Peringati May Day, Ratusan Buruh Desak Pemerintah Aceh Jalankan Qanun Ketenagakerjaan
THEACEHPOST.COM | Banda Aceh — Dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional (May Day), ratusan buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Aceh (ABA) menggelar aksi damai di Taman Bustanussalatin, Banda Aceh, Kamis (1/5/2025).
Ketua ABA, Saiful Mar, menyampaikan bahwa buruh masih menjadi kelompok yang rentan terhadap eksploitasi, pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, serta sistem kontrak yang tidak menentu.
“Kami mendesak Pemerintah Aceh untuk menjalankan Qanun Ketenagakerjaan Aceh dan perubahan Qanun Nomor 1 Tahun 2024 secara maksimal. Pemerintah juga harus menindak tegas perusahaan yang melanggar aturan,” ujarnya.
Ia menambahkan, beban kerja yang tinggi dan kontribusi besar para buruh harus dibarengi dengan kesejahteraan yang layak, termasuk jaminan sosial menyeluruh bagi pekerja informal.
Saiful juga menyoroti Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023 yang, menurutnya, membuka celah bagi PHK massal, upah murah, sistem alih daya yang eksploitatif, serta melemahnya perlindungan pekerja.
“Alih-alih membuka lapangan kerja dan menyejahterakan rakyat, UU Cipta Kerja justru melegalkan ketimpangan dan perampasan hak-hak buruh,” katanya.
Ia turut mengkritik lemahnya pengawasan ketenagakerjaan yang menyebabkan maraknya mutasi sepihak, PHK tanpa alasan jelas, serta kecelakaan kerja yang terus berulang.
Dalam aksinya, para buruh juga menuntut pembentukan Satuan Tugas (Satgas) PHK, jaminan ketersediaan lapangan kerja di Aceh, serta penetapan upah layak di sektor formal dan informal.
Mereka juga mendesak negara menjamin kebebasan berserikat di setiap perusahaan dan menghentikan praktik-praktik yang menghambat kebebasan tersebut.
“Kalau buruh belum hidup layak dan haknya belum terpenuhi, maka jangan bermimpi Aceh bisa berkembang,” tegasnya.
ABA juga menekankan pentingnya penetapan upah minimum yang adil, baik di sektor swasta maupun pemerintah daerah, berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL) yang ditinjau secara berkala.
“Buruh tetap menolak UU Cipta Kerja dan mendesak DPR RI segera menyusun Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru secara partisipatif, melibatkan semua elemen buruh di Indonesia,” pungkasnya.