Sambut Peneliti dari Malaysia, Waled Nura: Syariat Islam di Aceh Adalah Model untuk Dunia

Anggota DPR Aceh, Tgk H Rasyidin Ahmad atau Waled Nura, bersama sejumlah anggota lintas instansi menerima kunjungan para peneliti dari Universiti Sultan Azlan Shah (USAS) Malaysia, Senin (20/1/2025). [Foto: Ist]

THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Politisi Partai Adil Sejahtera (PAS) Aceh yang juga Anggota Badan Legislasi (Banleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Tgk H Rasyidin Ahmad atau yang akrab disapa Waled Nura, menyampaikan bahwa pelaksanaan syariat Islam di Aceh terus menjadi rujukan dan model bagi umat Islam di dunia.

banner 72x960

Waled Nura mengatakan, meski penerapan syariat Islam di Aceh masih menghadapi sejumlah tantangan, namun pencapaian yang telah diraih menjadi langkah maju yang patut diapresiasi karena menjadi daya tarik pihak luar melihat dari sisi keunggulannya.

Ungkapan tersebut disampaikan Waled Nura seusai menerima kunjungan dari para akademisi dan peneliti Universiti Sultan Azlan Shah (USAS), Kuala Kangsar, Perak, Malaysia, yang hadir mengkaji ‘perbandingan jenis-jenis kesalahan dan justifikasinya antara Enakmen Jenayah Syariah Perak dan Qanun Jinayat Aceh: analisis keperluan penambaikan’ pada Senin (20/1/2025).

Dalam diskusi tersebut, Akademisi USAS menyampaikan bahwa penerapan hukum jinayah di Perak, Malaysia, masih terbatas pada formulasi maksimal (3,5,6) 3 (tiga) tahun kurungan, denda maksimal 5.000 Ringgit dan 6 (enam) kali cambuk.

Sebaliknya, kata Waled Nura, Qanun Jinayat di Aceh mengatur lebih luas dengan mencakup sepuluh kategori pelanggaran (jarimah) beserta sanksinya (‘uqubat) seperti yang diatur dalam hukum Islam.

Waled Nura menegaskan, Qanun Jinayat di Aceh sebagai bagian dari penerapan syariat Islam telah menunjukkan kemajuan signifikan dibandingkan di wilayah lain, termasuk negeri Perak, Malaysia. Hal demikian, menurutnya, menjadikan Aceh sebagai model dunia dalam penegakan syariat Islam.

“Penerapan syariat Islam di Aceh telah melangkah lebih jauh, menjadikannya model yang dapat diteladani oleh umat Islam di berbagai negara. Namun ini juga menjadi tantangan dan tanggungjawab kita untuk terus memperkuat implementasi syariat Islam agar dapat menjadi kebanggaan dan juga rahmat bagi masyarakat Aceh khususnya,” ujar Waled Nura yang juga Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Kabupaten Pidie.

Pada pertemuan tersebut, hadir Ketua Banleg DPR Aceh, Irfansyah, Musdi Fauzi wakil ketua, bersama anggota Komisi V lainnya, seperti Tgk Anwar Ramli, Munawar, Usman, Hasbiallah, Martini, Syarifah Nurul Calista, Diana dan beberapa pejabat terkait, termasuk Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh serta Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Aceh (Satpol PP dan WH).

Waled Nura menambahkan, penegakan hukum syariat Islam bukan hanya soal menghukum, tetapi juga memberi dampak edukatif dan pencegahan bagi masyarakat.

“Kita berharap Qanun Jinayat ini terus dikembangkan agar memberikan manfaat lebih besar, menciptakan keadilan dan menjadi rahmat bagi semua lapisan masyarakat,” ungkapnya.

Menurut Waled Nura, Qanun Jinayat memiliki sisi positif yang fundamental bagi masyarakat, seperti menciptakan kepastian hukum, mencegah kejahatan, menjaga nilai moral, memberikan efek jera, melindungi hak dan kehormatan individu, serta mewujudkan kemaslahatan umum.

Selain itu, Qanun ini dapat menjadi model penegakan hukum berbasis syariat Islam bagi wilayah lain, sekaligus mendorong partisipasi masyarakat dalam menjaga nilai-nilai agama dan sosial.

Dengan implementasi yang adil dan profesional, Qanun Jinayat diharapkan dapat memperkuat keadilan dan menciptakan lingkungan yang harmonis, bermartabat, dan penuh keberkahan.

Selain itu, Waled Nura berharap pertemuan dengan para peneliti dari Universiti Sultan Azlan Shah Malaysia ini juga diharapkan dapat menghilangkan image atau citra negatif pelaksanaan syariat Islam di Aceh di mata dunia internasional.

Sebagaimana diketahui, Qanun Jinayat di Aceh yang mencakup berbagai kategori jarimah, di antaranya khamar (minuman memabukkan), maisir (perjudian), khalwat (berduaan di tempat tertutup), ikhtilat (bermesraan tanpa ikatan pernikahan), zina, pelecehan seksual, pemerkosaan, qadzaf (menuduh zina tanpa bukti), liwath (hubungan sejenis antara laki-laki), dan musahaqah (hubungan sejenis antara perempuan).

Di akhir pertemuan, Waled Nura menyampaikan harapannya agar Aceh terus menguatkan komitmen dalam penegakan syariat Islam.

Menurutnya, Aceh tidak hanya harus menjadi model secara regulasi syariat Islam seperti Qanun Jinayat ini, tetapi juga harus menjadi teladan dalam mengintegrasikan nilai-nilai syariat ke dalam kehidupan sehari-hari, baik pemerintahan maupun masyarakat Aceh.

“Kita memiliki tugas besar untuk memastikan bahwa pelaksanaan syariat Islam di Aceh bukan hanya simbol, tetapi juga solusi yang membawa kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan bagi masyarakat, serta menjadi panutan bagi umat Islam di dunia,” pungkasnya. (Akhyar)

Baca berita The Aceh Post lainnya di Google News dan saluran WhatsApp

Komentar Facebook