Milad Nasional ke-75, Ini Catatan Kritis HMI Lhokseumawe

Ketua HMI Lhokseumawe-Aceh Utara, Muhammad Fadli saat memberi sambutan pada perayaan Milad HMI ke-75, Sabtu 5 Februari 2022. [Dok. HMI]

Theacehpost.com | LHOKSEUMAWE – Tepat pada 5 Februari 2022, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) telah memasuki usia 75 tahun. Di Lhokseumawe, segenap pengurus dan kader organisasi ini merayakan milad tersebut di Sekretariat HMI Cabang Lhokseumawe-Aceh Utara.

banner 72x960

Dalam perayaan kali ini, mereka mengadakan beragam perlombaan, seperti debat ilmiah, orasi ilmiah, Futsal Cup, solo vokal (Qasidah) dan Syarhil Qur’an. Para pemenangnya diumumkan pada malam puncak milad, 5 Februari.

“Semoga momentum ini menjadi motivasi bagi kader HMI terkhusus yang ada di Lhokseumawe-Aceh Utara agar dapat berkontribusi secara positif dan menjunjung tinggi silaturahmi antar sesama kader hijau hitam,” ungkap Koordinator pelaksana kegiatan milad, Arif Munandar.

Sementara itu, Ketua HMI Lhokseumawe-Aceh Utara, Muhammad Fadli menyampaikan beberapa catatan kritis HMI terhadap beberapa persoalan akhir-akhir ini.

Pertama, pihaknya mengecam Badan Nasional Penanggulangan Terorisme terkait klaim yang dinilai tendensius bahwa 198 pesantren di Indonesia berafiliasi dengan terorisme. Fadli mengingatkan agar pejabat negara tidak sembarangan dengan mengeluarkan pernyataan semacam itu di hadapan publik.

“Karena akan merugikan masyarakat Islam dan juga mengganggu stabilitas bernegara,” ujarnya.

Selain itu, masih dengan isu nasional, HMI Lhokseumawe menyoroti pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan. Ia berharap nantinya tidak ada lagi pembangunan bercorak ‘jawasentris’, atau yang dianggap hanya berfokus di pulau Jawa.

“Harus ada pemerataan pembangunan strategis di pulau dan provinsi lainnya, namun HMI berharap proyek itu tidak mangkrak, dan dalam pembebasan lahan jangan sampai terjadi konflik dengan masyarakat adat, ini penting untuk tidak merugikan rakyat,” pintanya.

Untuk Aceh sendiri, HMI meminta pemerintah menempuh solusi konkret mengatasi bencana alam, terutama berkaca pada banjir besar yang melanda Aceh Utara beberapa waktu lalu. Ia menyesalkan bencana tahunan itu terus berdampak pada warga.

Di sisi lain, ia mengungkapkan rilis BPS yang menyatakan Aceh kembali menjadi provinsi termiskin di Sumatera. Menurut Fadli, pejabat di Aceh harus dievaluasi terkait sistem manajerial pemerintahannya.

“Harus bisa ditekan angka kemiskinan tersebut di akhir periode jabatannya,” imbuh Fadli.

Tak hanya itu, HMI juga menyoroti penunjukan Pj Gubernur, Bupati dan Wali Kota di Aceh, dalam waktu dekat. HMI menekankan agar penunjukan itu harus terlepas dari kepentingan sekelompok orang saja.

“Pj kepala daerah di Aceh harus anak-anak bangsa yang berkompeten, paham sosial culture masyarakat Aceh, dan mengerti cara manajerial daerah yang baik, agar kehidupan masyarakat lebih baik lagi ke depannya,” kata Fadli.

Terakhir, mengenai revisi UU 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh. Ia menegaskan revisi itu harus mengakomodir kepentingan seluruh masyarakat Aceh, tidak hanya segelintir kalangan saja.

“Poin-poin yang mau direvisi harus dilihat secara komprehensif, agar setelah diundangkan tidak terjadi benturan di grassroot atau pun terjadi konflik baik secara vertikal atau pun horizontal di Aceh ke depannya,” pungkasnya.[]

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *