MaTA Desak Disdik Aceh Tak Bayar Tunggakan Pengadaan Alat Peraga Tahun 2019

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh, Alfian. [Foto: Istimewa]

TEHACEHPOST.COM | Banda Aceh – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) meminta Dinas Pendidikan Aceh untuk tidak melakukan pembayaran atas tunggakan pengadaan alat peraga dan praktik sekolah (meubelair) Tahun Anggaran 2019.

banner 72x960

Berdasarkan analisis dokumen yang dilakukan MaTA, pengadaan tersebut diduga bermasalah sejak awal dan tidak sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Pengadaan ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Perubahan 2019 dan dilaksanakan oleh empat perusahaan penyedia, yaitu PT Astra Graphia Xprins Indonesia, PT Karya Mitra Seraya, PT Apsara Tiyasa Sambada, dan PT Tri Kreasindo Mandiri Sentosa.

MaTA menyebutkan bahwa sejak awal pihaknya telah mengingatkan Pemerintah Aceh agar tidak membayar proyek ini sebelum dilakukan audit menyeluruh. Hal ini karena pengadaan tersebut diduga sarat konflik kepentingan yang melibatkan Gubernur Aceh saat itu.

Pada tahun 2020, Kepala Dinas Pendidikan Aceh saat itu, Rahmat Fitri, mengajukan permohonan kepada Sekretaris Daerah Aceh untuk membayar tunggakan sebesar Rp95,3 miliar. Permohonan ini diduga kuat terjadi karena tekanan dari Gubernur. Meski demikian, pembayaran akhirnya batal dilakukan.

Dalam APBA 2020, terdapat perubahan signifikan pada belanja modal untuk pengadaan alat peraga dan praktik sekolah. Alokasi awal sebesar Rp1,2 miliar meningkat drastis menjadi Rp103,7 miliar dalam APBA Perubahan 2020. MaTA menduga penambahan anggaran tersebut direncanakan untuk membayar proyek yang tidak selesai tepat waktu.

Pada 21 Juni 2024, PT Tri Kreasindo Mandiri Sentosa kembali mengajukan permohonan pembayaran sebesar Rp33,7 miliar kepada Dinas Pendidikan Aceh.

Nilai tersebut berasal dari beberapa paket pekerjaan yang belum dibayar sejak 2019, di antaranya, Pengadaan alat media publikasi dan sosialisasi informasi digital untuk SMA, Pengadaan alat media pembelajaran multimedia interaktif untuk SMA, Pengadaan alat media pembelajaran multimedia interaktif untuk SMK dan Pengadaan server UNBK untuk SMA/SMK.

Namun, laporan Inspektorat Aceh Nomor 700/034/LHR/1A-IV/2024 tertanggal 27 Mei 2024 menyebutkan bahwa sisa pembayaran untuk proyek ini mencapai Rp44,3 miliar, termasuk pokok dan bunga sebesar Rp10,6 miliar.

MaTA menduga bahwa meskipun proyek ini tidak selesai tepat waktu, Dinas Pendidikan Aceh tetap berencana membayar tunggakan tersebut. Selain itu, MaTA mempertanyakan motif Inspektorat Aceh dalam melakukan review tanpa terlebih dahulu melakukan audit investigasi. Langkah ini dinilai berpotensi merugikan keuangan Aceh dan membuka peluang terjadinya konflik kepentingan di tingkat eselon II.

“Inspektorat seharusnya melakukan audit investigasi terhadap pengadaan ini. Tindakan merekomendasikan pembayaran justru berpotensi melanggar aturan, sebagaimana diatur dalam Perpres No. 16 Tahun 2018 dan Peraturan LKPP No. 9 Tahun 2018,” ujar Koordinator MaTA, Alfian, dalam rilis resminya yang diterima Thracehpost.com, Minggu (5/1/2024).

Oleh karena itu, MaTA mendesak Pemerintah Aceh untuk memastikan tidak ada pembayaran atas pengadaan tersebut tanpa audit investigasi yang jelas. Selain itu, MaTA meminta Kejaksaan Tinggi Aceh untuk menyelidiki dan menyidik dugaan penyimpangan dalam review Inspektorat Aceh.

“Kepada Pj Gubernur Aceh, kami meminta agar tidak membayar proyek yang gagal diselesaikan tepat waktu. Hal ini merupakan bentuk komitmen terhadap tata kelola anggaran yang transparan,” tegas Alfian.

MaTA juga menilai bahwa pemerintah Aceh saat ini masih rentan terhadap praktik korupsi. Oleh karena itu, MaTA berharap Gubernur Aceh terpilih di masa depan dapat menciptakan birokrasi yang bersih demi pembangunan Aceh yang lebih efektif dan berkualitas. (Ningsih)

Baca berita The Aceh Post lainnya di Google News dan saluran WhatsApp

Komentar Facebook