Penghentian Pemeriksaan Etik karena Laporan Dicabut, DKPP Diminta Konsisten Tegakkan Kode Etik Pemilu

Pemerhati kepemiluan dan aktivis demokrasi, Muhammad Rajief. [Foto: Dok Ist]

THEACEHPOST.COM | Bireuen – Keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menghentikan proses pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pilkada di Kabupaten Bireuen, Aceh, menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan. Salah satunya datang dari pemerhati kepemiluan dan aktivis demokrasi, Muhammad Rajief.

Rajief menjelaskan bahwa dirinya pernah melaporkan dugaan pelanggaran kode etik oleh penyelenggara Pilkada di Kabupaten Bireuen kepada Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) setempat. Laporan tersebut kemudian diteruskan oleh Panwaslih Bireuen ke DKPP sebagai pelapor resmi.

banner 72x960

Namun, dalam proses berjalan, Panwaslih mencabut laporan tersebut. Berdasarkan pencabutan itu, DKPP memutuskan menghentikan pemeriksaan perkara dugaan pelanggaran kode etik dimaksud.

Rajief menyampaikan keprihatinannya terhadap keputusan tersebut. Menurutnya, penghentian perkara hanya karena laporan dicabut oleh pelapor berpotensi mengancam prinsip-prinsip dasar penegakan etika pemilu.

“Etika pemilu, khususnya Pilkada merupakan urusan publik. Tidak boleh disandera oleh dinamika personal antara pelapor dan terlapor,” tegas Rajief dalam keterangan tertulis, Jumat (30/5/2025).

Ia menambahkan, proses etik seharusnya tidak bergantung semata pada keberlanjutan laporan. Apalagi, jika perkara telah masuk ke tahap verifikasi material sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu.

“Pasal tersebut menyatakan bahwa perkara yang telah memenuhi syarat verifikasi material tetap dapat diperiksa, meskipun pengadu mencabut laporannya. Artinya, DKPP memiliki kewenangan sekaligus tanggung jawab untuk menuntaskan proses etik,” ujarnya.

Rajief menilai, keputusan menghentikan perkara berpotensi menjadi preseden buruk. Ia khawatir, hal ini membuka ruang kompromi, intervensi, atau tekanan terhadap pelapor agar mencabut laporannya guna melindungi terlapor dari pemeriksaan etik.

“Jika pola seperti ini dibiarkan, maka ke depan setiap dugaan pelanggaran etik bisa dihindari hanya dengan mencabut laporan. Ini berbahaya bagi integritas pemilu dan merusak tatanan moral demokrasi,” tandasnya.

Sebagai bentuk protes, Rajief menyatakan akan mengirimkan surat terbuka kepada DKPP yang berisi desakan agar lembaga tersebut tetap memproses perkara dugaan pelanggaran etik yang telah memenuhi syarat verifikasi material, meskipun laporan telah dicabut.

“DKPP harus menjadi penjaga moral demokrasi, bukan sekadar pengelola prosedur administratif. Keputusan menghentikan pemeriksaan harus berlandaskan pada prinsip hukum, kepentingan publik, dan tegaknya kode etik,” katanya.

Ia menegaskan bahwa perkara etik tidak hanya menyangkut relasi antara pelapor dan terlapor, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara pemilu sebagai institusi yang menjunjung tinggi integritas dan kredibilitas demokrasi.

Rajief juga menyesalkan minimnya transparansi dalam pengambilan keputusan penghentian perkara. Ia mendorong DKPP untuk memberikan penjelasan terbuka kepada publik mengenai landasan hukum dan pertimbangan etis atas keputusan tersebut.

“Keterbukaan informasi adalah fondasi kepercayaan publik. DKPP wajib menjelaskan secara transparan alasan penghentian perkara ini agar tidak menimbulkan persepsi negatif terhadap lembaga yang menjadi benteng terakhir etika penyelenggara pemilu,” ucapnya.

Lebih jauh, Rajief mengajak masyarakat sipil, organisasi pemantau pemilu, dan kalangan akademisi untuk turut mengawal proses penegakan etik agar setiap dugaan pelanggaran dapat ditindaklanjuti secara adil, objektif, dan bebas dari intervensi.

“Integritas pemilu tidak hanya ditentukan oleh hasilnya, tetapi juga oleh prosesnya. Dan salah satu fondasi utama proses itu adalah tegaknya kode etik penyelenggara. Jika etika bisa dinegosiasikan, kepercayaan publik akan runtuh,” katanya.

Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus tersebut dan berharap DKPP mengevaluasi keputusan penghentian perkara.

“Kami akan mengirimkan surat terbuka sebagai bentuk dorongan moral. Harapannya, DKPP menunjukkan ketegasan dan konsistensi sebagai lembaga penegak etik pemilu. Ini penting demi menjaga kualitas demokrasi ke depan,” tutup Rajief.

Komentar Facebook