Musabaqah Qiraatil Kutub, Cara Aceh Mencetak Ulama Berkualitas

Logo Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) II Aceh Tahun 2021.

PEMERINTAH Aceh telah mengagendakan satu kegiatan berskala provinsi pada tahun 2021 yaitu Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) II. Berdasarkan dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang telah disiapkan oleh Dinas Pendidikan Dayah Aceh dijelaskan, MQK ke-2 Aceh Tahun 2021 dilaksanakan selama tujuh hari di Kota Banda Aceh, namun jadwal (dan lokasi) akan ditetapkan lebih lanjut. Lalu, apa sebenarnya yang melatarbelakangi pelaksanaan MQK dan bagaimana teknis pelaksanaannya, simak laporan yang dirangkum Theacehpost.com.

banner 72x960

 

Mengacu pada KAK Penyelenggaraan Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) II Sub Kegiatan Pemberdayaan dan Pendidikan Santri Dinas Pendidikan Daya Aceh Tahun Anggaran 2021 diuraikan beberapa alasan mendasar mengapa dayah/pesantren perlu mendapat prioritas dalam kebijakan Pemerintah Aceh.

Pertama, lembaga dayah/pesantren telah muncul bersamaan dengan proses masuknya Islam di Nusantara pada abad ke-13.

Semula penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan oleh dayah/pesantren berada di tempat-tempat pengajian (balee beut) adalah mengajarkan dasar-dasar ilmu keislaman, seperti Alquran, tauhid, fiqh, akhlaq, hadist, nahw/sharf, dan lain-lain.

Penyelenggaraan pendidikan seperti ini kemudian berkembang dengan membangun tempat-tempat menginap bagi para pelajar atau santri yang namanya kemudian disebut dayah/pesantren, meskipun masih sangat sederhana.

Sekarang sistem pendidikan dayah/ pesantren sudah mengalami banyak perkembangan sehingga menjadi lembaga pendidikan yang manajemennya lebih baik dan sangat bergengsi di kalangan masyarakat.

Kedua, secara kelembagaan dayah/pesantren pada saat ini telah menjadi sebuah lembaga pendidikan yang memiliki potensi besar dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Dayah/pesantren, di samping masih mempertahankan ciri khas dan keaslian isi kurikulum yang berbasis kitab kuning atau dirasah Islamiyah dengan pola pendidikan mu’allimin, juga melakukan inovasi dengan mengintegrasikan sistem pendidikan umum dan dayah/pesantren.

Beberapa dayah/pesantren di Aceh juga menyelenggarakan berbagai jenis program keterampilan, misalnya argoindustri, industri rumah tangga, pertanian, perikanan, peternakan, dan lain-lain sesuai dengan potensi yang ada.

Selain menunjukkan tingkat keragaman, orientasi pimpinan dayah/pesantren dan independensi ulama, dengan berkembangnya lembaga pendidikan dayah/pesantren memperkuat argumentasi bahwa dayah/pesantren merupakan lembaga swasta yang sangat mandiri dan sejatinya merupakan praktik “community based education” (pendidikan berbasis masyarakat).

Dunia dayah/pesantren di Aceh mengalami perkembangan dinamis yang cukup signifikan yang dalam tiga darsawasa terakhir ini. Pertama, perubahan peningkatan kualitas insfrastruktur dan visi dayah/pesantren. Secara fisik, penampilan dayah/pesantren sudah banyak berubah.

Kini sejumlah dayah/pesantren telah memiliki fasilitas gedung sesuai kebutuhan dan dilengkapi dengan peralatan modern seperti alat komunikasi, komputer, facsimile, laboratorium dan sebagainya.

Kedua, perubahan menyangkut pola pengelolaan dan pengasuhan teknis dayah/pesantren, dari bentuk kepemimpinan personal menjadi bentuk pengelolaan secara kolektif dan profesional.

Ketiga, adanya peningkatan varian layanan pendidikan yang diselenggarakan dayah/pesantren, disamping mempertahankan nilai-nilai dan tradisi pengkajian kitab kuning (turats) atau dirasah Islamiyah dengan pola pendidikan mu’allimin, semakin banyak dayah/pesantren yang telah menyelenggarakan pendidikan formal baik dalam bentuk pendidikan dayah/pesantren jalur formal (pendidikan muadalah, pendidikan diniyah formal, dan ma’had aly) dan pendidikan umum (sekolah, madrasah, dan Penguruan Tinggi Agama Islam/Umum dan berbagai program pengembangan lainnya).

