Politik Uang: Mengundang Laknat Dunia-Akhirat
*Oleh: Tgk. Alwy Akbar Al Khalidi, SH, MH
Theacehpost.com – Politik uang telah menjadi masalah serius dalam pemilu di Indonesia dan dikritik karena melemahkan demokrasi dan integritas pemilu. Dalam Islam, praktik ini dilarang karena dianggap Risywah (penyuapan).
Istilah politik uang mengacu pada praktik yang dilakukan oleh para aktor dan tim sukses pemilu, baik resmi maupun tidak resmi, untuk membeli suara pemilih, seringkali sebelum memberikan suara. Dalam politik uang, pemilih kehilangan otonomi untuk memilih calon pejabat publik melalui pertimbangan rasional (seperti rekam jejak, kinerja, rencana, dan janji kampanye) karena mereka memilih calon hanya karena dibayar.
Buku “Politik Uang di Indonesia: Patronase dan Klientelisme pada Pemilu Legislatif 2014” mengemukakan bahwa jual beli suara merupakan praktik sistematis yang melibatkan daftar pemilih yang kompleks dengan tujuan memperoleh jumlah suara yang ditargetkan dalam jumlah besar. Disebut sistemik karena memerlukan mobilisasi tim secara besar-besaran untuk mengumpulkan data dan mendistribusikan ribuan amplop, serta melakukan perang gerilya untuk memastikan penerima benar-benar memilih pihak yang memberikan amplop.
Kita perlu menyadari bahwa pendekatan ini dapat merugikan demokrasi karena menghilangkan kebebasan memilih di kalangan pemilih dan mendorong penyalahgunaan kekuasaan. Selain itu, praktik ini juga mendorong terjadinya korupsi karena biaya politik yang tinggi. Pasalnya, peserta pemilu atau pilkada mendatang harus merogoh kocek ratusan hingga ratusan miliar untuk bisa menang. Biaya ini dapat digunakan untuk membiayai kampanye, iklan, dan menyuap pemilih untuk mendapatkan suara mereka.
Untuk membayar biaya politik yang tinggi, para calon elektoral atau pemilukada yang melakukan politik uang kerap melakukan tindakan korupsi setelah terpilih. Logika sederhananya, seseorang yang mengeluarkan uang awal dalam jumlah besar pasti menginginkan uangnya kembali. Karena upah rendah, solusinya adalah korupsi. Korupsi dapat dilakukan melalui penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan untuk kepentingan pribadi.
Dapat dipahami bahwa semua jenis korupsi merupakan turunan dari politik uang. Oleh karena itu, mustahil pemberantasan korupsi di Indonesia bisa tuntas jika politik uang sebagai akar penyebab korupsi tidak bisa diatasi.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) mengatur larangan politik uang. Pasal 523 Ayat 1 Ayat 2 Ayat 3 dan Pasal 515 UU Pemilu mengatur bahwa; barangsiapa dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau barang lain kepada pemilih pada waktu memberikan suara dalam rangka untuk tidak menggunakan haknya untuk memilih atau memilih suatu pemilu tertentu. peserta atau menggunakan hak pilihnya. Hak memilih yang mengakibatkan suatu suara tidak sah diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Sementara itu, dalam Islam, praktik politik uang adalah haram. Sebab, amalan tersebut termasuk dalam kategori risywah, yaitu memberikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud agar orang tersebut melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Dalam hadis Rasulullah bersabda;
عن عبد الله بن عمرو قال لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ
Artinya; “Dari Abdullah bin Amr, ia berkata bahwa Rasulullah saw melaknat orang yang melakukan penyuapan dan yang menerima suap.” [HR Tirmidzi dan Abu Dawud]
Ulama Tafsir Indonesia Prof. Dr. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa salah satu hal yang haram dan sering dilakukan dalam masyarakat adalah suap atau suap. Pelaku suap menurunkan keinginannya kepada penguasa untuk mengambil keputusan, namun secara sembunyi-sembunyi dan dengan tujuan memperoleh sesuatu secara melawan hukum.
Politik uang juga pernah dibahas pada Munas Alim Ulama 2012 dan Munas Nahdlatul Ulama. Politik uang itu Haram, jadi masyarakat harus menjauhinya.
Dalam konferensi besar tersebut, para Tokoh Alim Ulama mengajak semua pihak untuk bersama-sama memerangi suap dan politik uang guna mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bermartabat. Juga menghimbau seluruh lapisan masyarakat mempunyai kewajiban untuk menahan diri dan tidak ikut serta dalam praktik hal-hal tersebut.
Dari penjelasan di atas jelas bahwa Money Politic adalah tindakan yang bertentangan dengan hukum dan syari’at Islam, dan jika tindakan tersebut terbukti, maka pelanggarnya dapat dikenakan denda atau tuntutan berat dalam negara, dan dosa besar dalam Agama.
Kami berharap masyarakat menjadi pemilih yang bijak dan kompeten agar tidak menjatuhkan pilihannya kepada para penyuap yang jelas melanggar hukum dan syariat Islam serta membawa laknat di dunia dan akhirat.[]
*) Penulis adalah pimpinan Ma’had Manzilul Qur’an Al Akbar, anggota MPP PAS Aceh.