Ramadhan Momen Perbaikan Sosial
Oleh: Irwanda M. Jamil,. S.Ag.,
Kabid Dakwah DSI Kota Banda Aceh
Bulan suci Ramadhan 1445 H telah kita jalani. Selain dihadapi dengan penuh rasa syukur karena masih diberikan kesempatan menjalani ibadah di bulan penuh berkah tersebut, juga mesti mendorong diri untuk terus meningkatkan amal ibadah, baik untuk diri sendiri maupun untuk kemaslahatan umat.
Dalam ajaran Islam dapat kita temukan berbagai keutamaan bulan Ramadhan, di antaranya adalah dapat melipatgandakan pahala ibadah, dan membuka ruang sebesar-besarnya untuk dapat mendekatkan diri pada Allah SWT. Tidak terhenti di situ, bulan suci Ramadhan juga tidak sekadar dilihat dari perspektif religi atau spritualitas, tetapi dari dimensi perbaikan sosial juga mendorong agar dampak bulan suci Ramadhan tahun ini memiliki daya efek bagi perbaikan sosial.
Ramadhan sebagai momen perbaikan sosial dapat dimaknai sebagai implementasi berpuasa yang mendorong terjadinya aktivitas-aktivitas kesalehan sosial, sehingga upaya mewarnai sosial dari nilai-nilai ketaqwaan semakin mengakar di masyarakat. Ciri aktivitas sosial yang mengedepankan nilai taqwa dapat mendorong terjadinya stabilitas sosial di mana dapat menekan praktik-praktik yang tidak terpuji atau merugikan masyarakat lainnya.
Sudah menjadi konsekuensi sosial bahwa perilaku buruk akan berpeluang hadir dalam aktivitas bermasyarakat, demikian juga upaya meningkatkan iman atau amal ibadah seseorang dapat berpengaruh pada perbaikan sosial. Artinya, keberadaan orang beriman pada suatu komunitas atau daerah secara tidak langsung dapat menciptakan komunitas atau daerah tertentu mengalami apa yang disebut sebagai kesalehan sosial.
Pada posisi itu, bulan suci Ramadhan ini tidak boleh luput untuk dijadikan momen meningkatkan jumlah orang baik, momen penguatan iman dan ruang berbagi antar masyarakat. Terlebih di bulan suci Ramadhan ini, orang yang berpuasa dianjurkan untuk dapat menjalankan praktik-praktik terpuji seperti misalnya bersedekah, peduli sesama hingga menabur kebaikan dalam segala bentuk kegiatan sosial.
Dalam konteks ini, Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh terus berusaha mendorong agar semangat berbuat baik di ruang masyarakat, bukan saja karena memuliakan bulan suci Ramadhan secara simbolik, tetapi juga untuk keberlanjutan berbuat baik setelah Ramadhan tahun ini meniggalkan kita. Beribadah di bulan suci Ramadhan tidak boleh dianggap sebagai momen musiman atau berbuat baik karena sedang waktunya. Namun demikian, bulan suci Ramadhan mesti dijadikan sebagai bulan ujian untuk menjadi manusia yang lebih bermanfaat dari pada masa-masa sebelumnya. Oleh karena itu, keberkahan bulan Ramadhan tidak boleh lepas begitu saja.
Sebagai umat muslim, terlebih sebagai masyarakat Aceh yang secara adat dan budayanya telah menyatu kuat dalam berbagai aktivitas masyarakat cenderung tidak lepas dari nilai-nilai ketauhidan. Berbagai tradisi atau praktik sosial khas bulan Ramadhan seperti menyediakan buka puasa bagi saudaranya yang menjalani ibadah puasa, atau berbuka puasa bersama di masjid bersama keluarga dan masyarakat.
Dengan pendekatan tradisi bahkan juga ada yang menyebut bahwa melalui syiar juga dapat memperkuat upaya perbaikan sosial. Dominasi masyarakat secara tidak langsung di bulan Ramadhan cenderung berbuat baik, sehingga ketika ada seseorang atau sekelompok orang yang melanggar etika publik di bulan Ramadhan, maka yang melanggar tersebut secara otomatis mendapatkan sanksi sosial.
