Mengurai Masalah Plastik Sekali Pakai di Era Konsumsi Modern
THEACEHPOST.COM – Plastik sekali pakai telah menjadi isu lingkungan yang mendesak di era konsumsi modern saat ini. Produk-produk seperti botol plastik, kantong belanja, dan kemasan makanan sekali pakai dirancang karena dianggap lebih efisien dan nyaman digunakan, dan kini menjadi masalah global.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) 2023, dari total 68,5 juta ton sampah yang dihasilkan setiap tahunnya, sebanyak 18 persen atau sekitar 12,4 juta ton adalah sampah plastik.
Sebagian besar plastik yang dihasilkan dibuang setelah satu kali penggunaan. Akibatnya, kemasan plastik berkontribusi sekitar 50 persen dari total limbah plastik global. Bahkan Sampah plastik Indonesia termasuk sebagai penyumbang terbesar kedua setelah Cina dalam hal pencemaran laut.
Dari jumlah sampah plastik tersebut hanya sekitar 10 persen yang dapat didaur ulang, dan 9 persen dibakar, sementara sisanya dibuang sembarangan atau dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Jika pola konsumsi dan cara pengelolaan limbah saat ini terus berlanjut, diperkirakan pada tahun 2050 akan ada sekitar 12 miliar ton limbah plastik di TPA.
Selain mencemari laut, sampah plastik yang tidak terkelola juga telah mencemari sungai-sungai yang ada di Indonesia. Ada empat sungai yang termasuk dalam 20 sungai paling tercemar di dunia yakni Brantas, Solo, Serayu, dan Progo.
Kondisi ini membuat semua pihak kewalahan dalam mengatasi persoalan sampah plastik ini, karena setiap harinya orang Indonesia menghasilkan sampah plastik sebesar 0,07 kg.
Dan di antara yang menjadi penyebab naiknya jumlah sampah plastik adalah perilaku masyarakat yang kerap menggunakan sampah sekali pakai. Kondisi itu juga bisa dilihat dari tingginya konsumsi masyarakat pada sampah plastik berikut ini.
Plastik sekali pakai telah menjadi simbol kenyamanan modern. Namun di balik kenyamanan tersebut, plastik sekali pakai menyimpan ancaman besar bagi masa depan bumi ini. Plastik yang digunakan hanya dalam hitungan menit membutuhkan ratusan tahun untuk terurai, meninggalkan jejak kerusakan yang sulit diperbaiki.
Ketergantungan pada plastik, khususnya dalam kemasan, tidak dapat dihindari karena ringan, fleksibel, dan mampu melindungi bahan dari kontaminasi ditambah dengan harganya yang terjangkau.
Plastik adalah bahan yang ringan, higienis, dan tahan lama yang dapat dibentuk dengan berbagai cara dan dapat digunakan dalam berbagai hal. Tidak seperti logam, plastik tidak berkarat atau terkorosi. Sebagian besar plastik tidak mengalami biodegradasi, tetapi mengalami fotodegradasi, yang berarti plastik tersebut terurai secara perlahan dipecah menjadi fragmen kecil yang dikenal sebagai mikroplastik.
Plastik merupakan salah satu material yang banyak digunakan untuk berbagai keperluan manusia karena sifatnya yang mudah dibentuk/dicetak, awet dan memiliki biaya produksi yang murah. Akan tetapi seiring dengan semakin murahnya biaya produksi dan kepraktisan dari material plastik, penggunaannya menjadi semakin tidak terkendali dan menjadi ancaman besar bagi lingkungan.
Plastik sekali pakai, umumnya untuk kemasan barang-barang yang digunakan sekali saja sebelum dibuang atau didaur ulang. Barang-barang ini antara lain meliputi kantong belanja, kemasan makanan, botol, sedotan, wadah, cangkir, dan peralatan makan. Plastik sekali pakai adalah jenis plastik yang dirancang untuk digunakan hanya sekali sebelum dibuang, Produk-produk ini mulai populer setelah revolusi industri, terutama pada pertengahan abad ke-20 atau sekitar tahun 1950. Ketika efisiensi dan kecepatan menjadi prioritas utama dalam gaya hidup modern.
Penyebab Utama Masalah Plastik Sekali Pakai
Tingginya pemakaian plastik di kalangan masyarakat telah mendorong pesatnya perkembangan industri plastik di Indonesia.
Industri makanan dan minuman menjadi pengguna plastik terbesar di Indonesia (60 persen dari total produksi plastik) dari berbagai jenis polimer seperti PET, PE, dan PP digunakan dalam produk-produk ini, mulai dari kemasan makanan hingga botol minuman, yang akhirnya menjadi mayoritas dalam limbah plastik di Indonesia.
Ironisnya, banyak perusahaan-perusahaan yang menjadi produsen plastik tersebut yang menghindar dari tanggung jawab dalam pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh produk mereka. Sistem ekonomi linier yang diterapkan terdiri dari produksi, konsumsi, dan pembuangan tidak memberikan ruang bagi produsen untuk bertanggung jawab atas akhir siklus hidup produk mereka. Untuk itu ada beberapa penyebab utama masalah plastik sekali pakai, antara lain:
1. Budaya konsumsi modern, gaya hidup yang serba instan membuat orang cenderung memilih barang sekali pakai karena dianggap praktis, terjangkau, dan mudah diakses. Banyak yang lebih suka membeli air dalam kemasan plastik, daripada membawa wadah sendiri atau memilih makanan siap saji daripada memasak. Perilaku ini sukar diubah karena sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan modern saat ini.
2. Kurangnya kesadaran akan lingkungan, kesadaran masyarakat mengenai dampak dari sampah sekali pakai masih sangat rendah. Banyak orang cenderung kurang menyadari bahwa sampah plastik memerlukan ratusan tahun untuk terurai, mencemari lautan, tanah, dan udara. Pendidikan tentang lingkungan sering kali hanya menjadi bentuk formalitas tanpa menghasilkan perubahan perilaku yang nyata.
3. Lemahnya kebijakan pemerintah, meskipun ada upaya seperti pelarangan kantong plastik, banyak produsen yang belum diarahkan untuk beralih ke material yang lebih ramah lingkungan. Di samping itu, kebijakan insentif untuk perusahaan yang menggunakan bahan daur ulang masih sangat terbatas, sehingga industri lebih memilih untuk melanjutkan praktik lama karena lebih ekonomis.
4. Kurangnya alternatif lain yang lebih terjangkau, produk yang ramah lingkungan sering kali lebih mahal dan sulit dijangkau, sehingga konsumen cenderung memilih produk sekali pakai yang lebih ekonomis. Walaupun produk yang ramah lingkungan semakin banyak muncul, harganya seringkali jauh lebih tinggi dibandingkan produk sekali pakai. Hal ini membuat masyarakat ragu untuk beralih. Selain itu, distribusi produk alternatif belum merata, terutama di daerah-daerah yang terpencil
Solusi dan Strategi Mengatasi Sampah Sekali Pakai
Dalam mengatasi masalah sampah plastik sekali pakai perlu dilakukan pendekatan yang lebih holistic dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, bisnis, hingga masyarakat. Ada beberapa upaya atau strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi sampah sekali pakai, seperti melarang atau membatasi penggunaan kantong plastik, sedotan, dan kemasan plastik pada saat berbelanja.
Aturan ini bisa didukung dengan penerapan pajak untuk plastik sekali pakai agar masyarakat bisa memilih alternatif yang lebih ramah terhadap lingkungan. Sedangkan bagi sektor industri, sendiri perusahaan bisa menciptakan inovasi dalam mendesain produk dengan menggunakan prinsip ekonomi sirkular, dimana plastik yang sudah dipakai didaur ulang menjadi bahan baru atau diganti dengan bahan yang dapat terurai secara alami.
Selain itu, Inovasi teknologi juga berperan penting, seperti pengembangan metode daur ulang yang lebih efisien dan ramah lingkungan, serta penggunaan teknologi yang mendukung biodegradasi untuk mempercepat proses penguraian plastik.
Penggunaan teknologi daur ulang modern, seperti teknologi pirolisis (mengubah plastik menjadi bahan bakar) atau teknologi depolimerisasi (mengembalikan plastik ke bahan dasar monomer). Teknologi ini dapat membantu meningkatkan efisiensi proses daur ulang dan menghasilkan nilai tambah dari sampah plastik.
Namun yang tidak kalah penting dalam hal ini adalah perubahan gaya hidup masyarakat yang perlu didorong untuk membawa tas belanja sendiri, menggunakan wadah makanan yang bisa digunakan kembali, dan memprioritaskan produk tanpa kemasan plastik.
Pendidikan dan kampanye yang berkelanjutan adalah kunci untuk menciptakan perubahan ini, karena pengelolaan sampah yang melibatkan masyarakat bisa menjadi cara yang efektif untuk meningkatkan kesadaran serta memberikan manfaat ekonomi untuk masyarakat. Dengan perpaduan antara kebijakan yang jelas, inovasi teknologi, dan keterlibatan aktif masyarakat, masalah limbah plastik sekali pakai dapat ditangani secara berkelanjutan.
Penulis: Yuswarni
Mahasiswa Program Doktor Administrasi Publik Universitas Jenderal Soedirman