Menteri Agama dan Moderasi Beragama
Oleh H Mulyadi Nurdin Lc MH *)
SETELAH dilantik pada 23 Desember 2020 lalu, Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas menetapkan tujuh kebijakan prioritas Kementerian Agama (Kemenag), yaitu Revitalisasi Kantor Urusan Agama (KUA), Kemandirian Pesantren, Penguatan Moderasi Beragama, Transformasi Digital, Cyber Islamic University, Religiosity Index, dan pencanangan 2022 sebagai tahun toleransi.
Di pertengahan tahun 2022 ini, gema tahun toleransi yang sudah ditabuh oleh pemerintah, seyogiyanya berbunyi kencang di seluruh pelosok negeri. Tidak tanggung-tanggung Menag yang akrab disapa Gus Men, mengharapkan hal itu akan menjadi milestone atau pencapaian atas upaya menjadikan Indonesia sebagai barometer kerukunan umat beragama di dunia.
“Saya meyakini Indonesia mampu sebab karakter dasar masyarakatnya adalah sangat toleran dan sangat menghargai perbedaan. Berawal dari pencanangan tahun toleransi di 2022, kita ingin menjadikan Indonesia barometer kehidupan yang rukun dan harmoni dalam keberagaman dunia,” kata Gus Men Januari lalu.
Upaya penguatan moderasi beragama ini mulai ditawarkan kepada dunia Islam sebagai solusi membendung ektremisme dan terorisme.
“Untuk mengatasi dan membendung ekstremisme dalam beragama, Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan penguatan moderasi beragama. Kebijakan ini bertujuan untuk memoderasi paham, sikap dan tindakan yang ekstrem dalam beragama, baik ekstrem kanan maupun kiri,” demikian pesan Menag yang disampaikan Staf Ahli Bidang Hukum dan HAM, Abu Rokhmad dalam konferensi internasional yang diselenggarakan oleh The World Muslim Communities Council (al-Majlis al-‘Alami li al-Mujtama’at al-Muslimah) di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UAE), 8-9 Mei 2022 lalu.
Secara regulasi, Gus Men juga telah mengeluarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 93 tahun 2022 Tanggal 26 Januari 2022, tentang Pedoman Penyelenggaraan Penguatan Moderasi Beragama Bagi PNS Kemenag.
Dalam Keputusan Menteri tersebut, sudah tercantum dengan jelas apa saja yang harus dilakukan oleh PNS di lingkungan Kemenag dalam rangka mensukseskan moderasi beragama di Indonesia.
Sebelumnya Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menegaskan komitmen pemerintah untuk terus mendorong moderasi beragama di Indonesia. Hal tersebut disampaikannya saat membuka Musyawarah Nasional IX Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Tahun 2021, Rabu, 7 April 2021.
Isu moderasi termasuk isu sensitif karena sangat mudah disusupi hoaks. Untuk itu perlu kerja sama semua elemen masyarakat dalam mensukseskan program tersebut. Tidak heran, kadang-kadang gaung moderasi bisa kalah bunyi dibandingkan isu kontroversi yang menyertai keberagaman di Indonesia.
Logo Halal
Peluncuran logo halal beberapa waktu lalu menjadi satu contoh, bagaimana isu negatif begitu cepat menyebar tentang logo tersebut, yang bertendensi negatif kepada pemerintah, khususnya Menag.
Dengan saluran sosial media isu negatif begitu gencar menyebar, klarifikasi dan konter isu bisa kalah cepat dibandingkan dengan serangan masif dari netizen.
Yang agak aneh adalah sebagian pengkritik tersebut ada yang berprofesi sebagai PNS di lingkungan Kemenag itu sendiri. Seharusnya seluruh pegawai Kemenag berdiri dalam satu ‘saf” dalam menjelaskan hal yang sebenarnya kepada masyarakat.
Religiosity Index
Menag Yaqut Cholil Qoumas menginginkan Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi menjadi barometer kerukunan umat beragama di dunia. Untuk mengetahui perkembangan kerukunan dan keberagamaan di Indonesia, Kemenag pun menyusun religiosity index yang juga dikenal dengan indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB).
Berdasarkan survei yang dilakukan Balitbang Diklat Kemenag, indeks KUB tahun 2021 masuk kategori baik. Nilainya berada pada rerata nasional 72,39 atau naik 4,93 poin dari tahun sebelumnya. Indeks ini menjadi modal awal dalam mensukseskan tahun toleransi 2022.
Tantangan
Mensukseskan moderasi beragama dan tahun toleransi pastinya menghadapi tantangan dari berbagai arah. Apalagi tahun-tahun mendatang memasuki tahun politik yang akan berkembang berbagai isu dalam proses Pemilu dan Pilkada di seluruh Indonesia.
Isu agama memiliki sensitivitas sangat tinggi, sehingga akan mudah dipelesetkan oleh oknum tertentu demi kepentingan sesaat, isu negatif versi hoaks akan mudah menyebar tanpa filter dan akan dipercaya oleh banyak masyarakat, ketika klarifikasi dirilis biasanya sudah terlambat, masyarakat cenderung tidak membacanya lagi.
Proses politik baik Pemilu Legislatif, Pemilihan Presiden, Pilkada hingga Pemilihan Keuchik akan sangat mungkin menggunakan isu keberagaman dan SARA dalam mensukseskan calon masing-masing. Penggiringan isu SARA berlebihan akan berdampak pada moderasi bergama dan toleransi.
Pada masa-masa tertentu masyarakat awam lebih mudah percaya kepada statemen tokoh dibandingkan informasi yang disampaikan oleh pemerintah. Hal ini menjadi tantangan tersediri dalam mengkonter isu-isu miring terhadap kebijakan pemerintah.
What’s Next?
Demi mensukseskan moderasi beragama dan tahun toleransi 2022, seluruh jajaran Kemenag harus menyahuti program Gus Men, sekaligus mengimplementasikan Keputusan Menteri Agama Nomor 93 tahun 2022 tentang Pedoman Penyelenggaraan Penguatan Moderasi Beragama Bagi PNS Kemenag.
Peraturan tersebut menjadi payung hukum bagi seluruh jajaran Kemenag untuk memasifkan isu moderasi, dan mencegah adanya oknum di internal beropini bagai oposisi dengan pemerintah yang seharusnya dia sendiri ikut bertanggung jawab di dalamnya.
Kementerian Agama memiliki kekuatan SDM yang memadai dalam mensukseskan program tersebut. Lebih dari 230 ribu PNS di lingkungan Kemenag yang tersebar hingga ke desa-desa akan sangat berpengaruh jika semua bergerak seirama dengan Gus Men.
Apalagi sebagian besar jajaran Kemenag terdiri dari tokoh agama dan tokoh masyarakat di lingkungan masing-masing, idealnya semua program Gus Men akan tersampaikan dengan cepat ke seluruh pelosok negeri, di samping juga perlu dukungan dari elemen bangsa lainnya dalam mensukseskan program tersebut.
Tim sosisalisasi khusus yang dapat mengelola isu secara masif tetap diperlukan, karena di saat adanya isu negatif diperlukan konter isu dengan cepat dan masif untuk mengimbangi hoaks yang beredar dengan super cepat.
Untuk itu diperlukan tim branding yang serius agar semua program dan kegiatan tersampaikan dengan baik, utuh, cepat, dan tepat sasaran. Tidak salahnya Kemenag, wabil khusus Gus Men memiliki tim branding tersendiri dalam mengelola berbagai program dan isu yang diperlukan.
Yang tidak kalah penting adalah membangun kesadaran di internal Kemenag, bahwa mereka adalah abdi negara, yang bertugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Kalau di internal Kementerian Agama sudah solid, maka akan mudah mengajak elemen bangsa lainnya untuk sama-sama mensukseskan program nasional tersebut. Sebaliknya kalau di internal Kemenag masih ada yang vokal mengkritisi kebijakan pimpinannya, maka pihak lain juga akan sulit mendukung program yang digagas oleh Gus Men.
Di tingkat global perlu diperbanyak kampanye moderasi di berbagai forum internasional dan media-media mainstream di dunia. Sehingga ide tersebut tersosialisasi secara masif di kalangan dunia Islam. []
*) Penulis adalah Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Pidie