Seruan Pj Gubernur Aceh: Kerahkan Semua Upaya Melawan Stunting!
Theacehpost.com | BANDA ACEH – Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki mengajak para pemangku kebijakan lintas sektor untuk secara bersama-sama terlibat pada upaya penurunan stunting yang saat ini sedang digencarkan oleh pemerintah.
“Tidak ada alasan apapun, jarak, akses itu bukan alasan. Segala upaya dan sumber daya harus kita manfaatkan dan berdayakan agar angka stunting di Aceh turun,” tandas Pj Gubernur Aceh dalam sambutannya pada acara Pendampingan Terpadu Percepatan Penurunan Stunting Aceh, di Gedung Serbaguna Setda Aceh, Kamis, 22 September 2022.
“Kepada jajaran SKPA dan SKPK harus mampu menjalin kerja sama yang solid guna menyambut pendampingan ini. Dengan kerja sama ini kita optimis kasus stunting Aceh akan mengalami penurunan secara signifikan dalam dua tahun ke depan,” lanjut Achmad Marzuki.
Achmad Marzuki juga mengingatkan, “Aceh termasuk salah satu wilayah yang memiliki prevalensi stunting tinggi di Indonesia. Oleh karena itu, gerakan penurunan stunting harus kita gencarkan secara masif dengan melibatkan lintas sektor dan lembaga.”

Dikatakannya, acara Pendampingan Terpadu Percepatan Penurunan Stunting Aceh menjadi sangat penting. “Di forum ini kita akan menyatukan persepsi dan mensinergikan program untuk bahu membahu menurunkan angka stunting itu. Pertemuan ini juga merupakan momen awal bagi pemerintah dalam memberikan pendampingan bagi penanganan kasus stunting di sejumlah daerah di Aceh,” kata Pj Gubernur Aceh.
Achmad Marzuki mengimbau seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota yang menjadi sasaran intervensi program ini untuk memberi dukungan penuh bagi upaya pendampingan.
“Terimakasih saya ucapkan kepada Kemenko PMK dan Kementerian Kesehatan yang telah bekerjasama dengan Pemerintah Aceh untuk memberikan pendampingan ini. Semoga memberi hasil yang memuaskan, sehingga generasi muda Aceh tumbuh lebih sehat, lebih cerdas dan punya daya saing tinggi di tingkat nasional dan global,” pungkas Pj Gubernur Aceh.
Seperti diketahui, saat ini stunting merupakan salah satu persoalan serius yang dihadapi Indonesia selama beberapa tahun belakangan. Indonesia termasuk negara yang memiliki angka stunting cukup tinggi di dunia, berkisar 24,4 persen.
Stunting menjadi ancaman, karena tidak semata menyebabkan gangguan pertumbuhan pada anak, tapi juga berdampak pada perkembangan otak si kecil sehingga membuat kecerdasannya menurun dan cenderung mudah terserang penyakit.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah menetapkan penanganan stunting sebagai salah satu program nasional, sebagaimana ditegaskan di dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2021.
Sebagai tindak lanjut dari kebijakan itu, pemerintah melalui Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan akan melakukan pendampingan bagi daerah-daerah yang memiliki angka stunting cukup tinggi.
Rapat dengan Wapres
Sebelumnya, Kamis, 4 Agustus 2022, Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki menyampaikan penguatan penanganan stunting di Aceh tahun 2022-2023 kepada Wakil Presiden (Wapres) RI Ma’ruf Amin dalam Rapat Kerja Percepatan Penurunan Stunting untuk 12 provinsi prioritas di Indonesia.
Pada kesempatan itu, Achmad Marzuki mengatakan, dalam Peraturan Gubernur Aceh Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Stunting Terintegrasi di Aceh disebutkan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pencegahan dan penanganan stunting di Aceh dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tugas, fungsi, dan wewenang masing-masing instansi.
“Permasalahan yang terjadi pada tahun 2017 pravalensi stunting pada balita Aceh dan nasional 35,7 persen. Namun, pada 2018 Aceh mengalami kenaikan 2,2 persen, sedangkan nasional turun 4,9 persen,” sebut Achmad Marzuki.
Sementara itu tambahnya, pada tahun 2021 untuk tingkat nasional terjadi penurunan sebesar 11,3 persen menjadi 24,4 persen. Begitu juga dengan Aceh ikut turun 4,7 persen menjadi 33,2 persen.
Untuk itu, lanjut Pj Gubernur Aceh, perlunya penguatan langkah-langkah yang diambil pada 2022-2023, meliputi gampong atau desa dengan memastikan dana desa yang dialokasikan untuk stunting.
“Lalu menggerakkan Pengurus PKK mulai dari tingkat desa sampai tingkat provinsi. Memastikan tenaga kesehatan, mulai dari bidan desa memantau dan melakukan intervensi terhadap seribu hari pertama kehidupan (HPK) sesuai program kesehatan,” katanya.
Kemudian, memastikan dukungan APBA dan APBK serta memastikan keterlibatan stakeholder sesuai fungsi dan kewenangan.
Maka dalam hal ini, dinilai perlu dukungan pemerintah pusat, yakni integrasi satu data stunting dengan prioritas pada integrasi data di lapangan, termasuk penggunaan referensi data induk yang sama.(adv)