NGO HAM Minta Pemerintah Pusat Fokus Pada Permintaan Pemerintah Aceh
THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Direktur Koalisi Non-Governmental Organization (NGO) Hak Asasi Manusia (HAM) Aceh, Khairik Arista, menyoroti kebijakan yang diambil oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh.
Menurutnya, langkah Kemendagri tidak sesuai dengan permintaan yang disampaikan oleh pemerintah Aceh, yang hanya menginginkan revisi, bukan pembubaran KKR Aceh.
“Permintaan pemerintah Aceh adalah untuk merevisi, bukan membubarkan. Namun, tanggapan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, sehingga tidak nyambung antara apa yang diminta dengan apa yang dijawab,” kata Khairil Arista di Banda Aceh, Rabu (13/11/2024).
Ia menegaskan bahwa KKR Aceh adalah lembaga penting yang berperan dalam proses pemulihan korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu. KKR Aceh dinilai vital untuk mengidentifikasi jumlah korban dan memahami kebutuhan mereka, yang merupakan bagian dari upaya untuk memperbaiki masa lalu demi membangun masa depan yang damai.
“Jika KKR Aceh tidak ada, siapa yang akan mencari tahu tentang kebutuhan para korban ini? Kehadiran KKR Aceh sangat penting untuk menjawab permasalahan yang ada. Jika pemerintah pusat tidak sepakat dengan komisioner KKR Aceh, sebaiknya komisioner yang diganti, bukan lembaganya yang dibubarkan,” tegas Khairil.
NGO HAM Aceh juga mendorong pemerintah pusat untuk segera membentuk KKR nasional guna menangani kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia.
Menurutnya, dorongan untuk mendirikan KKR Aceh datang dari aspirasi para korban, yang menginginkan keadilan dan solusi atas pelanggaran HAM di masa lalu, baik melalui mekanisme yudisial maupun non-yudisial.
“Kami mendukung KKR Aceh agar tetap dipertahankan, dan keadilan harus ditegakkan bagi para korban pelanggaran HAM,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah Pusat melalui Kemendagri meminta Pemerintah Aceh mencabut Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, untuk kemudian berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. (Ningsih)
Baca berita The Aceh Post lainnya di Google News dan saluran WhatsApp