Sistem sosial keagamaan yang berlaku di Aceh saat ini sungguh berpeluang besar untuk menjadikan Aceh benar-benar mengarah pada apa yang disebut penerapan syariat Islam secara kaffah. Semangat beribadah di bulan suci Ramadhan secara tidak langsung juga menjadi pelenting penguatan penerapan syariat Islam di Aceh berbasis kesadaran sosial.
Dalam konteks ini, sebagai masyarakat Aceh kita berhadap dengan segala upaya berbuat kebaikan di bulan Ramadhan dapat menciptakan suatu kondisi berkelanjutan bagi semangat dan kekuatan Provinsi Aceh dalam mencapai penerapan Islam dari berbagai sektor. Apakah itu dari sektor budaya, pendidikan, ekonomi, politik hingga kesehatan.
Sebagai umat muslim yang terus berupaya meningkatkan imannya melalui praktik ibadah personal dan ibadah yang sifatnya sosial, maka jalan untuk tidal bosan menjadi muslim yang baik dan bermanfaat bagi orang banyak adalah pilihan yang tepat. Dari situ, ada banyak pilihan-pilihan yang tepat yang dapat diterapkan selama bulan Ramadhan ini dalam rangka penguatan sosial. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
Pertama, mengaktifkan program masjid. Pada upaya ini dapat mendorong beberapa wilayah atau dalam bahasa Aceh disebut sebagai gampong (desa). Gampong yang mungkin dulu masjidnya kurang aktif dalam hal merajut kesalehan sosial, maka momentum Ramadhan ini secara tidak langsung telah membuka kesempatan untuk terus merajut ukhuwah islamiyah dengan berbagai kegiatan di mesjid. Apakah itu kegiatannya bersifat buka puasa bersama di masjid, tadarus Al-Quran di masjid, hingga mengumandangkan panggilan sahur dari masjid. Dalam konteks ini, momentum Ramadhan juga dapat menghidupka masjid sebagai stimulus penguatan perbaikan sosial berbasis masjid.
Kedua, memuliakan orang yang berpuasa. Meski terdapat dinamika sosial terkait apakah orang yang berpuasa harus dimuliakan dengan menutup rumah makan, namun demikian hal tersebut sejatinya tidak lepas dari bentuk saling menghargai. Namun yang mesti dipetik dari dinamika sosial tersebut adalah dapat membuka ruang saling menghormati dalam bermasyarakat, juga sebagai cara taktis untuk menciptakan susana sosial agar orang dewasa yang telah memenuhi syarat dapat menunaikan ibadah puasa.
Upaya memuliakan orang berpuasa secara perspektif sosialnya adalah upaya membuka ruang agar setiap muslim mampu meningkatkan rasa kemanusiaannya dan respons sosial terhadap situasi tempat tinggalnya. Sebab ibadah puasa juga tergolong sebagai ibadah yang mengarahkan orang berpuasa untuk peduli manusia di sekitar, mendorong manusia peduli persaudaraan, hingga mendorong manusia sadar tentang tanggung jawab sosialnya ketika saudara seimannya terjerumus dalam dunia maksiat akibat dilanda kehidupan yang miskin dan piatu.
Ketiga, meningkatkan kualitas ibadah. Upaya ini cenderung menjadi kunci. Tanpa meningkatkan kualitas ibadah dengan ditandai melalui sejauh mana keteladanan diri dalam bertaqwa. Kemampuan bertaqwa adalah cerminan sukses atau tidaknya dalam menjalani ibadah puasa. Untuk itu, selama bulan Ramadhan dianjurkan untuk terus belajar terkait sikap-sikap apa saja yang dapat meningkatkan kualitas ibadah puasa. Sehingga ibadah puasa yang dijalani tidak mengarah pada praktik puasanya level orang awam.
Tentu kita tidak ingin dari bulan Ramadhan ke bulan Ramadhan selalu berposisi sebagai golongan berpuasa level orang awam bukan? Atas kesadaran seperti inilah sejatinya bulan Ramadhan tidak dapat dianggap sebagai rutinitas beragama samata, justru bulan Ramadhan adalah bulan ujian peningkatan kualitas penghambaan dihadapan Allah Swt.