Nestapa di Negeri Serambi Mekkah, Biar Miskin yang Penting Hibah

Foto udara pusat Kota Banda Aceh. [Foto: Ist]

THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) bersama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, menyoroti kebijakan Pemerintah Aceh terkait alokasi anggaran belanja hibah untuk instansi vertikal di Provinsi Aceh.

banner 72x960

Berdasarkan catatan hasil telaah MaTA dan LBH Banda Aceh yang diterima Theacehpost.com, Rabu (22/1/2024), diketahui bahwa Pemerintah Aceh sejak tahun 2017 hingga tahun 2024 telah mengalokasikan belanja hibah sebesar Rp 6,4 triliun dengan rata-rata alokasi per tahun sebesar Rp 805,9 milyar.

Dari angka hibah tersebut, sebesar Rp 308,3 milyar dikucurkan untuk enam instansi vertikal yang ada di Aceh. Dari enam instansi itu, polisi mendapatkan alokasi terbanyak sebesar 37 persen dari total alokasi dana hibah, kemudian disusul Kejaksaan Tinggi (Kejati) sebesar 27 persen, dan institusi TNI sebesar 26 persen.

Sementara instansi Badan Intelijen Negara di daerah (BINDA), Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP), Pengadilan dan Badan Intelijen Strategis TNI (BAIS) juga menerima alokasi belanja hibah dari Pemerintah Aceh.

Bagan lingkar alokasi belanja hibah dari APBA TA 2017-2024 untuk instansi vertikal di Aceh. [Foto: MaTA-LBH Banda Aceh]

Menurut kajian MaTA dan LBH Banda Aceh, alokasi anggaran hibah untuk instansi vertikal di Provinsi Aceh terbesar di tahun 2021 dan semakin meningkat di tahun 2022, tahun dimana akan berakhirnya kepemimpinan Gubernur Aceh Nova Iriansyah

Alokasi belanja hibah dari Pemerintah Aceh sempat menurun di tahun 2023, namun kembali menanjak di tahun 2024, tahun dimana berakhirnya masa jabatan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh.

Grafik besaran alokasi belanja hibah dari APBA TA 2017-2024 untuk instansi vertikal di Aceh. [Foto: MaTA-LBH Banda Aceh]

Peruntukan hibah dari enam instansi tersebut jika dikelompokkan, maka peruntukan terbesar yaitu untuk pembangunan/rehab kantor sebanyak 53 persen, kemudian untuk fasilitas rumah dinas sebesar 19 persen, dan untuk fasilitas olahraga sebesar 15 persen.

Sisanya untuk belanja kendaraan dinas dan peruntukan lainnya lain-lainnya seperti pagar, kanopi, area parkir, taman, jalan komplek perkantoran dan lain-lain.

Belanja Hibah Pemerintah Aceh di Tahun 2024 untuk Instansi Vertikal

MaTA dan LBH Banda Aceh mencatat bahwa total belanja hibah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Tahun Anggaran (TA) 2024 sebesar Rp 1,1 triliun, dengan peruntukan hibah kepada Pemerintah Pusat sebesar Rp 101,5 milyar dalam bentuk uang dan barang.

Alokasi hibah Pemerintah Aceh untuk instansi vertikal di tahun 2024 adalah sebagai berikut.

