Senang Jiwa

Sulaiman Tripa

SELAMA menjalani isolasi, tayangan yang paling sering saya tonton ketika kurang nafsu makan adalah video-video tentang makanan. Pada saat tertentu, tidak ada keinginan untuk makan. Dengan melihat video, ternyata agak berpengaruh.

banner 72x960

Video itu, paling tidak ada empat bentuk. Pertama, video yang dibawakan mereka yang sangat lahap saat mengunyah sesuatu. Sepertinya tidak diperuntukkan untuk etika (makan). Rasa dan selera benar-benar menggugah kita. Risikonya jika yang dimakan itu bukan makanan yang familiar dengan kita.

Kedua, dalam makan tentu tidak boleh abai terhadap sopan santun. Memangnya ada? Pada corak ini, saya melihat ada yang berusaha untuk menampilkan makanan dengan segala subjeknya, sebagai sesuatu yang bisa diperlihatkan dengan baik kepada orang lain.

Memakan sesuatu tetapi dilakukan dengan penuh tata krama. Tayangan semacam ini, selalu ada pilihan tempat dan waktu yang tepat, walau hanya untuk kebutuhan makan yang sederhana sekali pun.

Ketiga, orang-orang yang tidak peduli ia sedang berada pada tempat apa. Fokus ke makanan, namun tidak peduli apa yang ada di sekelilingnya. Teringatlah seolah makan hanya soal kebutuhan perut. Padahal tidak sesederhana itu. Tempat makanan dimasak, dengan perlakuan yang seharusnya memperhatikan isi hati dari para penontonnya.

Keempat, barangkali Anda pernah melihat ada orang yang makan sesuatu di tempat yang seharusnya bukan untuk tempat makan. Orang bisa saja melakukannya, namun ia telah abai terhadap banyak hal. Ketika kepentingan makanan hanya bertumpu pada makan, beginilah wujudnya.

Saya tidak ingin memperdalam masing-masing dari empat corak itu. Saya hanya ingin memberi bayangan betapa ketika berbicara selera, akan ditentukan oleh corak masing-masing kita. Saya tidak ingin melepaskan kepentingan yang lain, karena selera itu sepertinya juga berkorelasi dengan apa dan bagaimana saya makan.

Pada titik ini, saya kira bisa saja kita berbeda. Seleranya belum tentu berubah pada tempat yang tidak tepat, atau pada waktu yang salah. Makan di tempat jorok, walau di sana terdapat makanan yang enak, sangat tergantung dari bagaimana masing-masing kita membawanya ke perasaan.

Ada orang yang merasa penting tempat yang tepat. Tidak soal tidak semua rasa terpenuhi, namun ia berada di tempat yang menurutnya nyaman. Ada orang yang tidak soal juga berapa harus dikeluarkan, untuk mendapatkan sepiring makanan, asal ia bisa menikmatinya dengan baik. Itulah perbedaan-perbedaan.

Saya kadang-kadang bingung, apakah serumit itu, ketika tubuh dalam kondisi tidak stabil, lalu menjadikan video-video makanan untuk menarik selera? Saya tidak bisa mengukur yang lain. Saya sendiri, dengan video yang tepat, ternyata bisa mempengaruhi.

Apa yang menyebabkan pengaruh itu? Saya kira tidak selamanya benar-benar terkait dengan rasa. Apa yang kita lihat, semacam stimulus yang akan mempengaruhi bagaimana indera perasa itu akan menerima sesuatu yang dalam kondisi tertentu tidak berlangsung dengan baik. Saya kira begitu. Mohon maaf bila keliru. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar

Sudah ditampilkan semua