Menilik Potensi Industri Rokok dan Cerutu Gayo

Produsen cerutu lokal di Kabupaten Aceh Tengah, Sri Waluyo. (Foto: InfoPublik)

Theacehpost.com | TAKENGON – Para petani tembakau di dataran tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah kini mulai sumringah. Pasalnya, produk mereka berupa daun tembakau segar maupun tembakau rajangan sudah mulai punya pangsa pasar dan harganya pun mengalami kenaikan yang cukup signifikan.

banner 72x960

Membaiknya harga dan terbukanya peluang pasar tembakau Gayo ini, seiring dengan munculnya beberapa pabrik rokok keretek dan cerutu di daerah ini, yang produksinya mengalami peningkatan dari hari ke hari.

Saat ini, setidaknya sudah ada lima perusahaan rokok dan cerutu berskala kecil dan menengah di Aceh Tengah yang sudah beroperasi dan berproduksi.

Kelima perusahaan rokok tersebut adalah PD Kretek Gayo, PR Bako Gayo dan CV Refat Pratama yang memproduksi sigaret kretek tangan (SKT).

Kemudian ada PR Gayo Mountain Cigar yang memproduksi rokok keretek tangan, rokok keretek mesin dan cerutu, serta PD SWY yang khusus memproduksi cerutu.

Keberadaan perusahaan rokok dan cerutu ini, Aceh Tengah berpotensi menjadi produsen rokok keretek dan cerutu terbesar di Aceh.

Banyak kemudahan bagi para produsen rokok di Gayo ini, di antaranya tersedianya bahan baku utama berupa tembakau dengan kualitas baik dengan kontinuitas produksi yang selalu terjaga.

Beberapa jenis tembakau berkualitas yang ditanam oleh para petani di Gayo di antaranya tembakau virginia, white burley dan tembakau jawa.

Tembakau virginia sangat cocok untuk diolah menjadi sigaret keretek jenis mild, tembakau white burley merupakan bahan baku cerutu berkualitas, sementara tembakau jawa cocok untuk dijadikan sigaret kretek tangan.

Salah seorang produsen cerutu, Sri Waluyo yang merupakan owner SWY Cigar mengatakan, minatnya untuk memproduksi cerutu awalnya muncul ketika melihat fenomena rendahnya harga jual tembakau di daerahnya relatif rendah, padahal kualitas tembakau yang dihasilkan oleh petani Gayo sangat bagus.

“Dulu harga daun tembakau segar hanya berkisar 30 sampai 40 ribu rupiah per kilogramnya, dengan harga tersebut pendapatan petani sangat minim, karena biaya produksi juga sudah cukup tinggi. Kemudian saya melihat ada beberapa jenis tembakau di sini yang menurut referensi cocok untuk diolah menjadi cerutu, yaitu jenis virginia dan white burley,” ungkap Sri Waluyo ketika ditemui di rumah produksinya, Sabtu, 23 Juli 2022

Berangkat dari kondisi tersebut, Sri Waluyo dibantu beberapa orang tetangganya mulai mencoba membuat cerutu dari tembakau yang dibelinya dari petani tersebut.

Tanpa diduga, hasil produksinya banyak diminati, terutama di kalangan para relasi dan kenalannya. Hal itu membuatnya semakin antusias untuk serius menekuni bisnis ini, karena menurutnya memiliki prospek ekonomi yang cukup bagus.

“Ketika cerutu yang saya buat bersama teman-teman, saya perkenalkan ke beberapa relasi, ternyata mereka sangat berminat untuk mencobanya. Menurut mereka cerutu buatan saya tidak kalah dengan cerutu impor, ini membuat saya makin semangat, karena kalau produksi saya tingkatkan, akan semakin banyak tembakau petani yang terserap dan perlahan harganya juga akan ikut terdongkrak,” lanjutnya.

