Mantan Kadis PUPR Aceh Jadi Tersangka Korupsi Proyek Jembatan di Pidie

Kepala Kejati Aceh, Muhammad Yusuf saat memberikan keterangan pers terkait penetapan tesangka dugaan korupsi pembangunan Jembatan Gigieng di Pidie, Jumat 22 Oktober 2021. (Foto: Humas)

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Kejaksaan Tinggi Aceh menyatakan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Aceh, Fajri telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Jembatan Gigieng di Kecamatan Simpang Tiga, Pidie, pada Jumat 22 Oktober 2021.

banner 72x960

Adapun pagu anggaran proyek ini bersumber dari Dana Otsus Kabupaten/Kota senilai Rp 2,13 miliar di Dinas PUPR Aceh.

Kasi Penkum Kejati Aceh, Munawal Hadi dalam siaran pers menyebutkan, Fajri selaku Pengguna Anggaran (PA) dalam proyek tahun 2018 silam itu menyandang status tersangka bersama empat orang lainnya, yakni JF, Kepala UPTD Wil. I selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), lalu KN selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), SF yang merupakan Wakil Direktur CV Pilar Jaya, serta RM selaku Site Engeneer dari PT Nuasa Galaxy.

Pengerjaan Jembatan Gigieng di tahun anggaran 2018 merupakan lanjutan dari sebelumnya. Tahap pertama, di tahun 2017 telah dilakukan pekerjaan abutmen atau penyangga jembatan. Lalu berlanjut tahun 2018 untuk tahap pemasangan rangka baja, dan pada tahap tiga di tahun 2019 dilakukan pengecoran lantai dan pengaspalan.

Melalui proses lelang di ULP Aceh, CV Pilar Jaya ditetapkan sebagai pemenang dengan nilai penawaran Rp 1,8 miliar. Proyek dimulai kembali berdasarkan surat perjanjian pada 28 September 2018, antara Kepala UPTD Wil. I selaku KPA dengan Wakil Direktur CV Pilar Jaya.

Saat mengajukan dokumen penawaran, CV Pilar Jaya membawa dokumen dukungan dari PT Woog Neer Biro. Belakangan diketahui semua dokumen tersebut palsu, karena PT Woog Neer Biro tidak pernah memberikan dukungan kepada perusahaan tersebut.

“Sebelum pengerjaan, Pilar Jaya juga mengubah dukungan dari PT Woog Neer Biro Indonesia ke PT Yambala Indonesia tanpa adanya adendum dan kajian teknis dari tim Dinas PUPR Aceh dan disetujui oleh PPTK dan KPA,” terang Munawal.

Kejanggalan berikutnya, pengerjaan rangka baja Jembatan Gigieng ini tak pernah dilakukan mutual check awal (MC-0). Hingga habis masa kontrak di tahun 2018, pekerjaan itu tak kunjung dilaksanakan. Bahkan, kata Munawal, konsultan pengawas pun tidak melakukan pengawasan sampai habis masa kontraknya.

Pada 18 Desember 2018, proyek ini mendapat teguran dari Inspektorat Provinsi Aceh. Dinas PUPR diminta menghentikan pekerjaan ini lantaran realisasinya masih nol persen dan tak bisa berlanjut karena tak punya cukup waktu lagi.

Dalam penelusuran Kejati Aceh juga terungkap bahwa PPTK pernah mengadakan rapat SCM (show cause meeting) dengan SF, Wakil Direktur CV Pilar Jaya. SF saat itu menyatakan sanggup mendatangkan rangka baja dengan segera, sehingga PPTK tidak jadi melakukan pemutusan kontrak, dengan persetujuan KPA.

PPTK dan KPA pun kemudian menyetujui pembayaran 100 persen (tahap II) sebagaimana dalam laporan As Built Drawing (MC 100) pada 27 Desember 2018, sebesar Rp 1,3 miliar. “Padahal pekerjaan tersebut belum dikerjakan sama sekali,” imbuh Munawal.

Hingga saat itu pelaporan konsultan pengawas kepada PPTK pengawasan masih 0 persen. Namun Site Engeneer tetap saja membuat laporan bahwa pekerjaan tersebut telah mencapai 100 persen, untuk pembayaran 100 persen.

Kejati juga mengungkapkan, semua dokumen yang digunakan sebagai kelengkapan administrasi untuk pembayaran, ternyata dipalsukan SF selaku pelaksana dan ditandatangani oleh KPA, PPTK dan site engeneer.

“Padahal mereka mengetahui pekerjaan tersebut belum selesai sama sekali,” tegas Munawal lagi.

Hasilnya Tak Layak

Pada 18 Desember 2018, berlangsung serah terima pekerjaan Jembatan Gigieng antara CV Pilar Jaya selaku pelaksana proyek ke pihak Kuasa Pengguna Anggaran.

Sementara, pengerjaan rangka baja itu sama sekali belum diperiksa oleh Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) Dinas PUPR Aceh. Kadis PUPR Aceh selaku Pengguna Anggaran (PA) pun tak mengawasinya. Namun, pekerjaan ini terus saja berlanjut pada serah terima ke Kadis PUPR Kabupaten Pidie, pada Februari 2019 untuk pembangunan tahap III.

Di tahap ini, pembangunan Jembatan Gigieng berlanjut pada pengecoran lantai. Kali ini dananya bersumber dari APBK Pidie. Namun saat mulai dikerjakan, terjadi lendutan pada girder jembatan tersebut.

“Saat itu juga Dinas PUPR Pidie menghentikan pekerjaan itu,” ujar Munawal.

Belakangan dikerahkan tim teknik dari Universitas Syiah Kuala untuk memeriksa fisik bangunan jembatan. Menurut Ketua Lab Forensik Struktur Bangunan USK, Dr. Muttaqin Hasan, hasil desain Jembatan Kuala Gigieng secara teknis tidak layak.

“Hal ini karena girder jembatan tersebut tidak memenuhi persyaratan dalam RSNI T-03- 2005 untuk memikul beban jembatan, sebagaimana disyaratkan dalam SNI 1725:2016, sehingga jembatan itu tidak aman digunakan,” pungkasnya. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *