang sangat merasakan manfaat dari darah yang disumbangkan oleh seluruh masyarakat Aceh.

“Saya mendapatkan dukungan penuh dari dokter. Tentunya terima kasih kepada mereka (dokter) dan terima kasih juga kepada pegawai Pemerintah Aceh yang telah rutin mendonorkan darah mereka. Itu adalah sebuah nilai tak terhingga untuk kami ini,” kata Desi dengan suara tercekat.

Senada dengan Desi, ada Sri Elfina (49). Ia membawa anaknya yang juga menderita thalassemia. Ia menyampaikan salam hormat kepada seluruh dokter yang telah memberikan pelayanan terbaik bagi pasien thalassemia.

“Kami doakan agar dokter dan ASN Pemerintah Aceh diberikan kesehatan agar bisa mendonorkan darah rutin bagi anak kami serta pasien thalassemia lain yang membutuhkan darah itu secara rutin,” kata Sri menahan keharuan.

Thalassemia disebabkan oleh kelainan genetik yang memengaruhi produksi sel darah merah. Kelainan genetik ini diturunkan dari orang tua dan membuat penderitanya mengalami anemia atau kurang darah.

Efek dari sakit ini adalah cepat lelah, mudah mengantuk, hingga sesak napas. Thalassemia perlu diwaspadai, terutama thalasemia yang berat (mayor), karena dapat menyebabkan komplikasi berupa gagal jantung, pertumbuhan terhambat, gangguan hati, hingga kematian.

Direktur RSUDZA, dr Isra Firmansyah, mengatakan Unit Pelayanan Thalassemia di RSUDZA aktif berfungsi sejak tahun 2012. Semula penderita thalassemia hanya mendapatkan rawatan di tempat pelayanan bagi anak.

Konkretnya masalah thalassemia membuat RSUDZA menyatukan seluruh layanan. Ia mengatakan bahwa penderita thalassemia di Aceh sangatlah tinggi. Angka dari Kementerian Kesehatan pada tahun 2019 menyebutkan jika pasien thalassemia di Aceh berada di atas rata-rata angka nasional bahkan dunia.

Dia menyebutkan ada ratusan pasien thalassemia yang membutuhkan transfusi rutin 1 hingga 4 kantong setiap 2 hingga 4 minggu sekali. “Butuh biaya Rp 300 juta per pasien per tahun,” kata dr Isra.

Dr Isra menambahkan, semula agak sulit mencukupi kebutuhan darah bagi pasien thalassemia. Dalam dua tahun terakhir, berkat gerakan donor darah dari pemerintah Aceh, kelangkaan darah tidak terjadi lagi.

“Pastinya anak-anak kita (penderita thalassemia) dapat tergolong lebih cepat. Berikan darah karena setetes darah kita dapat menyelamatkan mereka,” kata dia.

Pasien thalassemia adalah mereka yang membutuhkan darah rutin, bahkan harus mendapatkan transfusi darah seumur hidup. Secara ilmu pengetahuan penyakit ini memang bisa dihindari, yaitu dengan tidak menikah antar-sesama penderita. Caranya adalah dengan terlebih dahulu melakukan skrining sebelum menikah. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *