Membangun Pentas Musik di Dunia Digital
“Para musisi mampu meraup keuntungan besar hingga miliaran rupiah dari unggahan-unggahan konten musik ke media sosial dan platform musik global. Mereka juga telah memiliki ribuan penggemar lintas negara.”
KEMAJUAN teknologi informasi telah memberi kemudahan bagi umat manusia dalam berinteraksi. Di sisi lain, kemajuan itu turut mendorong para musisi di tanah air untuk semakin giat berkreasi di ranah digital. Weird Genius, Alffy Rev, dan Angga Candra.
Kemudian ada Nabila Taqqiyah, Tenggo dan Pasukan Boneka, Shine of Black, Putry Pasanea, dan Denny Caknan merupakan sebagian musisi di tanah air yang terangkat berkat kemajuan teknologi digital.
Tidak perlu harus ke kafe untuk mendengarkan mereka. Karena, perkembangan teknologi digital telah memudahkan kita untuk menikmati musik-musik mereka lewat berbagai platform musik digital. Seperti Spotify, JOOX, SoundCloud, Apple Music, atau Youtube Music lewat smartphone, tablet, atau laptop dari mana saja selama ada internet.
Weird Genius dan Alffy Rev, misalnya, berhasil memanfaatkan dunia digital untuk memperkenalkan karya-karya musik mereka yang bergenre electronic dance music (EDM) atau musik elektronik. Melalui Lathi, Weird Genius bersama Sara Fajira sukses meraup popularitas global.
Weird Genius merupakan grup musik beranggotakan Reza Oktovian, Eka Gustiwana, dan Gerald Liu yang mampu menembus popularitas hingga seluruh dunia. Lebih dari 100 juta stream Lathi berhasil dinikmati oleh penggemar mereka di seluruh dunia.
Di platform musik digital Spotify, misalnya, lagu yang banyak diwarnai suara instrumen gending Jawa tersebut, telah mencapai 50 juta lebih unduhan.
Di platform Youtube, Lathi telah dilihat sebanyak 123 juta kali. Nama mereka juga pernah bertengger pada urutan 50 besar pemusik dengan durasi terlama yang diputar di Spotify, yakni lebih dari enam minggu dalam rentang Maret hingga Mei 2020.
Hal sama juga terjadi pada Alffy Rev, nama panggung dari Awwalur Rizqi Al-Firori, pria 26 tahun kelahiran Mojokerto, Jawa Timur. Ia banyak bereksperimen dengan alat-alat musik tradisional dilebur bersama musik elektronik.
Alffy mengaransemen ulang (cover version) lagu-lagu daerah atau nasional atau ciptaan sendiri, tentu saja dalam balutan nuansa musik elektronik. Coba dengar “Wonderland Indonesia” yang telah dilihat sebanyak 33 juta kali di Youtube. Atau “Spirit of Papua” yang sudah dilihat hampir 8 juta kali.
Ada pula Nabila Taqqiyah, serta Tenggo dengan Pasukan Boneka yang memanfaatkan media sosial Ome TV untuk mengenalkan musik mereka kepada penggemar di seluruh dunia secara digital. Keduanya memiliki kemampuan bernyanyi yang sangat baik dan selalu menyapa siapa saja yang ditemui di Ome TV serta mengajak teman-teman baru mereka di media sosial untuk bernyanyi bersama.
Nabila dalam setiap aksinya selalu berduet dengan sang paman memakai gitar akustik atau biola. Sedangkan Tenggo, nama panggung dari Panji Wicaksono, telah lima tahun berprofesi sebagai ventrilouist atau seni olah suara perut dan memanfaatkan boneka sebagai media pengalih.
Ia tidak sendiri, karena ditemani pasukan bonekanya yang terdiri dari Jojo, Rendi, dan Oncu. Seperti halnya Nabila Taqqiyah, Tenggo pun mengunggah video-video lucunya bersama Pasukan Boneka ke Youtube dan rata-rata dilihat sebanyak 500 ribu hingga 2 juta kali. Keduanya juga berhasil mengumpulkan lebih dari 500 ribu subscribers hanya dalam waktu kurang dari dua tahun.
Lalu ada mantan seniman jalanan seperti Angga Candra yang telah mengecap nikmatnya berkarya di dunia digital. Ia bersama gitar kesayangan hingga tahun 2017 masih mengamen keluar-masuk kedai-kedai makan dan permukiman padat di Kota Depok.
