Satpol PP dan Peningkatan PAD

Mukhsin Rizal SHum MAg MSi. (Foto: Dokpri)

Oleh Mukhsin Rizal S.Hum M.Ag M.Si *)

banner 72x960

SATUAN Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dibentuk berdasarkan Undang – Undang 23 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018. Satpol PP sebagai perangkat daerah memiliki tanggung jawab menegakkan peraturan daerah (Perda), untuk Aceh disebut Qanun.

Sebagai penegak Perda dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada), Satpol PP memiliki fungsi, salah satunya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Kalau di Aceh disebut PAA.

Peningkatan PAD tentunya membutuhkan strategi yang handal dan regulasi tegas, jelas dan konsisten. Agar para polisi pamong praja dalam menegakkan Perda/Qanun dan Perkada dapat menuntaskannya dengan sempurna.

Hal penting lainnya adalah konsistensi para kepala daerah dalam memanfaatkan keberadaan Satpol PP untuk melakukan penegakan terhadap peraturan yang telah ditandatanganinya.

Sejatinya, Satpol PP adalah tangan kanan kepala daerah dalam mewujudkan keinginannya untuk menciptakan ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat, serta penegakan Perda/Qanun dan Perkada.

Tentunya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Satpol PP bersinergi dengan instansi terkait. Hal ini perlu dilakukan agar terwujudnya kenyamanan di dalam masyarakat.

Khusus di Aceh, dalam struktur organisasi Satpol PP dimasukkan Polisi Wilayatul Hisbah (WH). Hal ini karena amanah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).

Peran Polisi Wilayatul Hisbah adalah pengawas dan penegak Perda/Qanun dan Perkada terkait pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Sehingga di Aceh nomenklaturya menjadi Satpol PP dan WH. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 244 UU 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.

Keberadaan Polisi Wilayatul Hisbah tentu menjadi tonggak penegakan syariat Islam dapat berjalan baik. Keikutsertaan masyarakat dan instansi pemerintah tertuang dalam setiap Qanun pelaksanaan syariat Islam dan secara jelas dalam UU Nomor 11 tahun 2006 disebutkan pada pasal 126 ayat 1 disebutkan bahwa, setiap pemeluk agama Islam di Aceh wajib menaati dan mengamalkan syariat Islam.

Kemudian pada ayat kedua disebutkan, setiap orang yang bertempat tinggal atau berada di Aceh wajib menghormati pelaksanaan syariat Islam. Artinya peran serta masyarakat dalam mendukung dan menghormati pelaksanaan syariat Islam hukumnya wajib.

Baik lah, pada kesempatan ini saya tidak akan membahas panjang terkait pelaksanaan syariat Islam dan peran Satpol PP dan WH. Tetapi kita coba melihat peran Satpol PP dan WH dalam meningkatkan pendapatan daerah.

Tugas pokok dan fungsi Satpol PP dan WH dalam penegakan Perda/Qanun dan Perkada. Menilik aturan, Perda dan Perkada harus  dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat, pengguna jasa. Misal, seperti rumah makan, hotel, restoran, pajak IMB, dan lain-lain

Salah satu tugas Satpol PP dan WH adalah menertibkan itu, guna meningkatkan PAD pada masing-masing kabupaten/kota.

Namun demikian, dalam penertiban dan penegakan selalu harus diutamakan upaya-upaya humanis dan persuasif. Karena saat ini framing terhadap Satpol PP dan WH terkesan hanya mengamankan nyak-nyak pedagang kaki lima dengan arogansi, sehingga menimbulkan rasa tidak senang.

Tetapi pada kenyataannya, kalau kita berpikir dan melihat secara menyeluruh tugas Satpol PP dan WH adalah melakukan penertiban umum, menjaga ketentraman dan perlindungan masyarakat, serta mengawasi pelaksanaan syariat Islam.

Notabenenya seluruh tugas tersebut berkaitan langsung dengan pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan tersebut kita pahami kadang berbenturan dengan kepentingan masyarakat lainnya, misalnyam, pedagang menggunakan/memanfaatkan ruas jalan di mana idealnya itu untuk pengendara bermotor atau mobil, sehingga menimbulkan kemacetan.

Alhasil tidak tertib dan teratur lagi penggunaan jalan sebagai fasilitas publik dan akan menimbulkan kemacetan, adu mulut, peluang kecelakaan lalu lintas, dan lain-lain.

Maka untuk mengembalikan fungsi ruas jalan, kadang harus memberikan pemahaman kepada pedagang untuk tidak mengunakan ruas jalan, bahkan kadang sampai pada upaya penegakan penertiban.

Dampak dari penertiban tersebut kadang publik hanya melihat penggalannya saja, sehingga terkesan Polisi PP dan WH tidak punya rasa kemanusiaan dan lain sebagainya.

Padahal kita semua tahu bahwa Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan pekerja di sektor informal yang bergerak dalam peningkatan perekonomian masyarakat bawah. Tetapi dalam pelaksanaannya harus tertata rapi  sehingga terjadinya ketertiban umum.

Dalam hal ini Satpol PP dan WH sebagai aparat yang diberi wewenang untuk menegakkan Perda tentang PKL harus menatanya dengan baik, bijaksana memperhatikan dan mencari cara agar pekerja sektor informal ini tidak kehilangan mata pencaharian, yang dapat menimbulkan pengangguran baru.

Penulis coba menggambarkan hal lain, misalnya kondisi penguasaan aset daerah yang dimanfaatkan secara ilegal. Maka sudah menjadi kewajiban Satpol PP dan WH untuk menertibkannya dan mengembalikan fungsinya sebagai aset.

Secara lebih luas, kita coba melihat tugas dan fungsi Polisi PP dan WH terkait pemasangan baliho iklan. Harus mendapatkan leges dari pemerintah. Dapat dibayangkan, jika semua orang memasang baliho/iklan sesuka hati, maka akan muncul faksi-faksi penilaian yang variatif. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pemantauan dan pengawasan terhadap hal tersebut.

Kerja Satpol PP dan WH adalah bagaimana menjadikan masyarakat lebih tertib, tentram dan nyaman. Intinya, jika ada kinerja Satpol PP dan WH belum sesuai prosedur, sudah selayaknya menyampaikan masukan untuk bahan evaluasi dan penyempurnaan sikap dan pola.

Tetapi hal terpenting yang harus terbangun di dalam kehidupan masyarakat kita adalah, upaya saling menghargai. Karena jika rasa menghargai terhadap profesi orang lain tidak muncul dalam hati nurani, maka yang terjadi adalah kita selalu merasa benar dan terkesan dizalimi, padahal secara tidak sadar kita sedang menzalimi orang lain.

Pengutipan/pembayaran PAD diatur dengan Perda/Qanun. Contohnya, pemerintah kabupaten/kota menarik biaya parkir, maka dibentuk qanun yang mengatur tentang biaya restribusi parkir, dan sudah sepatutnya ada pengawasan terhadap hal tersebut.

Lain lagi, misalkan qanun teknis terkait pertambangan galian c, perikanan, irigasi, kesehatan, produk halal, zakat dan lain sebagainya, muara dari sanksi dan penegakannya terhadap orang/badan usaha yang tidak mengikuti aturan tersebut adalah peningkatan PAD.

Di samping sebagai menegakkan Perda/qanun dan Perkada, menjaga ketertiban umum, ketentraman masyarakat, perlindungan masyarakat serta pengawasan pelaksanaan syariat Islam, Satpol PP dan WH juga merupakan penyeimbang kehidupan bermasyarakat. Karena pada hakikatnya, Satpol PP dan WH adalah masyarkat sipil yang diberi tugas untuk urusan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat (Kibumtranmas).

Wallahualam bissawab. []

*)Penulis adalah Kasubbag Program dan Pelaporan Satpol PP dan WH Aceh

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *