Peran Nudge Theory dalam Akselerasi Digitalisasi Transaksi Keuangan di Aceh
Oleh: I Nyoman Enri Suryanata Sulendra, Kepala Seksi Pembinaan Pelaksanaan Anggaran I-A, Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Aceh
Transormasi uang sebagai alat pembayaran yang sah memegang peranan penting dalam menggerakan perekonomian di era digital. Banda Aceh sebagai salah satu kota besar di kawasan Sumatra, melalui pemerintah, perbankan dan pelaku ekonomi lainnya tidak mau ketinggalan dengan terus berupaya melakukan akselerasi digitalisasi transaksi keuangan. Salah satu upaya yang mulai membuahkan hasil adalah dengan implementasi Nudge Theory.
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Richard Thaler, seorang profesor pada Chicago Booth Business School yang kemudian mendapatkan penghargaan Nobel di bbidang ekonomi pada tahun 2017. Teori Nudge oleh Prof. Thaler telah mengeksplorasi bagaimana psikologi manusia dapat dipengaruhi dengan dorongan halus untuk menghasilkan suatu keputusan ekonomi.
Nudge secara harfiah berarti dorongan-dorongan/intervensi halus yang didesain untuk mempengaruhi pilihan yang dibuat manusia, namun tanpa menghilangkan kebebasan manusia untuk memilih. Agar bisa dianggap sebagai Nudge (dorongan) maka sebuah intervensi terhadap pilihan harus memenuhi unsur kemudahan serta tanpa ada konsekuensi timbulnya biaya tambahan jika tidak dipatuhi.
Tidak hanya di bidang Ekonomi, Nudge juga telah diimplementasikan di berbagai negara dan di berbagai aspek kehidupan. DI Belanda, terjadi efisiensi biaya kebersihan bandara melaui penerapan Nudge dengan menempelkan stiker lebah atau lalat pada bagian tengah bawah urinoir pada toilet pria. Para pengguna urinoir mengincar stiker tersebut sehingga sangat signifikan mengurangi kekotoran lantai saat buang air kecil.
Di Inggris, pemerintah setempat berusaha menanggulangi sampah puntung rokok dengan menempatkan dua tempat sampah khusus puntung rokok yang transparan secara berdampingan yang masing-masing diberikan label Messi dan Ronaldo. Hal ini mendorong perokok membuang puntung rokoknya pada salah satu tempat sampah tersebut untuk menunjukkan pilihan mereka pada salhsatu dari mega bintang sepakbola tersebut. Hasilnya sangat signifikan meningkatkan kebersihan dari sampah puntung rokok di daerah tersebut.
Di Aceh, pemerintah bersama perbankan dan pelaku ekonomi berada pada kapal yang sama, untuk mendorong digitalisasi transaksi keuangan di Aceh dengan mengimplementasikan Nudge Theory. Proses ini sangat penting dalam penerapan suatu kebijakan baru. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mendorong transaksi jual beli dengan menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Serangkain promosi dan edukasi dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh dan perbankan untuk meningkatkan jumlah merchant yang menyediakan metode pembayaran QRIS. Pemberian penghargaan, bonus dan cashback menjadi startegi yang umum dilakukan.
Nudge tersebut di atas tampaknya berhasil dan disambut baik oleh pelaku usaha di Aceh. Sadar akan manfaat positif yang diperoleh, para pelaku usaha juga baik secara sadar maupun tidak sadar melakukan nudge terhadap para pelanggan agar menggunakan fasilitas QRIS dalam bertransaksi.
Adapun yang dilakukan antara lain menempatkan QRIS di kasir, pada bagian yang mudah dilihat dan dalam ukuran yang besar. Bahkan upaya lebih massive lagi mulai dilakukanoleh beberapa warung kopi dengan menempelkan QRIS pada setiap sedut meja pelanggan. Dengan demikian pelanggan akan sangat dimudahkan dalam proses pembayaran, tanpa harus mengantri ke kasir. Pemasangan QRIS tersebut memberikan pilihan kepada pelanggan untuk memilih metode pembayaran tanpa paksaan. Namundengan kemudahan yang dirasakan, pelanggan mulai beralih pada QRIS.
Serangkain Nudge di atas telah secara signifikan mendorong peningkatan jumlah transaksi dan merchant yang mengimplementasikan QRIS, karena awareness dan demand masyarakat Aceh untuk melakukan digitally contactless payment semakin tinggi. Laporan Perekonomian Provinsi Aceh triwulan I 2024 yang diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh menunjukkan bahwa hingga triwulan I 2024, terdapat 146.931 merchant yang telah mengimplementasikan QRIS, tumbuh 36,8% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2023 sebesar 107.432 merchant. Jumlah ini meningkat 5,48% (qtq) dari posisi triwulan sebelumnya sebanyak 140.845 merchant.
Berdasarkan klasifikasi usaha yang telah mengimplementasikan QRIS, share terbesar dimiliki oleh usaha mikro (UMI) sebanyak 107.674 merchant (72,18%). Hal ini terlihat jelas pada semakin banyaknya warung kopi yang menyediakan metode pembayaran QRIS di Aceh. Demikian juga dengan setiap event pesta rakyat seperti Pekan Kebudayaan Aceh dan bazar-bazar, UMI serta Unit Usaha Kecil dan Menengah hampir seluruhnya menyediakan QRIS. Sementara dari sisi jumlah pengguna, hingga triwulan I 2024 telah terdapat 549.101 pengguna atau bertambah sebanyak 35.683 dari triwulan sebelumnya. Sedangkan Dari sisi volume transaksi, pada triwulan I 2024 telah terdapat 3,17 Juta transaksi dengan nominal transaksi mencapai Rp382,46 miliar.
Pemerintah melalui Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) juga mendorong dari sisi transaksi Government Spending, salah satunya melalui implementasi Kartu Kredit Pemerintah (KKP). Memahami akan pentingnya recognition di kalangan stakeholder, Kanwil DJPb bersama KPPN secara rutin melakukan nudge dengan memberikan penghargaan dan apresiasi atas capaian penggunaan KKP dalam transaksi operasioanl kantor dan perjalanan dinas. Hal ini mampu mendorong satker untuk semakin mengoptimalkan pembayaran transaksi belanja kementerian/lembaga (KL) secara digital menggunakan KKP.
Pada triwulan I 2024, belanja KL menggunakan KKP telah mencapai Rp2,67 miliar, tumbuh Rp1,11 miliar (71,70% yoy) jika dibandingkan triwulan I 2023 yang sebesar Rp1,55 miliar. Secara Tahunan, transaksi KKP tahun 2023 mencapai Rp13,83 miliar, meningkat sebesar Rp9,83 miliar atau tumbuh sangat signifikan hinnga 245,53% yoy dibandingkan capaian tahun 2022.
Dengan meningkatnya transaksi pemerintah baik pada konsumsi masyarakat umum maupun Government spending, diharapkan akan membawa manfaat positif untuk perekonomian aceh, antara lain (1) mendorong desentralisasi ekonomi di Aceh, sebagai salah satu upaya untuk mengarungi disparitas kesejahteraan hulu dan hilir, (2) mengurangi risiko mark up harga, kecurangan dan tindak kejahatan, (3) meminimalisir risiko ketiadaan uang kembalian saat berbelanja, serta (4) menjaga kualitas uang yang beredar di masyarakat (clean money policy and fresh for circulation).