Perubahan tersebut terjadi karena keterbukaan dayah/pesantren dalam menerima atau mengikuti dinamika yang terjadi di luar dayah/pesantren tetapi tidak menghilangkan kultural dan identitas dayah/pesantren.

Mencetak Kader Ulama

Untuk mencari kader ulama yang berkualitas, Pemerintah Aceh menyelenggarakan Musabaqah Qiraat Kutub (MQK)—yang untuk tahun 2021 ini merupakan penyelenggaraan yang ke-2.

Penyelenggaraan MQK penting karena langsung berkaitan dengan tradisi pengajaran kitab kuning yang telah lama ada dan hingga kini masih bertahan di dayah/pesantren.

Pengajaran kitab kuning di dayah/pesantren merupakan upaya melestarikan warisan pengetahuan keislaman yang diperoleh secara turun temurun dari generasi salaf al-shalih.

Kitab kuning yang diajarkan bersumber dan merujuk pada sumber utama, yaitu Alquran dan Sunnah yang menjadi “ruh” dan jiwa dalam menggerakkan dan mengarahkan kehidupan dayah/pesantren.

Lebih dari itu tradisi kitab kuning juga mendasari pondasi keilmuan yang dikembangkan pada lembaga pendidikan dayah/pesantren.

Melalui pewarisan seperti itulah seluruh khazanah keilmuan yang dihasilkan oleh ulama salah al-shaleh diterima, dikaji, dan dijaga keasliannya.

Dayah/pesantren yang telah lama hadir di bumi persada ini dengan meneguhkan bacaannya pada kitab-kitab kuning. Salah satu upaya melestarikannya yaitu dengan menyelenggarakan musabaqah yang akan melahirkan santri-santri yang santun dan berfikir rasional.

Hal ini perlu diketengahkan, sebab Pemerintah Aceh diberikan kewenangan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh untuk menyelenggarakan pendidikan dayah/pesantren dan pelaksanaan syariat Islam.

Dalam upaya meningkatkan kembali perhatian dan kecintaan para santri untuk terus mempelajari kitab-kitab kuning sebagai sumber utama kajian ilmu-ilmu agama Islam, maka perlu menyelenggarakan perlombaan membaca, menerjemahkan, dan memahami isi kandungan kitab kuning bagi para santri dayah/pesantren melalui kegiatan musabaqah qiraatil kutub antardayah/pesantren.

Tentu saja, musabaqah ini bukan hanya memperlombakan teknik-teknik membaca sebuah kitab kuning, tetapi juga kemampuan dalam memahami serta menyampaikan kandungan teks kitab kuning yang dibacanya kepada publik. Dengan demikian, kegiatan ini menjadi ajang perlombaan kemampuan dalam membaca, memahami serta mengungkapkan kandungan kitab kuning secara komprehensif.

MQK juga menjadi salah satu instrumen afirmasi dan fasilitas dalam rangka pengembangan potensi santri, serta penguatan dan pengembangan kapasitas kelembagaan dayah/pesantren sesuai dengan semangat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Dayah/Pesantren.

MQK Aceh pertama kali diselenggarakan pada tahun 2019 di Asrama Haji Embarkasi Aceh di Banda Aceh dan MQK II Aceh pada tahun 2021 di Kota Banda Aceh dengan jadwal akan ditentukan kemudian.

Memotivasi Santri

MQK II Aceh adalah sebagai ajang perlombaan atau musabaqah menguji kemampuan santri dayah/pesantren dalam membaca, memahami dan mengungkapkan kandungan kitab kuning secara komprehensif.

