Malaysia Menanti PRU 15
Oleh Said Mursal
SENIN, 10 Oktober kemarin, secara resmi PM Malaysia Ismail Sabri Yaacob, mengumumkan pembubaran parlimen setelah mendapat persetujuan raja Malaysia atau yang disebut Yang Dipertuan Agong Al Sultan Abdullah Ri’atuddin Al Mustafa Billah.
Sesuai dengan perundangan negeri jiran itu maka Pemilihan Raya Umum 15 (PRU 15) harus dilaksanakan 60 hari terhitung dari pengumuman sang PM.
Beda dengan negara kita di mana Pemilu sudah dirancang jauh hari hingga 3 tahun sebelumnya dan menelan biaya triliunan. Sementara di negara-negara menganut sistem parlementer pelaksanaan pemilunya begitu singkat tapi bisa terlaksana dengan baik.
Pihak UMNO, partainya PM Ismail Saabri Yacob sudah sejak tujuh bulan lalu mendesak agar segera dilaksanakan pembubaran parlemen karena mereka optimis peluang bisa memenangkan PRU 15 lebih besar karena pihak oposisi Pakatan Harapan (koalisinya Datuk Anwar Ibrahim) dalam kondisi menurun di mata publik.
Indikatator ini tampak dari Pilihan Raya Negeri (PRN) atau pemilu tingkat negara bagian di Pulau Pinang dan Johor pada bulan Maret dan Mei 2022, UMNO menang di atas 50 persen. Sementara PPBM atau Partai Bersatu dan PAS atau partai Islam yang bersama UMNO koalisi pendukung Ismail Sabri menolak diadakan tahun ini.
Pihak penantang atau koalisi Pakatan Harapan yang dipimpin Datuk Sri Anwar Ibrahim dan beberapa partai koalisi justru menyatakan, penyelenggaraan PRU 15 diadakan tahun 2023.
Di tengah tekanan dan spekulasi, Perdana Menteri Datuk Seri Ismail Sabri Yaakob sekali lagi menegaskan bahwa diselenggarakan tahun ini atau depan tergantung pada Perdana Menteri dan Yang di-Pertuan Agong. Akhirnya karena beratnya tekanan dari UMNO—partainya Ismail Sabri—menghadap raja dan membubarkan parlimen.
Di tengah persoalan kapan penyelenggaraan PRU 15, suhu politik di Malaysia memanas ketika pada 3 Oktober lalu, ada 12 menteri Kabinet PM Ismail Sabri Yaacob dari koalisi Perikatan Nasional (PN) yang mendukungnya mengirimkan surat kepada Yang di-Pertuan Agong. Isinya menolak pembubaran parlimen dalam waktu dekat.
Ismail Sabri naik sebagai PM pada Agustus 2021 lalu atas dukungan Perikatan Nasional gabungan Barisan Nasional (UMNO dan pendukungnya), PPBM atau Bersatu dan PAS. Namun kini UMNO meski masih mendukung PM tapi untuk PRU 15 nanti sudah menyatakan tak akan bergabung dengan koalisi PN lagi. Mereka akan tampil seperti dulu, Barisan Nasional.
Surat 12 menteri inilah yang ‘digoreng’ ke sana ke mari oleh politisi yang pro Ismail Sabri ataupun yang tak mendukungnya. Surat ini hanya semacam imbauan bukan menarik dukungan pada PM. Saat ini Ismail Sabri memerintah dengan mayoritas tipis 115 dari 220 kursi parlemen (seharusnya 222, namun dua orang meninggal dunia).
Kalau menteri 12 itu mundur tak masalah bisa diganti yang lain pemerintah tetap jalan. Tapi para menteri ini juga anggota parlimen.
Wakil Presiden PAS, Datuk Seri Idris Ahmad yang termasuk di antara 12 menteri Perikatan Nasional (PN) yang mengirim surat kepada Raja untuk menolak pemilihan umum selama musim hujan akhir tahun, mengatakan mereka tidak pernah menyebut surat itu sebagai tanda kehilangan kepercayaan terhadap pemerintahan Perdana Menteri Datuk Seri Ismail Sabri Yaakob.
Kamis lalu, meskipun menentang pembubaran parlemen dalam waktu dekat mereka belum menarik dukungannya untuk perdana menteri yang berasal dari UMNO.
Sementara itu pada 8 Oktober, Sekjen UMNO Datuk Seri Ahmad Maslan mengklaim pemerintah federal saat ini telah kehilangan “40 persen legitimasinya” setelah menteri PN mengirim surat tersebut. la menggambarkan surat PN kepada Yang di-Pertuan Agong seperti melanggar batas dengan pemerintah karena masalah seperti itu seharusnya diselesaikan di dalam kabinet.
Apakah surat tersebut menunjukkan pemerintah ada perpecahan di antara partai koalisi pendukungnya. Bukankah ini masalah intern koalisi yang bisa dirundingkan dengan PM, kenapa mesti harus dilayangkan kepada YDA.
Terdapat pihak menyebut, penolakan pembubaran parlimen merupakan satu bentuk penarikan sokongan terhadap kepimpinan Datuk Seri Ismail Sabri Yaakob sekaligus menyebabkan Perdana Menteri telah kehilangan majoriti.
Apakah Ismail Sabri sengaja memperlambat PRU 15 sehingga ia bisa berkuasa beberapa bulan lagi dari pada mempersingkat pemerintahannya. Jika diselenggarakan secepatnya dan UMNO menang apakah partainya akan mendukungnya untuk menjadi PM lagi.
Ismail Sabri hanya salah satu naib presiden UMNO. Dia satu-satunya PM Malaysia yang menjadi PM bukan sebagai Presiden Partai atau Ketua Koalisi.
Meski dalam Majelis Permusyaratan UMNO tempo hari mereka menyatakan mendukungnya lagi sebagai PM. Namun itu belum jadi jaminan. Paling tidak sebagai salah seorang naib Presiden UMNO, Ismail Sabri sudah tahu sepak terjang kawan-kawanya terutama Presiden UMNO Achmad Zahid Hamidi atau mantan PM Najib Razak. Karena kedua tokoh ini sebenarnya sangat berpengaruh dalam UMNO sekarang, termasuk dia jadi PM juga karena peran kedua mereka dari balik layar.
Bahkan pada bulan Juni lalu, salah satu pendukung Ismail Sabri di UMNO, Datuk Sri Tajuddin Abdul Rahman diberhentikan sebagai anggota Majelis Tinggi UMNO karena secara terbuka ke public menyebut, kasak kusuk dalam UMNO termasuk Achmad Zahid Hamidi yang pernah tahun 2021 lalu merencanakan untuk mendukung Datuk Sri Anwar Ibrahim menjadi PM Malaysia. Bahkan penunjukan Tajuddin untuk Duta Besar Malaysia ke Indonesia juga dicoret.
Ismail Sabri tahu diri meski UMNO menyatakan dukungan baginya, itu tak lebih dari basa-basi. Penagalaman dari hasil PRN Negeri Johor, Mei lalu di mana Menteri Besar Datuk Sri Hasni Muhammad yang memerintah dijanjikan UMNO akan terus perpanjang masa jabatannya jika UMNO berhasil menang.
Ternyata setelah UMNO menang lebih 60 persen suara, sikap UMNO berubah. Mereka menunjuk tokoh muda atau cucunya mantan PM Datuk Husin Onn yaitu Datuk Onn Hafiz Ghazi sebagai Menteri Besar. Hasni Muhammad gigit jari tapi tak kuasa melawan.
Selain itu Ismail Sabri juga tak mampu melawan kelompok mantan PM Najib Razak dan wakil PM Zahid Hamidi yang kini menjabat. Presiden UMNO tampaknya lebih menyukai Tok Mat atau Mohammad Hasan saat ini menjabat wakil Presiden UMNO yang besar kemungkinan akan ditunjuk menjadi PM jika UMNO menang dalam PRU 15 nanti.
Tok Mat tentu saja harus bisa memenangkan kursi Parlemen Malaysia untuk ditunjuk jadi PM. Sekarang dia hanya anggota parlemen negara bagian.
Sementara itu, sebagian besar pejabat politik di Putrajaya telah membersihkan ruang kerja. Artinya, bersiap-siap meninggalkan Putrajaya, ibu kota Malaysia.[]