Pemerintah Aceh Hormati Hak Interpelasi yang diajukan DPRA
Theacehpost.com |BANDA ACEH- Pemerintah Aceh sangat menghormati penyampaian Hak Interpelasi yang diajukan oleh sebahagian anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh karena hal tersebut merupakan hak kelembagaan DPRA, Jum’at 11 September 2020.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh Muhammad Iswanto, menanggapi pengajuan Hak Interpelasi DPR Aceh yang disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR Aceh dalam rangka penyampaian dan persetujuan penggunaan Hak Interpelasi Anggota DPRA, Kamis 10 September 2020 malam.
“Interpelasi adalah Hak Kelembagaan DPRA. Sesuai dengan aturan yang ada, Hak Interpelasi harus diajukan oleh minimal 15 orang anggota DPRA kepada pimpinan DPRA.
Selain itu, putusan terhadap pengajuan Hak Interpelasi diambil dengan persetujuan lebih seperdua atau setengah dari jumlah anggota DPRA yang hadir,” kata Iswanto.
Iswanto menambahkan, Interpelasi adalah Hak kelembagaan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh yang diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) Pasal 106. UU Nomor 23/2014, tentang Pemerintahan Daerah, dan Pasal 106 Peraturan DPRA Nomor 1/2019, yang berkaitan dengan permintaan keterangan kepada Gubernur terhadap kebijakan penting dan strategis yang berdampak luas kepada masyarakat.
Mantan Kabag Humas Pemkab Aceh Besar itu menambahkan, pandangan DPRA dalam interpelasi tersebut menjadi bahan DPRA untuk pelaksanaan fungsi pengawasan dan untuk Gubernur menjadi bahan dalam penetapan pelaksanaan kebijakan.
“Jika ketidakhadiran Plt Gubernur menjadi alasan teman-teman di DPRA untuk mengajukan Hak Interpelasi, maka dapat kami jelaskan, bahwa Pemerintah Aceh sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang menyebutkan bahwa jika berhalangan hadir, maka kepala daerah, dalam hal ini Pak Nova Iriansyah selaku Plt Gubernur Aceh, dapat diwakili oleh pejabat lainnya,” kata Karo Humpro.
Pembahasan KUA PPAS dan MoU Proyek tahun jamak sudah sesuai peraturan yang ada. Baik proses pembahasan maupun limit atau batas waktu yang diatur dalam UU 23/2014, PP 12/2018, PP 12/2019 dan Permendagri Nomor 64/2020. Empat pimpinan DPRA periode 2014-2019 sudah menandatanganinya. Sehingga, secara keseluruhan telah memenuhi syarat subjektif dan objektif perjanjian.
“Apalagi, dalam sebuah perjanjian tidak dikenal pembatalan sepihak, baik melalui paripurna maupun bukan paripurna,” kata Karo Humpro.
Dalam kesempatan tersebut, Iswanto juga menjelaskan, terkait rancangan qanun Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh tahun 2019 yang dipertanyakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, dan dikatakan tidak pernah menyampaikan atau menyerahkan ke DPRA adalah tidak benar, karena Pemerintah Aceh telah menyerahkan rancangan tersebut pada tanggal 13 Juli 2020, melalui surat Gubernur Aceh nomor 90/9853 perihal penyampaian Rancangan Qanun Pertanggungjawaban APBA tahun 2019.
Bahkan, sambung Iswanto, legislatif sudah mengundang Pemerintah Aceh, pada tanggal 31 Agustus 2020, dalam rapat paripurna yang dihadiri oleh Bapak Taqwallah, selaku Sekretaris Daerah Aceh mewakili Pelaksana Tugas Gubernur Aceh.Selain itu, Karo Humpro menjelaskan, terkait dengan pernyataan bahwa Plt Gubernur Aceh tidak pernah hadir dalam sidang paripurna DPRA.
Iswanto pun mengungkapkan, bahwa Plt Gubernur Aceh pernah menghadiri rapat paripurna DPRA, tepatnya pada tanggal 30 Juni 2020 lalu.
“Pada tanggal 30 Juni, Plt Gubernur Aceh hadir pada rapat paripurna DPRA, dalam rangka penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP-BPK) RI atas laporan Keuangan Pemerintah Aceh tahun anggaran 2019.
Dan Pengumuman Pembentukan Panitia Khusus DPRA terhadap LHP BPK RI atas Laporan keuangan Pemerintah Aceh tahun Anggaran 2019,” ungkap Iswanto.
Sementara itu, terkait dengan refocusing APBA tahun 2020, Iswanto menjelaskan, bahwa semua yang dilakukan sudah sesuai dengan regulasi yang ada, yaitu Inpres No 4 Tahun 2020 tentang Refocusing kegiatan, realokasi anggaran, serta pengadaan barang dan jasa dalam rangka percepatan penanganan Corona virus disease 2019 (covid-19) tanggal 20 Maret 2020.
Selanjutnya, Perpu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan keuangan negara dan Stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (covid- 19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan, 31 Maret 2020.
Dan, Instruksi Menteri Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan Penyebaran dan Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Lingkungan Pemerintah Daerah, tanggal 2 April 2020, serta Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor 119/2813/SJ, Nomor 177/KMK.07/2020 tentang Keputusan Bersama Mendagri dan Menkeu Nomor 119/2813/SJ, Nomor 177/KMK.07/2020, tanggal 9 April 2020.
Karo Humpro juga menjelaskan, terhadap tidak dilakukan perubahan Qanun APBA tahun anggaran 2020, hal ini sesuai dengan Diktum Keenam Keputusan Bersama Mendagri dan Menkeu Nomor 119/2813/SJ, Nomor 177/KMK.07/2020 tgl 9 April 2020.
“Diktum keenam ini berbunyi, Penyesuaian target pendapatan daerah dan rasionalisasi belanja daerah dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan perubahan Perkada tentang Penjabaran APBD T.A 2020, dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD untuk selanjutnya dituangkan dalam Perda tentang Perubahan APBD T.A 2020 atau ditampung dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD T.A 2020,” kata Iswanto.
Hal ini sambung Iswanto, telah disampaikan pada tanggal 14 Agustus 2020, melalui 83 buah buku (Buku A, B, C dan D) Pergub Perubahan Penjabaran APBA Nomor 38 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Pergub 80 Tahun 2019 tentang Penjabaran APBA.
“Semua sudah kami sampaikan kepada DPRA sesuai dengan Surat Kepala BPKA Nomor 903/1730/2020 tanggal 4 Agustus 2020, diterima oleh Kasubbag Fasilitasi Pengawasan Setwan DPRA,” pungkas Muhammad Iswanto.[]
Sumber : Humas Pemprov Aceh