Refleksi May Day 2024, FSPMI Minta Gubernur Aceh Segera Implementasi Qanun Ketenagakerjaan

Sekretaris DPW FSPMI Aceh, Edy Jaswar. [Foto: Istimewa]

THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – May Day atau peringatan hari buruh yang dirayakan setiap tanggal 1 Mei bukanlah sekedar ilusi, melainkan menjadi refleksi bahwa buruh di Aceh masih membutuhkan perhatian serius bagi kemaslahatannya.

banner 72x960

Sekretaris DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Provinsi Aceh, Edy Jaswar mengatakan, peringatan hari buruh ini harus menjadi refleksi bahwa setidaknya kaum buruh membutuhkan tiga jaminan dalam pekerjaannya, yaitu jaminan kerja, jaminan pendapatan dan jaminan sosial.

Edy Jaswar mengatakan, hadirnya Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) yang salah satunya memuat klaster ketenagakerjaan telah memberi dampak yang tidak baik bagi buruh di Indonesia, karena terdapat regulasi yang merugikan buruh.

“Diantaranya adalah maraknya praktik outsourcing (alih daya) dan upah murah. Omnibus Law memberikan keleluasaan bagi perusahaan untuk mempraktikkan outsourcing sehingga pekerja menjadi tidak mendapatkan jaminan kerja,” ujar Edy Jaswar, Banda Aceh, Rabu (1/5/2024).

Edy menambahkan, Omnibus Law juga memuat regulasi tentang upah sehingga buruh kehilangan jaminan upah sesuai dengan kebutuhan upah layak.

Permasalahan lain yang tercipta akibat Omnibus Law, kata dia, terkait dengan union busting (pemberangusan serikat pekerja) di sejumlah perusahaan-perusahaan sehingga serikat pekerja dan pengurus serikat pekerja mendapat tindakan semena-mena dari perusahaan.

“Awal tahun 2024 yang lalu, Pemerintah Aceh telah mengeluarkan Qanun Nomor 1 Tahun 2024 tentang Ketenagakerjaan yang merupakan revisi qanun yang lama, berisikan beberapa aturan baru bagi pekerja/buruh di Aceh. Kehadiran qanun baru ini sangat kita apresiasi dan sudah semestinya terus dikawal agar dapat terimplementasi secara baik bagi buruh di Aceh,” ungkapnya.

Oleh karena itu, dalam momentum May Day ini, FSPMI Aceh dengan menimbang berbagai permasalahan ketenagakerjaan yang masih ada menegaskan, pihaknya menolak UU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang memberi dampak negatif bagi pekerja/buruh di Indonesia.

FSPMI Aceh mendesak pemerintah agar menghapus praktik outsourcing (alih daya) yang merugikan pekerja karena kehilangan kepastian pekerjaan.

Pihaknya juga menolak praktik upah murah sehingga tidak adanya jaminan pendapatan yang sesuai dengan kebutuhan hidup layak pekerja.

FSPMI Aceh meminta Pemerintah Aceh untuk aktif menangani dan menyelesaikan setiap permasalahan ketenagakerjaan di Aceh, termasuk praktik pemberangusan serikat pekerja atau serikat buruh.

Pihaknya juga mendesak Pemerintah Aceh untuk segera mengefektifkan implementasi Qanun Ketenagakerjaan yang baru bagi seluruh pekerja/buruh di Aceh.

“Momentum May Day 2024 menjadi harapan yang baru bagi pekerja/buruh di Indonesia, dengan bergantinya pucuk pimpinan di tingkat nasional maupun di daerah diharapkan dapat memberikan kontribusi yang baik bagi kemaslahatan pekerja/buruh,” pungkasnya. (Akhyar)

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *