Pentingnya Komunikasi dan Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Tsunami

Dari kiri ke kanan: Kepala BMKG Prof Ir Dwikorita Karnawati, Anggota Komite Saintifik Program Tsunami Dekade Kelautan PBB Harkunti Pertiwi Rahayu, Asisten Direktur Jenderal UNESCO Vidar Helgesen, Direktur UNESCO Jakarta Maki Katsuno Hayashikawa. [Foto: The Aceh Post/Akhyar]

THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Anggota Komite Saintifik Program Tsunami Dekade Kelautan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Harkunti Pertiwi Rahayu, mengungkapkan pentingnya komunikasi yang efektif dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami.

banner 72x960

“Agar masyarakat tidak panik saat bencana datang, perlu ada pemahaman yang mendalam tentang cara merespons situasi tersebut. Ini yang paling penting untuk kita jelaskan,” ujarnya dalam konferensi pers usai membuka kegiatan 2nd Global Tsunami Symposium di Balee Meuseuraya Aceh (BMA), Banda Aceh, Senin (11/11/2024).

Harkunti mengatakan, tantangan yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal PBB, yang menargetkan agar pada tahun 2030, 100 persen masyarakat yang terpapar risiko tsunami siap dan tanggap terhadap bencana tersebut.

“Berbagai program, seperti Program Tsunami Ready Community dan SANA (Sistem Peringatan Dini Bencana Tsunami), akan diimplementasikan di setiap negara untuk mencapai tujuan tersebut,” jelasnya.

Menurut Harkunti, pertemuan ini bertujuan mengingatkan masyarakat akan pentingnya kesiapsiagaan. “20 tahun adalah waktu lama, masyarakat sering terbuai dan lupa karena tidak ada kejadian. Kita perlu menggugah kembali kesadaran mereka,” ujarnya.

Dia juga menekankan pentingnya evaluasi terhadap investasi yang telah dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk NGO, pemerintah daerah, akademisi, dan media.

“Masyarakat perlu diingatkan kembali apakah mereka sudah siap menghadapi tsunami,” tambahnya.

Senada dengan itu, Asisten Direktur Jenderal UNESCO, Vidar Helgesen, menyarankan agar semua elemen di Indonesia mulai mempersiapkan peringatan dini dan yang lebih penting adalah membangun kesiapsiagaan masyarakat.

“Kolaborasi antara pemerintah, termasuk penyediaan peralatan oleh BMKG dan BNPB, serta respon dari pemerintah daerah dan masyarakat sangat diperlukan,” jelasnya.

Helgesen juga menekankan perlunya membangun peran masyarakat dalam merespons Tsunami Non-Seismik sebagai bagian dari kesiapsiagaan terhadap peringatan yang diberikan oleh pemerintah.

Sementara itu, Direktur UNESCO Jakarta, Maki Katsuno Hayashikawa, mengatakan, pihaknya berfokus pada pendidikan generasi muda yang belum mengalami tsunami 20 tahun lalu.

“Dengan memberikan edukasi tidak hanya tentang tsunami, tetapi juga bencana lainnya, agar mereka lebih siap dan tangguh menghadapi bencana di masa depan,” demikian kata Maki Katsuno. (Ningsih)

Baca berita The Aceh Post lainnya di Google News dan saluran WhatsApp

Komentar Facebook