Potensi Sport Tourism Aceh di Tengah Diskursus Pakaian Olahraga
THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Sport tourism atau pariwisata olahraga sedang menjadi tren populer di kalangan masyarakat. Berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta, sedang berupaya untuk mengembangkan sektor tersebut.
Aceh memiliki potensi besar untuk menjadi destinasi wisata olahraga favorit, baik melalui event olahraga berkelas maupun wisata alam yang dipadukan dengan olahraga.
Provinsi di ujung barat Pulau Sumatera ini dikenal dengan kekayaan alam dan warisan budayanya, keindahan garis pantai yang memukau, pegunungan yang menantang, serta danau-danau yang tenang menawarkan lanskap ideal untuk berbagai aktivitas fisik dan kompetisi.
Potensi ini semakin menguat pasca suksesnya Aceh menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI pada tahun 2024. Infrastruktur olahraga yang telah dibangun dan ditingkatkan menjadi modal berharga untuk menarik giat berbagai event olahraga skala nasional maupun internasional.
Sejumlah inisiatif sport tourism di bidang fun run atau lomba lari yang bersifat rekreasional bahkan telah menunjukkan geliatnya di Aceh, seperti FKIJK Aceh Run 2025 yang sukses digelar hari ini, Minggu (11/5/2025), di Kota Banda Aceh menjadi bukti nyata potensi tersebut.
Ratusan peserta datang tidak hanya berlomba tetapi juga menikmati keindahan kota dan mengenal lebih dekat dengan sejarah tsunami Aceh.
Namun, di tengah optimisme pengembangan sport tourism, muncul diskursus menarik terkait etika berpakaian olahraga, khususnya mengenai penggunaan celana pendek di ruang publik.
Aceh, dengan penerapan nilai-nilai Islam dan norma budaya yang kuat, memiliki pandangan tersendiri mengenai kesopanan berpakaian.
Penggunaan celana pendek saat berolahraga, terutama bagi kaum pria, memunculkan diskusi di kalangan masyarakat.
Sebagian berpendapat bahwa hal tersebut kurang sesuai dengan norma kesopanan dan batasan aurat yang dianut. Sementara itu, kalangan olahragawan menekankan pada kenyamanan dan performa saat beraktivitas fisik.
Pemerintah daerah, tokoh agama, dan komunitas olahraga di Aceh menyadari pentingnya mencari titik temu yang bijaksana terkait isu ini.
Sosialisasi dan edukasi mengenai batasan-batasan yang berlaku serta promosi alternatif pakaian olahraga yang lebih tertutup namun tetap fungsional menjadi salah satu solusi yang patut untuk dipertimbangkan.
Menjaga Keseimbangan
Ketua Komisi C Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh, Tgk H Umar Rafsanjani Lc MA, menyampaikan pandangannya terhadap fenomena sport tourism yang kian populer di kalangan masyarakat.
Menurut Abi Umar, sapaan akrabnya, olahraga seperti fun run atau lomba lari yang bersifat rekreasional merupakan kegiatan positif yang patut diapresiasi. Ini menandakan adanya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesehatan fisik.
“Dalam Islam, menjaga kesehatan adalah bagian dari amanah terhadap tubuh yang diberikan oleh Allah Swt. Bahkan, Nabi Muhammad Saw menyampaikan bahwa mukmin yang kuat lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah,” ujar Abi Umar kepada Theacehpost.com, Banda Aceh, Minggu (11/5/2025).
Oleh karena itu, kata dia, Aceh sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam tidak pernah dan tidak akan pernah alergi terhadap olahraga. Justru sebaliknya, olahraga adalah bagian dari gaya hidup sehat yang didukung dalam Islam.

Dalam konteks nilai-nilai Islam yang berlaku di Aceh, Abi Umar menjelaskan, aurat pria adalah antara pusar hingga lutut. Maka, penggunaan celana pendek yang memperlihatkan bagian paha jelas bertentangan dengan nilai-nilai syariat.
“Apalagi di Aceh, dimana penerapan Qanun Syariat Islam menjadi landasan hukum formal dan kultural. Oleh karena itu, umat muslim, khususnya kalangan pria, perlu menyikapi hal ini dengan bijaksana dan dewasa. Kita masih bisa tetap berolahraga dengan menggunakan pakaian yang menutup aurat tanpa harus mengorbankan kenyamanan,” jelas Abi Umar yang juga Pembina Laskar Aswaja Aceh.
Menurutnya, teknologi pakaian olahraga sekarang ini sudah sangat maju. Celana training longgar, celana panjang berbahan ringan, atau legging sport bisa menjadi alternatif yang tetap nyaman dan sesuai syariat untuk berolahraga.
Lebih lanjut, Abi Umar menegaskan, Aceh memiliki karakteristik khusus sebagai daerah yang menjadikan nilai-nilai Islam sebagai ruh dalam segala aktivitas kehidupan. Oleh karenanya, berpakaian saat olahraga di ruang publik tetap harus menjaga aurat, kesopanan, dan tidak mengundang pandangan negatif.
“Ini tidak berarti membatasi, tetapi justru memperindah. Olahraga bisa tetap jalan, syariat tetap tegak. Jika bisa tampil lebih rapi, sopan, dan Islami, mengapa harus meniru tren global yang kadang tidak sesuai dengan nilai kita? Di sinilah peran kearifan lokal, memadukan semangat modern dengan identitas keislaman yang kuat,” jelas Abi Umar yang yang juga Pimpinan Dayah Mini Banda Aceh.
Sebagai kesimpulan, Abi Umar menyampaikan nasihat bahwa olahraga adalah kebutuhan dan Islam mendorong umatnya untuk tetap kuat dan sehat. Namun, dalam menjalankannya tetap wajib menjaga identitas dan aturan yang telah digariskan, terutama di Provinsi Aceh yang sudah memiliki regulasi resmi.
“Jika ada cara yang lebih baik, lebih rapi, lebih sopan, dan sesuai syariat, maka itulah yang seharusnya diambil,” pungkasnya. (Akhyar)
Baca berita lainnya di Google News dan saluran WhatsApp