Prediksi Sri Waluyo tidak meleset, permintaan produk cerutu yang terus meningkat, ikut mempengaruhi omzet dan harga jual tembakau dari petani, bahkan kenaikannya sampai 100 persen, dari kisaran 30 sampai 40 ribu rupiah per kilogramnya kini sudah mencapai 70 sampai 85 ribu rupiah per kilogramnya.

Kenaikan harga daun tembakau ini juga didorong dengan munculnya beberapa perusahaan rokok keretek di daerah ini dan meningkatnya permintaan pasar akan produk olahan tembakau berupa tembakau hijau (bako ijo), yaitu tembakau rajangan yang memeprtahankan warna hijaunya sampai kering.

“Alhamdulillah, berkat usaha yang saya rintis ini dan juga dari teman-teman lain yang mulai memproduksi rokok kretek dan cerutu, harga jual tembakau dari petani ikut terdongkrak, begitu juga dengan penyerapan tenaga kerja, produksi cerutu dan rokok kretek di daerah kami ini telah membuka peluang kerja bagi para tenaga terampil,” ungkapnya.

Meski usaha cerutunya masih dalam skala kecil, namun dia ingin produknya legal di pasaran baik dari aspek izin usaha maupun kewajiban kepada pemerintah berupa cukai tembakau.

“Meski usaha yang saya rintis ini masih skala kecil, tapi saya sudah mengurus semua perizinannya, termasuk mengurus cukai tembakau dari Bea Cukai, jadi cerutu yang saya produksi ini legal dan ikut memberi andil terhadap penadapat negara dari cukai tembakau” jelasnya.

Satu hal yang masih dikeluhkan olehnya adalah minimnya publikasi dari usaha yang ditekuninya ini, sehingga produk yang dihasilkannya masih terbatas pemasarannya.

“Maunya ada yang nulis tentang usaha saya dan teman-teman produsen olahan tembakau di Gayo ini supaya produk kami semakin dikenal di luar daerah. Selama ini saya baru sebatas meperkenalkan produk ini kepada pera relasi dan mempromosikannya melalui beberapa event pameran, tapi itu belum cukup, butuh publikasi yang lebih luas karena untuk kualitas saya berani menjaminnya,” pungkasnya.

Respons positif terhadap munculnya industri rokok dan cerutu di Aceh Tengah ini turut membuat Kepala Kanwil Ditjen Bea dan Cukai Aceh, Dr Fuadi. angkat bicara.

Menurutnya, selain bisa menjadi potensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan ekonomi dan mendongkrak pendapatan negara (melalui cukai tembakau), hadirnya perusahaan rokok dan cerutu di Gayo ini juga bisa meminimalisir peredaran rokok ilegal di Aceh.

“Rokok produksi lokal ini dijual dengan harga terjangkau, ini bisa mencegah dan meminimalisir beredarnya rokok ilegal yang sangat merugikan negara,” kata Fuadi di Banda Aceh, Jumat, 22 Juli 2022.

Senada dengan Sri Waluyo, Fuadi juga berharap media lebih sering mengekspos tentang rokok dan cerutu Gayo agar produk lokal ini semakin dikenal oleh masyarakat dan jangkauan pemasarannya makin luas.

“Beberapa produk rokok dari Aceh dan Gayo ini sudah mulai menembus pasar di Bandung, Cilacap, Lampung dan Padang, tapi ironisnya di Aceh sendiri masih belum banyak yang mengenalnya. Itulah sebabnya perlu bantuan rekan-rekan media untuk membantu publikasinya, agar produk ini lebih dikenal dan jangkauan pasarnya bisa diperluas,” sambungnya.

Dari data statistik pertanian tahun 2022, luas areal pertanaman tembakau di Aceh Tengah pada tahun 2022 adalah 185 hektare dengan produksi 900 ton.

Sekitar 40 persen produksi tembakau tersebut, saat ini terserap oleh industri rokok dan cerutu di daerah ini, selebihnya dipasarkan dalam bentuk olahan tembakau rajang baik berupa tembakau hijau maupun tembakau kuning. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *