Rakan Mualem Minta KIP dan DPR Aceh Tegas Terkait Pelantikan Kepala Daerah Terpilih
THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Ketua Rakan Mualem Aceh, Ahmadi Muhammad Hasan SHum, meminta kepada Semua pihak yang terkait pelantikan khususnya Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh membaca utuh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Hal ini disampaikan karena pada Undang-undang tersebut mengatur tentang pelantikan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/wakil Walikota yang termaktub pada pasal 69 dan pasal 70.
Kemudian, kata dia, di Pasal 73 untuk persoalan teknis diamanatkan untuk diatur dalam Qanun, dan Pemerintah Aceh telah membentuk Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Yang dapat dijadikan sebagai pedoman pelaksanaan Pilkada Di Aceh.
Secara detail, Ahmadi menyebutkan bahwa di dalam Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, sebagai amanah dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Disebutkan pada Pasal 90 ayat (1) Pengesahan pengangkatan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih dilakukan oleh Presiden paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari.
Kemudian di ayat (2) disebutkan bahwa Pengesahan pengangkatan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati atau pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari.
Di Pasal 92 ayat (1) disebutkan Gubernur dan Wakil Gubernur sebelum memangku jabatannya dilantik dan diambil sumpah jabatan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden.
Kemudian di ayat (2) disebutkan Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota sebelum memangku jabatannya, dilantik dan diambil sumpah jabatan oleh Gubernur atas nama Presiden.
Terkait pelaksanaan diatur pada ayat (3) yang menyebutkan Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPRA atau DPRK di hadapan Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh/Ketua Mahkamah Syar’iyah Kabupaten/Kota.
Selanjutnya Qanun juga mengatur tempat pelaksanaan yang diatur dalam ayat (4) dimana berbunyi bahwa Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota dilaksanakan di gedung DPRA/DPRK dalam Rapat Paripurna DPRA atau DPRK yang bersifat istimewa atau di tempat lain yang dipandang layak untuk itu.
Terkait tata cara pelantikan diatur di Pasal 93 yang berbunyi tata cara pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota sesuai dengan peraturan tata tertib DPRA atau DPRK.
“Secara teknis Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, telah diatur secara jelas sehingga KIP Aceh, KIP kabupaten/Kota, DPR Aceh dan DPRK yang telah selesai penetapan dan tidak ada gugatan ke MK sudah dapat dilakukan tahapan untuk pelantikan,” ujar Ahmadi kepada Theacehpost.com, Banda Aceh, Sabtu (4/1/2025).
Ia menambahkan, jika mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2016 yang diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
Terkait pelantikan, di Pasal 23A yang mengatur mengenai ketentuan dalam Peraturan Presiden ini berlaku juga bagi daerah yang bersifat khusus atau istimewa yang diatur dengan Undang-Undang, sepanjang tidak diatur lain dalam Undang-Undang tersendiri.
“Kalimat ‘sepanjang tidak diatur lain dalam undang-undang tersendiri’ harus dapat dipahami oleh KIP dan DPR Aceh secara benar,” ungkapnya.
Selain itu, Ahmadi juga menyebutkan bahwa jika pelantikan tidak berpegang pada Undang-Undang No. 11/2006 tentang Pemerintah Aceh dan Qanun turunannya maka berkemungkinan akan ada permasalahan hukum di kemudian hari.
“Dan ini tidak kita harapkan. Jika terjadi KIP Aceh dan DPR Aceh harus bertanggung jawab,” tegasnya.
Terakhir, Ahmadi berharap kepada seluruh masyarakat Aceh agar senantiasa berdoa agar ke depan Aceh menjadi daerah yang sejuk, damai dan masyarakatnya makmur dan sejahtera di bawah kepemimpinan Muzakir Manaf dan Fadhlullah (Mualem-Dek Fadh) tentunya di bawah bimbingan Presiden Prabowo Subianto. (Akhyar)
Baca berita The Aceh Post lainnya di Google News dan saluran WhatsApp