Panglima Laot Aceh: Masih Ada 51 Nelayan Lagi Ditahan di Luar Negeri
Theacehpost.com | BANDA ACEH – Lembaga Panglima Laot mendata sedikitnya masih ada 51 orang lagi nelayan asal Aceh yang masih ditahan otoritas sejumlah negara tetangga.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Sekjen Panglima Laot Aceh, Miftach Cut Adek, dalam acara penyambutan kepulangan 51 nelayan Aceh yang sebelumnya ditahan otoritas Pemerintah Thailand, di Gedung Anjong Mon Mata, di Komplek Pendopo Gubernur Aceh, di Banda Aceh, Selasa, 6 Oktober 2020.
“Sekarang yang masih ada di luar negeri itu, 51 orang,” kata Miftach, Selasa, 6 Oktober 2020.
51 nelayan yang masih ditahan di luar negeri, disebutkan Miftach secara rinci, 50 orang di India dan satu orang di Myanmar.
Di India, tiga orang sedang menjalani hukuman, sedangkan 47 orang lainnya masih menunggu proses putusan hukum. Begitu juga dengan satu orang nelayan di Myanmar, masih menjalani hukuman tujuh tahun penjara.
Mengingat masih adanya nelayan asal Aceh yang ditahan serta menjalani hukuman di negeri orang, pihak Panglima Laot Aceh meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk membantu dalam hal advokasi.
“Kami meminta kepada KBRI untuk mengadvokasinya, kalau tidak bisa dilepaskan ya minimal diringankan hukuman saja,” ujar Miftach.
Tak hanya itu, Miftach juga mengatakan, bahwa pihaknya telah menyampaikan beberapa masukan kepada pemerintah untuk kebaikan nelayan di Aceh.
Ada usulan yang disampaikan, pertama meningkatkan pengawasan, kedua meningkatkan sosialisasi, dan ketiga mengikat kerja sama antara negara.
“Tujuannya agar nelayan-nelayan kita bisa bebas melakukan aktivitas di zona ekonomi wilayah lain, seperti di Thailand, India, dan Malaysia, tiga negara itu,” katanya.
“Kita mememinta pemerintah untuk mengikat hubungan supaya nelayan kita bisa berlayar di situ. Itu tiga statmen yang kita usulkan,” ungkap Wakil Sekjen Panglima Laot Aceh tersebut.
Meskipun demikian, selama ini Pemerintah Aceh dikatakannya, telah mencoba memberikan pemahaman kepada para nelayan mengenai batas negara. Akan tetapi langkah tersebut masih terbilang kurang sebab keterbatasan peralatan yang dimiliki oleh nelayan Aceh.
“Apalagi di laut tidak ada pagar. Teknologi kita pun tidak terjangkau -memiliki- untuk mengetahui batas-batas tersebut, di mana batas wilayah Indonesia dengan negara lain. Tetapi kalau secara lisan sudah dikasih tahu, hati-hati kalau masuk negara lain. Karena negara lain itu lebih aktif menjaga wilayahnya daripada kita,” akuinya.
Penulis: Mhd Saifullah