Sedangkan tujuan penyelenggaraan MQK II Aceh untuk memotivasi santri dalam meningkatkan kemampuan melakukan kajian dan pendalaman ilmu-ilmu agama Islam yang merujuk kepada kitab-kitab kuning sebagai bagian dari proses kaderisasi ulama dan tokoh masyarakat di masa yang akan datang serta terjalinnya silaturrahmi antarsantri dayah/pesantren se-Aceh untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan masyarakat Aceh dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Jadwal dan Jenis Kegiatan

MQK II Aceh Tahun 2021 akan dilaksanakan selama tujuh hari, namun jadwalnya akan ditetapkan kemudian. Secara umum dirincikan,

  1. Kedatangan dan verifikasi data peserta: 2 hari
  2. Pembukaan, pelaksanaan dan penutupan: 4 hari
  3. Pemulangan: 1 hari

Kegiatan-kegiatan yang akan diselenggarakan pada MQK II Aceh Tahun 2021 di Kota Banda Aceh dapat diklasifikasikan empat jenis, yaitu:

  1. Lomba Membaca, Menterjemahkan dan Memahami Kitab Kuning.

Cabang ini diperlombakan kepada seluruh kafilah yang diikuti oleh peserta putra dan peserta putri. Perlombaan ini dibagi kepada tiga marhalah (tingkat), yaitu Marhalah Ula, Marhalah Wustha, dan Marhalah Ulya. Masing-masing marhalah akan diperlombakan kitab sebagai berikut:

  1. Marhalah Ula
  • Akhlak: Washâyâ al-Âbâ li al-Abͣânâ’, karya asy-Syaikh Muhammad Syȃkir.
  • Tauhid: Aqîdah al-‘Awȃm, kârya Ahmad Muhammad al-Marzûqi al-Mȃliki.

2. Marhalah Wustha

  • Fiqh: Fath al-Qarîb al-Mujib fî Syarh Alfâzh at-Taqrib, karya Abû Abdillâh Syams ad-Dîn Muhammad Qâsim Al-Ghazziyy.
  • Tarikh: Nûr al-Yaqin fi Sîrah Sayyid al-Mursalin, karya asy-Syaikh Muhammad al-Khudhari Bik.
  • Tafsir: Tafsir al-Jalâlain, karya Jalâl ad-Dîn al-Mahally dan Jalâl ad-Dîn as- Suyûthiy.
  • Hadits: Al-Majelis al-Saniyah Fil al-Kalam Ala Arba’in an-Nawawiyah (Syarh Kitab Al-Arbain An-Nawawi), karya Syaikh Ahmad bin Hijazi Al Fasyani.

 3. Marhalah Ulya

  • Nahw: Syarh Ibn ‘Aqil ‘alâ Alfiyah Ibn Mâlik, karya Bahâ’ ad-Din Abdullah Ibn ‘Aqil.
  • Ushul Fiqh: Ghayah Whushul Syarh Lubb Ushul, karya Syekhul Islam Zakaria Anshari.
  • Ilmu Tafsir :   Al-Itqân Fi Ulum al-Qur’ân, karya Jalâl ad-Dîn as-Suyuthiy
  • Balaghah: Uqud al-Jumân, karya Jalâl ad-Dîn as-Suyuthiy.

Peserta di samping membaca kitab kuning yang diperlombakan juga diwajibkan membaca naskah lain bila ada yang disiapkan oleh dewan hakim sesuai dengan marhalah dan bidang lomba.

Logo MQK

Panitia Pelaksana MQK II Aceh Tahun 2021 juga sudah mempersiapkan logo MQK yang terbentuk dari bintang 8 dengan istilah Najmat al-Quds atau Rub al-Hizb yang merupakan bentuk geometris Islam yang universal.

Bentuk logo juga memiliki kemiripan komposisi gaya loral dengan sentuhan estetika yang membentuk seuntai bunga khas Aceh (Bungong Meulu) dan rempah khas Aceh (Bungong Lawang Kleng).

Secara semiotika, logo dapat dianalogikan dari gabungan dua persegi (kotak) antara Ka’bah dan Baitul Makmur, sehingga membentuk delapan sudut. Diharapkan memberikan keseimbangan, kekuatan, dan keagungan.

Perpaduan dua warna (hijau dan kuning) bermakna program unggulan Pemerintah Aceh (Aceh Meuadab dan Aceh Carong) yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Dayah.

Warna logo ini meliputi warna light coklat, kuning-orange, abu-abu, dan dark coklat.

Coklat bermakna warna elemen bumi yaitu tanah yang mencerminkan bagian dari kehidupan, kuning-orange terkait dengan kitab kuning yang menjadi objek utama dari event MQK, sebagaimana kitab kuning dapat menjadi salah satu pedoman dalam khazanah keilmuan sedangkan abu-abu merupakan warna ketenangan, dan kebijaksanaan.

Kafilah MQK

MQK II Aceh Tahun 2021 di Kota Banda Aceh diikuti seluruh utusan/kafilah kabupaten/kota dengan mengirimkan satu rombongan atau kafilah.

Kafilah kabupaten/kota adalah personalia yang ditunjuk/ditetapkan oleh bupati/wali kota untuk mengikuti MQK II Aceh Tahun 2021 di Kota Banda Aceh dengan tugas sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Bupati/Wali Kota.

Masing-masing kabupaten/kota mengirimkan satu kafilah dengan jumlah 40 orang per kafilah dengan rincian tugas masing-masing sebagai peserta lomba membaca, menterjemahkan dan memahami kitab kuning sebanyak 10 putra dan 10 putri. Selebihnya, pendamping/pelatih kafilah dan pembina kafilah/ofisial.

Kriteria Peserta

Peserta setiap kafilah adalah santri dayah/pesantren baik putra maupun putri yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

  • Santri pada dayah/pesantren yang ada dalam database dayah Dinas Pendidikan Dayah Aceh dan memiliki izin operasional yang masih berlaku dikeluarkan oleh Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota;
  • Santri yang masih aktif dan mondok di dayah/pesantren minimal dalam satu tahun terakhir dibuktikan sekurang-kurangnya dengan buku raport atau surat keterangan dari pimpinan dayah/pesantren;
  • Santri sebagai peserta dengan batas usia sebagai berikut: Peserta Marhalah Ula usia 14 tahun 6 bulan (maksimal lahir 1 Januari 2007), Marhalah Wustha usia maksimal 17 tahun 6 bulan (maksimal lahir 1 Januari 2004), dan Marhalah Ulya usia 20 tahun 6 bulan (maksimal lahir 1 Januari 2001);
  • Usia peserta dibuktikan dengan memperlihatkan salah satu dari: Akte Kelahiran atau Kartu Keluarga atau Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau ljazah Lembaga Pendidikan Formal terakhir yang asli;
  • Pendamping/Pelatih Kafilah adalah personalia yang ditunjuk/ditetapkan oleh bupati/wali kota untuk mendampingi kafilah (rombongan) dalam rangka mengikuti MQK II Aceh Tahun 2021 baik dari unsur Pemerintah kabupaten/kota, Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, Lembaga Pendidikan Dayah/Pesantren masing-masing kafilah dan unsur lainnya yang ditugaskan oleh bupati/wali kota;
  • Pembina Kafilah/Ofisial adalah perwakilan dayah/pesantren atau pegawai negeri sipil yang ditugaskan oleh bupati/wali kota untuk melaksanakan pembinaan terhadap peserta bidang lomba yang akan mengikuti MQK II Aceh Tahun 2021;
  • Pendamping dan pembina masing-masing kafilah dapat menambah dari jumlah yang telah ditentukan dengan biaya masing-masing pemerintah kabupaten/kota dan dapat melibatkan unsur pejabat pemerintah kabupaten/kota, dan/atau instansi lain dengan biaya perjalanan dinas dibebankan pada instansi masing-masing;
  • Kabupaten/Kota yang mengutus pendamping/pembina/peserta melebihi jumlah yang telah ditetapkan, maka segala beban akomodasi, konsumsi, transportasi dan lainnya dibebankan pada masing-masing kabupaten/kota yang bersangkutan;
  • Setiap kabupaten/kota hanya berhak mengirimkan satu kafilah.

“Pemberitahuan kegiatan MQK II Aceh Tahun 2021 di Kota Banda Aceh akan disampaikan kepada seluruh pemerintah kabupaten/kota supaya dapat mempersiapkan segala sesuatu keperluan yang berkaitan dengan persiapan dan keikutsertaan pada kegiatan dimaksud,” begitu penegasan dalam salah satu bagian KAK yang dikeluarkan Dinas Pendidikan Dayah Aceh. []

 

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *