Protes terhadap Presiden Prancis Kian Meluas
Theacehpost.com | BANDA ACEH – Protes terhadap Prancis kian terus berlanjut, meskipun ada upaya dari Presiden Prancis, Emmanuel Macron meredakan kontroversi mengenai hak untuk menerbitkan kartun Nabi Muhammad SAW.
Reaksi terhadap wawancara Macron kepada layanan televisi Al Jazeera pun beragam. Macron mengatakan, dia mengerti mengapa Muslim di seluruh dunia tersinggung oleh kartun yang menargetkan Nabi.
Akan tetapi dia menegaskan bahwa Prancis tidak akan pernah meninggalkan hak kebebasan berekspresi, dilansir dari laman RFI pada Selasa 3 November 2020.
Namun tidak banyak orang yang setuju akan hal itu. Di Bangladesh, sekitar 50 ribu orang memprotes dan menyerukan pemboikotan produk Prancis, sementara di Indonesia, 2.000 Muslim berbaris ke Kedutaan Besar Prancis yang dijaga ketat di ibu kota pada Senin kemarin.
Pihak berwenang memblokir jalan-jalan menuju kedutaan tempat lebih dari 1.000 polisi dan tentara dikerahkan di dalam, dan di sekitar gedung yang dibarikade dengan kawat.
Para pengunjuk rasa meneriakkan “God is Great” dan “Boikot produk Prancis” saat mereka berbaris. Protes yang lebih kecil juga terjadi di kota-kota Indonesia lainnya, termasuk di Surabaya, Makassar, Medan, dan Bandung.
Pada Sabtu, 31 Oktober 2020, Presiden Indonesia, Joko Widodo mengutuk keras serangan teroris di Paris dan Nice serta pernyataan Macron yang dianggap ofensif terhadap Islam dan Muslim.
Sementara itu, di India, rumah bagi populasi Muslim terbesar kedua di dunia setelah Indonesia, anggota komunitas Muslim turun ke jalan dalam demonstrasi di Mumbai, Bhopal, Aligarh, Hyderabad, ibu kota Kashmir Srinagar dan di kota tua Vadodara di Gujarat. Protes dijalankan terkait Macron yang membenarkan kartun Nabi Muhammad, seperti yang terlihat di surat kabar mingguan Charlie Hebdo.
Selanjutnya di Pakistan, Perdana Menterinya, Imran Khan mengecam pernyataan Macron tentang karikatur yang menghujat, dan menyebutnya sebagai dorongan Islamofobia. Dia juga menulis surat kepada kepala Facebook, Mark Zuckerberg yang meminta pelarangan konten Islamofobia, serupa dengan tindakan situs web terhadap penyangkal Holocaust.
Satu hari kemudian, Kementerian Luar Negeri Pakistan pada Senin memanggil duta besar Prancis di Islamabad dan mengeluhkan tentang komentar Macron.
“Benih kebencian yang ditanam hari ini akan mempolarisasi masyarakat dan memiliki konsekuensi serius,” kata Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mehmood Qureshi dalam sebuah pernyataan.
Di samping itu, Kepala kehakiman Iran, Ibrahim Raesi mengatakan pernyataan anti-Islam Macron merupakan tindakan tidak bijaksana, yang lebih buruk daripada menyerang gereja. Hal ini telah menimbulkan konsekuensi yang mengerikan seperti serangan baru-baru ini di gereja Nice.
Raeisi melanjutkan, bahwa Islamofobia di kalangan penguasa Barat merupakan hasil dari penyebaran Islam di kalangan pemuda Barat.
“Muslim adalah korban utama dari ‘kultus kebencian’ diberdayakan oleh rezim kolonial dan diekspor oleh klien mereka sendiri. Menghina 1,9 miliar Muslim dan kesucian mereka karena kejahatan menjijikkan yang dilakukan para ekstremis adalah penyalahgunaan kebebasan berbicara yang oportunistik. Itu hanya menyulut ekstremisme,” sebut Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif menulis di Twitter.
“Bahwa pernyataan tidak bertanggung jawab terbaru atas Islam dan Muslim, yang diucapkan oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron akan semakin menyebarkan budaya kebencian di antara orang-orang karena mereka tidak melayani hubungan yang kuat antara orang-orang Islam dan orang-orang Prancis yang ramah,” sebut Kantor Pers Saudi mengutip Sekretaris Jenderal Dewan Kerjasama Teluk Dr. Nayef Falah M. Al-Hajraf.
Negara mayoritas Muslim lainnya yang menyerukan boikot produk Prancis termasuk di antaranya, Qatar, Kuwait, Aljazair, Sudan, Palestina, dan Maroko.
Turki juga mengutuk sikap Macron terhadap Muslim dan Islam. Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan mengatakan, pemimpin Prancis itu membutuhkan pemeriksaan kesehatan mental.