Peneliti UI Sampaikan Riset Kebijakan Tentang Pengelolaan Sampah
Theacehpost.com | JAKARTA – Sejumlah peneliti multidisiplin dari Universitas Indonesia (UI) menilai bahwa kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah masih terbilang rendah.
Tim peneliti yang diketuai oleh Agus Brotosusilo dari Fakultas Hukum UI telah melakukan riset kebijakan (policy brief) tentang pengelolaan sampah dan limbah berbasis partisipasi komunitas masyarakat di Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah.
Riset kebijakan ini dapat terlaksana dengan adanya bantuan pendanaan dari Direktorat Riset dan Pengembangan Universitas Indonesia. Menurut Agus Brotosusilo, masalah persampahan adalah salah satu isu lingkungan utama di Indonesia.
Permasalahan sampah di Indonesia menjadi isu nasional yang cukup kompleks karena perlunya penanganan dari hulu hingga hilir, yang mana pemerintah pusat atau daerah dan masyarakat perlu bersinergi satu sama lain untuk menyelesaikannya.
Data BPS tahun 2018 menunjukkan bahwa hanya 1,2 % rumah tangga yang telah melakukan daur ulang sampah dan sekitar 66,8% rumah tangga mengolah sampah dengan cara dibakar. Pembakaran sampah rumah tangga yang masih banyak terjadi memberikan dampak buruk bagi lingkungan.
Hal ini dikarenakan masih kuatnya paradigma kumpul-angkut-buang di tengah masyarakat yang meningkatkan ketergantungan atas Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), sedangkan hanya 18% sampah yang sudah terkelola dengan baik.
“Pengelolaan sampah yang sudah berjalan, belum cukup mengoptimalkan peran pemangku kepentingan dari hulu ke hilir, terlebih dengan hanya mengandalkan TPA bersistem controlled landfill yang hanya merupakan tingkat lanjut dari open-dumping (tanpa pemrosesan akhir optimal),” ujar peniliti Zakianis, dari Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.
Selain itu, biaya jasa pengelolaan dan partisipasi masyarakat yang rendah semakin memperburuk pengelolaan sampah yang masih menggunakan paradigma lama.
Riset kebijakan ini dilakukan oleh tim peneliti yang terdiri atas Agus Brotosusilo (FH) Donna Asteria (FISIP), Dwini Handayani (FEB), Zakianis (FKM), Adis Imam Munandar (SKSG) dengan Herdis Herdiansyah (SIL) sebagai koordinator dan Ari Naldi sebagai tenaga pendukung yang juga merupakan mahasiswa pascasarjana di Universitas Indonesia.
Metode penelitian dilakukan dalam bentuk analisis kebijakan, survei lapangan, dan wawancara mendalam. Data yang didapatkan divalidasi melalui Focus Group Discussion dengan para ahli dan pemangku kepentingan terkait. Agenda FGD dilakukan dengan mengundang Haruki Agustina (Direktur Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah Bahan Berbahaya Beracun Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dan Dahono (Sekertaris Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar).
“Terdapat tiga usulan kebijakan yang nantinya akan dirumuskan secara ilmiah sesuai hasil penelitian, pertama perlunya kepastian hukum dengan mengadopsi Jakstrada Pengelolaan Sampah Provinsi Jawa Tengah ke dalam Jakstrada Pengelolaan Sampah Kabupaten Karanganyar. Kedua, perlunya Peraturan Bupati tentang teknis pengelolaan sampah rumah tangga dan limbah B3 rumah tangga yang menargetkan masyarakat di tingkat desa/kelurahan, ketiga perlunya rencana jangka panjang daerah Kabupaten Karanganyar untuk mendorong perubahan perilaku dan sikap masyarakat agar lebih peduli terhadap lingkungan sebagai syarat dasar dari pengelolaan sampah yang berkelanjutan,” ujar Herdis Herdiansyah.
Naskah kebijakan inipun telah diserahkan ke DLH Kabupaten Karanganyar dan diharapkan dapat menjadi salah satu rekomendasi yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah.