Pria kelahiran Kepahiang, Bengkulu itu sejak 2013 telah berkenalan dengan media sosial, namun baru serius ia garap pada 2019. Ia dikenal dengan gaya prank false, atau melantunkan lagu dengan berbagai gimmick, seperti pura-pura salah lirik atau pura-pura melantunkan lagu dengan suara parau.
Platform Social Blade mencatat, sebanyak 603 video telah ia unggah ke Youtube dan ditonton sebanyak lebih dari 1 miliar kali. Menurut Social Blade per Rabu (9/3/2022), Angga diperkirakan meraup penghasilan per tahun antara USD29 ribu hingga USD463,7 ribu atau sekitar Rp414,7 juta hingga Rp6,63 miliar per tahun. Pendapatan bulanannya kini diprediksi antara USD2.400–USD38.600 (Rp34,32 juta–Rp551,98 juta).
Daerah Ikut Berjaya
Hal serupa juga terjadi pada para seniman yang melantunkan lagu berbahasa daerah. Seperti grup musik hip-hop asal Papua Shine of Black yang berjaya lewat Jang Ganggu yang telah ditonton lebih dari 74 juta kali di Youtube. Atau penyanyi asal Ambon, Javrendzia Eka Putry Pasanea.
Pemilik nama panggung Putry Pasanea ini juga berjaya di Youtube. Lagu-lagu hip-hop Putry dengan beat riang seperti Kaka Main Salah sudah dilihat lebih dari 14 juta kali, kemudian Kasih Slow (24 juta kali) dan Kaka Enda (1,2 juta kali) di Youtube.
Di Jawa Timur muncul nama Deni Setiawan atau lebih dikenal sebagai Denny Caknan. Mantan pegawai harian lepas Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Ngawi itu sukses sebagai penyanyi yang tenar di Youtube berkat lagu-lagu pop Jawa dan koplo. Singelnya Kartonyono Medot Janji telah dilihat hingga 236,8 juta kali atau Los Dol ditonton 136 juta kali.
Kendati baru mengunggah 90 konten video dan memiliki 4,73 juta subscribers di Youtube, tetapi menurut Social Blade, unggahan penyanyi kelahiran 10 Desember 1993 itu sudah dilihat sebanyak 1,3 miliar kali. Ia diprediksi mengantungi pendapatan tahunan antara USD98,9 ribu hingga USD1,6 juta (Rp1,41 miliar–Rp22,8 miliar). Pendapatan bulanannya diperkirakan USD8.200–USD131.900 (Rp117,2 juta–Rp1,88 miliar).
Perluasan Jangkauan
Weird Genius hingga Denny Caknan hanya segelintir musisi cerdas di tanah air yang mampu dengan sangat baik memanfaatkan kemajuan teknologi digital untuk memasarkan karya-karya terbaiknya. Masih ada puluhan atau mungkin ratusan musisi sejenis di Nusantara yang bernasib serupa dan telah menjadikan dunia digital sebagai panggung baru.
Musisi, pencipta lagu, dan personel band Govinda, Ade Nurulianto mengatakan, para pemusik perlu tahu cara terbaik menyalurkan karyanya guna memperoleh pendapatan. Termasuk musik seperti apa yang digandrungi oleh pasar saat ini serta target pendengar dari karya mereka.
“Keberhasilan seorang musisi tidak semata-mata dinilai dari jumlah lagu yang mereka rilis. Melainkan bagaimana mereka dapt memastikan lagu yang ada bisa terus menjangkau dan didengarkan oleh pendengar baru, setidaknya selama 1–2 tahun ke depan,” kata Ade seperti dilansir Antara dari webinar musik “Bangun Karier Musikmu di Era Digital” di Jakarta, Kamis, 27 Januari 2022.
Sedangkan pemerhati musik Otti Jamalus menyebutkan, kehadiran platform musik streaming dan media sosial telah mengubah interaksi antara musisi dengan para penggemarnya. Era digital pun memudahkan mereka untuk memperkenalkan diri dan mempromosikan karya-karya serta memperluas jangkauan basis penggemar.
Pantas jika Ketua Federasi Serikat Musisi Indonesia, Candra Darusman berucap bahwa stream digital telah mengambil peran 97 persen ceruk industri musik di tanah air dan hanya menyisakan 3 persen untuk penjualan musik secara fisik dalam bentuk kaset dan piringan cakram (CD).
Dunia digital rupanya telah mengubah segalanya, membuat para musisi mampu melampaui ekuatorial Nusantara dan merebut hati banyak penggemar di dunia lewat gaya dan cara menyajikan musik. []