Sekjend RTA : Pernyataan Nasrul Zaman tentang Pansel Mejelis Akreditasi Dayah Bertendensi Kebencian
Theacehpost.com | Banda Aceh – Pernyataan Nasrul Zaman, aktivis Muhammadiyah Aceh yang mempersoalkan penetapan Panitia Seleksi (Pansel) Majelis Akreditasi Dayah mendapat protes keras dari Rabithah Thaliban Aceh (RTA). Suara protes disampaikan oleh Sekjend RTA, Tgk. Mahlil Al Haitami.
Pernyataan Narsul Zaman yang dimuat di sebuah media online itu dianggap mendiskreditkan para pimpinan Dayah yang di SK kan oleh Plt. Gubernur Aceh untuk menjadi Pansel Majelis Akreditasi Dayah, yaitu Tgk. H. Faisal Ali, Waled Rusli Daud dan Tgk Muhibban M. Hajat.
Sebab, mereka ini merupakan tokoh-tokoh asli dayah dan juga saat ini memimpin dayah masing-masing sehingga dianggap sudah sangat layak menjadi Pansel Majelis Akreditasi Dayah.
“Statemen Nasrul Zaman sangat tidak patut. Cenderung hanya mengedepankan buruk sangka dan kebencian. Kami menilai SK Plt. Gubernur Aceh sudah tepat. Sebab nama-nama tim pansel itu sangat jelas merupakan representasi dayah. Yang paling paham dayah adalah orang dayah sendiri. Bukan orang kampus atau organisasi apapun, “ ujar Sekjend RTA Tgk. Mahlil Al Haitami.
Menurut Tgk. Mahlil, tim pansel itu tidak ada kaitan dengan ormas-ormas tertentu atau dayah tradisional dan terpadu. Sebab yang dibutuhkan adalah representasi dayah karena pansel ini nantinya akan bekerja menyeleksi anggota Majelis Akreditasi Dayah.
Kalau tim pansel bukan dari kalangan pimpinan dayah, maka sudah pasti mereka juga tidak akan mampu menyeleksi anggota majelis yang juga paham tentang dayah. Bagaimana mereka mau menyeleksi jika mereka sendiri tidak paham tentang dayah, kata Tgk Mahlil mempertanyakan.
Perlu diingat oleh saudara Nasrul Zaman, bahwa kelahiran Badan Dayah yang kemudian berubah menjadi Dinas merupakan aspirasi kalangan ulama dayah tradisional di Aceh. Tujuan dilahirkan Badan Dayah saat itu adalah untuk memberdayakan dayah-dayah tradisdional yang sebelumnya tidak diperhatikan oleh pemerintah Aceh. Sementara dayah-dayah terpadu yang memiliki sekolah-sekolah atau madrasah di dalamnya mendapat perhatian dari pemerintah karena ada sekolah dan madrasah. Kendati pun demikian, tentu saja Badan Dayah pun tidak dilahirkan hanya untuk mengurus dayah tradisional saja. Melainkan semua jenis dayah selama memenuhi ketentuan untuk disebut sebagai dayah yang dipahami oleh masyarakat Aceh dan kemudian menjadi Qanun.
Kalau kemudian saudara Nasrul Zaman mengaitkan status ketiga Pansel Majelis Akreditasi Dayah dengan salah satu ormas Islam terbesar di tanah air, yaitu Nahdhatul Ulama (NU), seharusnya ia juga melihat keterkaitan pihak-pihak lain dengan ormas lain misalnya Baitul Mal Aceh yang ketua Dewan Pengawas Syariahnya adalah orang Muhammadiyah. Dan juga satu pun tidak ada dari kalangan pimpinan dayah disitu.
“Tapi itu tidak masalah. Kita orang dayah nggak mempersoalkan itu. Kita paham bahwa sebuah urusan harus diserahkan kepada ahlinya. Kepada yang paham masalah itu. Kan aneh kalau misalnya anggota Pansel Majelis Akreditasi Dayah Aceh adalah dari organisasi yang tidak paham tentang dayah tradisional yang merupakan dominan di Aceh?, “ ujar Tgk Mahlil mempertanyakan.
Oleh sebab itu, lanjut Tgk Mahlil, RTA meminta kepada saudara Nasrul Zaman untuk menjauhi tendensi kebencian dalam masalah ini.
“Sebagai sesama muslim, kita diminta untuk menjaga persatuan dan kesatuan. Menjaga hati agar tidak ada kebencian kepada saudara muslim yang lain, “ pungkas Tgk Mahlil.[]