1. Badan Intelijen Negara Daerah, hibah barang sebesar Rp 5.800.000.000

2. Kepolisian Daerah Aceh, hibah barang sebesar Rp 20.450.000.000 dan hibah uang sebanyak Rp 16.000.000.000

3. Kepolisian Resor Kota Banda Aceh, hibah barang sebesar Rp 2.153.000.000

4. Badan Narkotika Nasional (BNN)Provinsi Aceh, hibah barang sebesar Rp 970.000.000

5. Universitas Syiah Kuala (USK), hibah barang sebesar Rp 24.157.000.000

6. Lanud Maimun Saleh Sabang, hibah barang sebesar Rp 2.600.000.000

7. UPT Kementerian Perhubungan (Bandara Malikussaleh), hibah barang sebesar Rp 1.272.000.000

8. Kodam Iskandar Muda, hibah barang sebesar Rp 1.940.000.000, dan hibah uang sebesar Rp 8.000.000.000

9. Kejaksaan Tinggi Aceh, hibah barang sebesar Rp 10.185.000.000

10. Badan Pemeriksaan Keuangan, hibah barang sebesar Rp 1.940.000.000

11. Badan Intelijen Strategis, hibah barang sebesar Rp 970.000.000

12. Lanud Iskandar Muda, hibah barang sebesar Rp 1.940.000.000

13. Pengadilan Tinggi Banda Aceh, hibah barang sebesar Rp 970.000.000

14. Rumah Sakit Gigi dan Mulut USK, hibah barang sebesar Rp 1.400.000.000

15. UPT Kementerian Perhubungan (Bener Meriah), hibah barang sebesar Rp 770.000.000

Biar Miskin yang Penting Hibah

MaTA dan LBH Banda Aceh menegaskan bahwa pengalokasian hibah untuk instansi vertikal di Aceh sangat membebani keuangan Pemerintah Aceh.

Jika dihitung sejak tahun 2017 sampai dengan 2024, total rata-rata APBA sebesar Rp 14,9 triliun dengan rata-rata Pendapatan Asli Aceh (PAA) dalam rentang waktu tersebut sebesar Rp 2,4 triliun.

Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Aceh sangat bergantung dengan anggaran transfer dari pemerintah pusat.

Dalam beberapa tahun terakhir, Aceh masih merupakan provinsi termiskin di Sumatera. Masih sangat banyak urusan wajib Pemerintah Aceh yang belum dicapai sehingga mengalokasikan belanja hibah yang nominalnya sangat besar, apalagi hibah untuk pemerintah pusat, sangat tidak patut untuk dilakukan oleh Pemerintah Aceh.

Hal tersebut juga dengan tegas disampaikan dalam Pasal 298 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang menyebutkan bahwa ‘belanja hibah dan bantuan sosial dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah serta memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan perundang-undangan’.

MaTA dan LBH Banda Aceh menegaskan, jika merujuk pada aturan-aturan terkait hibah pemerintah daerah, pengalokasian belanja hibah bagi instansi vertikal ini berpotensi menyalahi ketentuan.

Banyak prasyarat yang harus dipenuhi sehingga pengalokasian tersebut dianggap patut, sesuai urgensi dan kepentingan Pemerintah Aceh dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dengan memperhatikan asas keadilan, kepatuhan, rasionalitas dan manfaat untuk masyarakat.

Prasyarat tersebut sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh Nomor 115 Tahun 2018 tentang Pedoman Belanja Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBA, termasuk juga Pasal 62 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

MaTA dan LBH Banda Aceh menduga bahwa pengalokasian anggaran belanja hibah untuk instansi vertikal di Aceh sebagai upaya “pengamanan” menjelang akhir masa jabatan.

Jika merujuk data, Pemerintah Aceh mengalokasikan anggaran untuk instansi vertikal terbesar di tahun 2021 dan semakin meningkat di tahun 2022, tahun dimana akan berakhirnya kepemimpinan Nova Iriansyah sebagai Gubernur Aceh.

Sempat menurun di tahun 2023, dan meningkat kembali di tahun 2024, tahun berakhirnya masa jabatan DPRA.

Data publikasi MaTA menunjukkan bahwa penangganan kasus korupsi oleh Aparat Penegak Hukum (APH) di Aceh hanya menyasar kasus kecil seperti dana desa,

Namun, hampir tidak ada kasus korupsi besar di level provinsi yang dapat dituntaskan hingga sampai menyentuh aktor utama dari pusaran korupsi tersebut.

Karenanya, MaTA dan LBH Banda Aceh mendesak Pemerintah Aceh, baik eksekutif maupun legislatif, untuk menghentikan pengalokasian dana hibah kepada instansi vertikal di Aceh.

Menurut MaTA dan LBH Banda Aceh, masih banyak prioritas lain yang menjadi kewajiban Pemerintah Aceh untuk diselesaikan ketimbang mengucurkan belanja hibah dengan nominal fantastis kepada instansi vertikal di Aceh.

MaTA dan LBH Banda Aceh mendesak Pemerintah Aceh untuk fokus pada upaya percepatan pengentasan kemiskinan dengan mengalokasikan sumber-sumber pendanaan yang ada demi kesejahteraan rakyat Aceh, termasuk pemenuhan hak-hak korban konflik yang telah direkomendasikan oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh untuk mendapatkan reparasi. (Akhyar)

Baca berita The Aceh Post lainnya di Google News dan saluran WhatsApp

Komentar Facebook