Nilai Aceh Menurun: Proses Pilkada Dirusak Oleh Fitnah dan Adu Domba

Mahasiswa Program Doktor Filsafat Hukum Universitas Islam Sultan Sharif Ali Brunei Darussalam, Khairul Amri Ismail. [Foto: Istimewa]

THEACEHPOST.COM – Jelang Pilkada 2024, Aceh kembali menjadi pusat perhatian. Harapan besar ditempatkan pada para calon pemimpin yang siap membawa perubahan. Namun dibalik semua itu, ada ancaman serius yang muncul dari interaksi di media sosial, yaitu fitnah dan adu domba yang dilakukan oleh netizen dan pendukung masing-masing paslon. Ironisnya, bukan para calon kepala daerah yang terlibat langsung dalam praktik ini, tetapi orang-orang yang mengklaim mendukung mereka.

banner 72x960

Fenomena ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Fitnah dan adu domba bukan hanya menghancurkan reputasi pribadi, tetapi juga mengikis nilai-nilai moral masyarakat Aceh pada umumnya. Ini adalah tanda jelas bahwa Aceh sedang berada di titik nadir dalam hal moralitas sosial dan politik.

Adu Domba: Senjata Memecah Persatuan.

Aceh, yang selama ini dikenal dengan kekuatan persatuannya, kini kita sedang dihadapkan pada ancaman serius berupa adu domba yang dilakukan secara masif di media sosial. Di ruang-ruang diskusi digital, kita sering melihat narasi yang sengaja dibangun untuk menciptakan ketegangan antara pendukung paslon A dan paslon B. Mereka yang seharusnya mendorong terciptanya demokrasi yang sehat justru menjadi agen perpecahan yang merusak hubungan sesama anak bangsa.

Adu domba ini bukan sekadar permainan kata-kata, tetapi racun yang secara perlahan-lahan menghancurkan pondasi kebersamaan. Masyarakat kita yang sebelumnya hidup berdampingan dengan damai, kini mudah terprovokasi oleh narasi-narasi penuh kebencian yang disebarkan tanpa dasar. Konflik yang diciptakan oleh netizen ini sering kali lebih panas daripada persaingan antar calon itu sendiri. Padahal, demokrasi yang baik seharusnya memberikan ruang bagi perbedaan pendapat tanpa harus mengorbankan persatuan.

Fitnah: Ancaman Terhadap Demokrasi.

Selain adu domba, fitnah juga menjadi senjata utama dalam kontestasi politik ini. Sangat terpukul hati ini, melihat telah banyak masyarakat Aceh yang tanpa ragu menyebarkan informasi palsu atau berita yang belum terverifikasi kebenarannya. Tujuan mereka sederhana: menyerang lawan politik dengan harapan merusak citra mereka di mata publik. Fenomena ini menjadi ancaman nyata bagi keharmonisan rakyat kita, sungguh fitnah itu adalah mengaburkan fakta dan memperkeruh proses pemilihan yang seharusnya lebih damai.

Fitnah tidak hanya menghancurkan nama baik seseorang, tetapi juga melemahkan kepercayaan publik terhadap demokrasi itu sendiri. Ketika masyarakat terbiasa dengan berita bohong, mereka akan semakin sulit membedakan antara kebenaran dan kesalahan. Pada akhirnya, proses pemilihan kepala daerah yang diharapkan dapat menjadi proses yang bermartabat malah berubah menjadi ajang perebutan kekuasaan yang diwarnai dengan tipu muslihat.

Para Calon: Menjadi Teladan dalam Berpolitik

Dalam situasi seperti ini, para calon kepala daerah memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga keberadaban politik. Mereka harus mengambil sikap tegas terhadap pendukung yang terlibat dalam fitnah dan adu domba. Para calon juga harus memastikan bahwa kampanye mereka berfokus pada program, visi, dan misi yang dapat membawa perubahan nyata bagi masyarakat.

Para calon kepala daerah harus mengedukasi pendukungnya agar terlibat dalam diskusi yang sehat dan konstruktif. Dengan memberikan contoh yang baik, mereka bisa menginspirasi para pendukung untuk menghindari praktik-praktik politik kotor. Sikap tegas dari para calon dalam menolak fitnah dan adu domba akan membantu memulihkan moralitas politik yang telah tergerus oleh berbagai serangan negatif di media sosial.

Aceh dan Harapan Pilkada 2024

Pilkada 2024 merupakan momen penting bagi Aceh untuk memilih pemimpin yang mampu membawa perubahan. Namun, jika fitnah dan adu domba terus dibiarkan merajalela, kita hanya akan menyaksikan penurunan moral yang semakin parah. Para calon, netizen, dan pendukung masing-masing paslon diharapkan mampu bekerja sama untuk menciptakan iklim politik yang lebih sehat.

Politik yang baik bukanlah tentang siapa yang paling pandai menghancurkan lawan, tetapi tentang siapa yang memiliki gagasan terbaik untuk memajukan masyarakat. Dengan menghindari fitnah dan adu domba, kita tidak hanya menyelamatkan Aceh dari kerusakan moral, tetapi juga membantu menciptakan pemilihan yang bersih, adil, dan penuh integritas.

Perlu dicatat oleh kita semua, hanya melalui proses demokrasi yang sehat kita bisa berharap melahirkan pemimpin yang mampu membawa Aceh ke arah yang lebih baik. Akhirnya kita perlu menyadari bahwa fitnah dan adu domba adalah bukan warisan leluhur bangsa Aceh menuju pembangunan yang lebih bermartabat.

Penulis: Khairul Amri Ismail

Mahasiswa Program Doktor Filsafat Hukum Universitas Islam Sultan Sharif Ali Brunei Darussalam

Baca berita The Aceh Post lainnya di Google News dan saluran WhatsApp

Komentar Facebook