PN Jakpus Perintahkan KPU Tunda Pemilu, Mahfud MD: Kita Harus Lawan Vonis Ini!

Mahfud MD. (Foto: Instagram Mahfud MD).

Theacehpost.com | JAKARTA – Mahfud MD menilai putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat untuk menunda Pemilu ke tahun 2025 merupakan sensasi yang berlebihan. Menkopolhukan RI ini berujar bahwa vonis PN Jakpus tersebut bisa memancing kontroversi dan mengganggu stabilitas keamanan nasional.

banner 72x960

“Masak, KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dalam perkara perdata oleh PN. Bahwa vonis itu salah, logikanya sederhana, mudah dipatahkan tapi vonis ini bisa memancing kontroversi yang bisa mengganggu konsentrasi. Bisa saja nanti ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar,” tulis Mahfud dalam akun instagram seperti dilihat Theacehpost.com, Jumat 3 Maret 2023.

Mahfud bahkan menyarankan KPU untuk naik banding melawan secara habis-habisan secara hukum.

“Kalau secara logika hukum pastilah KPU menang. Mengapa? Karena PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut,” jelas Mahfud.

Mantan Mahkama Konstitusi ini memberikan beberapa alasan hukum terkait putusan PN Jakpus yang dianggap kontroversial tersebut.

Mahfud menerangkan, sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum.

“Kompetensi atas sengketa Pemilu bukan di Pengadilan Negeri. Sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses admintrasi yang memutus harus Bawaslu tapi jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN,” sebut Mahfud.

Sebelumnya,  soal perintah penundaan pemilu dari PN Jakpus ini berawal dari gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima). PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). PN Jakpus pun menghukum KPU untuk menunda Pemilu hingga Juli 2025.

Sedianya, tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan sejak pertengahan Juni tahun lalu. Pemungutan suara dijadwalkan serentak digelar pada 14 Februari 2024

“Nah Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara. Adapun jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK). Itu pakemnya,” tegas Mahfud.

“Tak ada kompetensinya Pengadilan Umum. Perbuatan Melawan Hukum secara perdata tak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu,” timpal Mahfud.

Alasan lain yang dikemukakan Mahfud ialah hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh PN sebagai kasus perdata. Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN.

Menurut Undang-Undang penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia.

Mahfud memberikan contoh, di daerah yang sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tak bisa dilakukan. Itu pun bukan berdasar vonis pengadilan tetapi menjadi wewenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu.

“Menurut saya, vonis PN tersebut tak bisa dimintakan eksekusi. Harus dilawan secara hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekuasi. Mengapa? Karena hak melakukan Pemilu itu bukan hak perdata KPU,” ujar Mahfud.

Penundaan pemilu, menurut Mahfud, bukan hanya bertententang dengan UU tetapi juga bertentangan dengan konstitusi yang telah menetapkan pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali.

“Kita harus melawan secara hukum vonis ini. Ini soal mudah, tetapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul,” tutupnya.[]

Baca juga:

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *