Nilai Dagang RI-China Rp1,2 Kuadriliun: Terbesar Dalam 20 Tahun Terakhir
Theacehpost.com | JAKARTA – Nilai perdagangan Indonesia-China selama periode Januari-September 2021 telah mencapai 85,3 miliar dolar AS (sekitar Rp1,2 kuadriliun), yang merupakan pencapaian tertinggi dalam kurun waktu 20 tahun kerja sama bilateral kedua negara.
Hal tersebut disampaikan Duta Besar (Dubes) RI untuk China, Djauhari Oratmangun, melalui keterangan tertulis, Jumat 19 November 2021, melansir infopublik.id.
“Nilai perdagangan tersebut naik 52,8 persen dibandingkan pencapaian tahun lalu dalam periode yang sama,” kata Djauhari.
Saat ini, Indonesia berada di posisi ke-4 sebagai negara pengekspor terbesar ke China di antara negara-negara anggota perhimpunan bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Ia mengaku gembira atas capaian tersebut.
Di antara seluruh negara mitra eksportir ke Tiongkok, kata Djauhari, posisi Indonesia naik satu peringkat dibandingkan 2020. Sebelumnya berada di posisi ke-14, saat ini Indonesia ada di posisi ke-13.
“Semoga dengan kerja keras bersama, diharapkan sampai akhir 2021 nilai perdagangan kita bisa mencapai 100 miliar dolar AS dengan surplus pada Indonesia,” ujarnya lagi.
Ia menyebutkan nilai ekspor Indonesia ke China mencapai 42,8 miliar dolar AS (sekitar Rp610,9 triliun) pada Januari-September 2021 atau tumbuh 59,7 persen dibandingkan dengan pencapaian Januari-September 2020.
Sementara, nilai impor Indonesia dari China selama periode tersebut juga naik 46,5 persen menjadi 42,5 miliar dolar AS (sekitar Rp606,6 triliun).
Meskipun demikian, defisit perdagangan Indonesia terhadap China pada periode Januari-September 2021 merosot hingga 109,2 persen.
“Bahkan kita bisa menghasilkan surplus bagi Indonesia sebesar 208,1 juta dolar AS,” kata Atase Perdagangan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing Marina Novira Anggraini.
Beberapa produk unggulan Indonesia yang mengalami peningkatan nilai ekspor di atas 60 persen adalah bahan bakar mineral dan produk sulingannya yang naik 86,7 persen, besi dan baja (86,2 persen), lemak dan minyak hewani atau nabati (118,9 persen), aneka produk kimia ((105,1 persen), residu dan sisa dari industri makanan (111,1 persen), kopi, teh, mate dan rempah-rempah (96,6 persen), serta nikel serta turunannya (546,4 persen).[]