Naskah kebijakan ini menyarankan adanya pembuatan rencana jangka panjang pengelolaan sampah melalui Peraturan Daerah tentang Kebijakan dan Strategi Daerah dalam Pengelolaan Sampah (Perda Jakstrada) yang berbasis pada dimensi kelembagaan, dengan menetapkan kriteria kompetensi SDM yang melakukan tata kelola sampah baik di tingkat kabupaten, kecamatan, kelurahan, RW dan RT sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan dengan baik. Hal ini diperlukan untuk mengoptimasi peran perangkat desa dalam pengelolaan sampah berbasis wilayah.
Pada dimensi keuangan, pemerintah daerah perlu mengatur ulang anggaran yang digunakan dalam pengelolaan sampah, mencari alternatif pendanaan pengelolaan sampah misalnya melalui retribusi, iuran pengumpulan dan pengangkutan sampah, dana desa, dan swadaya masyarakat atau pengelolaan keuangan secara mandiri dalam pengelolaan sampah berbasis wilayah.
Pada dimensi teknologi, penambahan alat angkut sampah seperti truk, gerobak sampah, dan mesin pencacah sangat diperlukan yang disesuaikan dengan kebutuhan. Lebih dari itu, inovasi teknologi pengolahan juga perlu didorong sehingga sampah dapat dimanfaatkan kembali dan memiliki nilai tambah, seperti pemanfaatan maggot dan hewan ternak.
Selain itu, perlu adanya gudang penyimpanan untuk sampah non-organik dengan nilai ekonomi tinggi yang dapat menekan biaya pengiriman sampah tersebut ke pelaku daur ulang sebelum kapasitas angkut terpenuhi.
Pada dimensi lingkungan, dinas kesehatan perlu dilibatkan untuk memantau perkembangbiakan vektor seperti tikus, lalat dan kecoa di TPA, TPS, TPS3R dan bank sampah sehingga menumbuhkan kepercayaan terhadap masyarakat bahwa tempat pengelolaan sampah dikelola dengan bersih dan baik serta tidak menjadi tempat perindukan vektor yang menyebabkan penyakit.
Pada dimensi partisipasi masyarakat, optimasi perangkat desa dan peran serta masyarakat perlu digerakkan secara masif. Banyak desa di Kabupaten Karanganyar telah melibatkan lembaga desa seperti Bumdes untuk mengelola sampah, yang sayangnya belum sepenuhnya optimal.
Oleh karena itu, hal pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah kabupaten Karanganyar adalah menyusun Jakstrada Kabupaten Karanganyar. Hal ini penting dilakukan untuk dapat mengidentifikasi potensi pengelolaan sampah di kabupaten Karanganyar itu sendiri.
Selain itu, partisipasi masyarakat yang menyeluruh juga perlu dikuatkan, seperti yang telah dilakukan di tiga desa Kabupaten Karanganyar yang telah menerapkan pola pengelolaan sampah 3R (reduce, reuse dan recycle). Dengan adanya tig percontohan itu, maka bukan tidak mungkin, dengan kampanye dan edukasi ke masyarakat serta pelibatan sektor swasta secara masif, penerapan 3R di 174 desa lainnya dapat diterapkan dan sekaligus merealisasikan upaya untuk mengurangi volume sampah terkirim ke TPA dengan memanfaatkan kembali sampah hingga menjadi nilai tambah bagi ekonomi masyarakat desa.
Begitu juga potensi masyarakat desa yang dengan budaya bergotong royong dapat menjadi modal sosial bagi pengelolaan sampah yang berkelanjutan dengan mengampanyekan perilaku peduli lingkungan yang bersih dan sehat.
Kampanye yang mendorong masyarakat untuk lebih peduli terhadap pengelolaan sampah dengan memanfaatkan media cetak maupun elektronik seperti sosial media agar dapat menjangkau semua kalangan, terutama generasi muda sebagai penerus masa depan bangsa. (*)