Mengenal Sejarah Desa Lingka Kuta, Benteng di Masa Kolonial Belanda

Enkripsi di Balai Desa Kuta Lingka, Bireuen. (Foto: Zia)

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Lingka Kuta merupakan sebuah desa yang terletak di ujung timur Kabupaten Bireuen, tepatnya di Kecamatan Gandapura. Sebelum dinamakan Desa Lingka Kuta, tempat ini dikenal dengan sebutan Kuta Trieng atau sebuah tempat pertahanan perang masa Belanda.

banner 72x960

Kuta Trieng berasal dari dua suku kata yaitu, “Kuta” yang berarti “Kubu”, Benteng atau Pertahanan dan “Trieng” berasal dari bahasa Aceh yang artinya “Bambu”.

Secara garis besar, Kuta Trieng dapat diartikan merupakan sebuah tempat atau benteng pertahanan yang dikelilingi oleh pohon bambu.

Selain sebagai tempat pertahanan, Kuta Trieng juga sebagai pusat perbelanjaan masyarakat setempat yang dikenal dengan sebutan “Keude Tuha”. Selanjutnya lokasi tersebut dipindahkan ke alun-alun Kota Gandapura yang saat ini dikenal dengan Keude Geurugok.

Kuta Trieng meninggalkan dua bukti sejarah, yaitu Meriam dan Balai Desa yang hingga saat ini masih terjaga dengan baik dan diletakkan di halaman menasah Desa Lingka Kuta. Meriam tersebut memiliki ukuran panjang 1,5 meter dan berdiameter 84 sentimeter.

Sedangkan balai desa memiliki ukuran 7×4 meter dengan tinggi 5 meter, yang terdiri dari 8 tiang kayu yang besar dengan lingkaran 63 sentimeter, dinding kayu memiliki ketebalan 7 sentimeter.

Pada dinding tersebut penuh dengan ukiran-ukiran bunga dan cerita kehidupan masa lalu, serta tulisan jawo.

Pada dinding balai desa ini terukir berbagai macam lukisan bunga dan juga menggambarkan cerita kehidupan zaman dulu, dan pada bagian atap balai tersebut terukir ukiran jam, dua buraq, dan bintang bulan.

Ukiran tulisan-tulisan atau manuskrip tersebut menjelaskan bahwa balai ini dibangun pada tahun 1903 hijriah oleh Sultan Setia Muda.

Enskripnya kalau dibaca dalam bahasa Arab, “Hadha al-bait al-batlan/batalan setia muda. Tapi kalau dibaca dalam bahasa Aceh: Hino’ Beud Al-Batlan Setia Muda (di sini tempat mengaji Setia Muda), tahunnya hijriah Nabi Shallallahu”Alaihi Wasallam 1321 H)”.

Dua benda ini dulunya terletak di kawasan Kuta Trieng, yaitu di tepi pantai atau sebelah utara Gampong Lingka Kuta saat ini, namun pada tahun 1967 meriam dan balai desa dipindahkan ke pekarangan menasah dan difungsikan sebagai tempat rapat pengurus desa, pengajian atau kegiatan lainnya.

Selain meriam dan balai desa yang masih ada hingga saat ini, di Desa Lingka Kuta juga masih menyimpan beberapa peninggalan sejarah lainnya seperti tembikar/gerabah, piring zaman belanda, pedang, tongkang, dan satu lagi meriam yang terkubur di dalam tanah.

Menurut informasi dari tokoh setempat, seluruh benda tersebut sudah terkubur dan sangat sulit untuk didapatkan atau diambil kembali. Sangat disayangkan, saat ini tidak ada satupun yang tersimpan. []

Penulis: Ziaul Fahmi

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *