Malam Besok, Christine Hakim dan Teuku Rifnu Wikana Baca Puisi saat Peluncuran Buku Puisi Seperti Belanda

Poster peluncuran dan diskusi buku antologi Seperti Belanda, Dari Konflik Aceh ke MoU Helsinski, Sabtu, 24 Agustus 2020 besok pukul 19.00 WIB.

Theacehpost.com | JAKARTA – Forum Jurnalis Aceh Jakarta (For-JAK) menggelar peluncuran dan diskusi buku berjudul ‘Seperti Belanda: Dari Konflik Aceh ke MoU Helsinki’ secara online, pada Sabtu 24 Oktober 2020 pukul 19.00 WIB hingga selesai.

banner 72x960

Acara ini dimeriahkan dengan penampilan artis senior Christine Hakim dan aktor Teuku Rifnu Wikana.

Penerbitan buku dalam rangka 15 tahun perdamaian Aceh (15 Agustus 2005 – 15 Agustus 2020) diisinisiasi oleh Saifullah S atau Pilo Poly yang juga pengurus Divisi Hubungan Eksternal For-JAK.

“Walaupun melenceng dari waktu yang telah ditentukan sebelumnya, yakni 15 Agustus 2020, namun pada akhirnya buku ini diluncurkan juga melalui For-JAK,” kata Pilo Poly yang juga Project Officer Peluncuran dan Diskusi Buku ‘Seperti Belanda’, Jumat 23 Oktober 2020.

Pilo Poly menjelaskan, buku ‘Seperti Belanda’ memuat berbagai puisi yang menitikberatkan pada tiga tema utama, yakni Konflik Aceh, Tsunami, hingga Perjanjian Damai RI-GAM.

“Konflik Aceh menjadi sejarah penting bagi Tanah Rencong. Konflik antara RI-GAM itu berakhir setelah tsunami pada 26 Desember 2004, di mana kemudian RI dan GAM sepakat menekan perjanjian damai di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005,” kata penyair muda Aceh ini.

Menurut Pilo, tiga kejadian itu adalah bagian penting dari transformasi perubahan Aceh hingga saat ini.

Buku ini mencoba untuk mengajak para penyair baik dari Aceh dan luar Aceh untuk menulis tiga tema besar tersebut, untuk melihat sejauh mana para penyair Indonesia mengetahui tentang Aceh.

“Meski pun sudah banyak pula yang menulis hal serupa, tapi buku ini berbeda karena terdapat berbagai keberagaman sudut pandang lantaran ditulis oleh penyair yang bukan berasal dari daerah konfik,” jelas dia.

Pilo menambahkan, dengan membaca buku ‘Seperti Belanda’, kita dapat memahami bagaimana para penyair mencoba untuk masuk ke ranah yang tidak biasa dalam penulisan karya mereka dan hal itu tidak mudah.

Namun, mereka yang telah lolos kurasi dalam buku ini dapat mempertahankan kekuatan karya mereka. “Dan inilah yang menjadikan buku ini menjadi semakin menarik dan perlu dibicarakan kembali,” kata Pilo.

Peluncuran buku tersebut disertai dengan webinar bertajuk “Aceh di Mata Sastrawan Indonesia” dan penampilan hikayat oleh Agus Nuramal (PMTOH). Acara juga dimeriahkan oleh pembacaan puisi oleh Christine Hakim, Teuku Rifnu Wikana dan aktivis perempuan Debra H Yatim.

Diskusi menghadirkan narasumber tiga sastrawan yakni Kurnia Effendi, Putra Gara, Ni Wayan Idayati. Kemudian pengamat sosial politik Fachry Ali. Diskusi akan dipandu oleh jurnalis senior Fikar W. Eda yang juga Pembina For-JAK.

“Selain itu, kita juga memberikan ruang kepada para penulis puisi di buku ‘Seperti Belanda’ untuk mendeklamasikan puisi mereka. Nama-nama yang dipilih untuk tampil adalah mereka yang mewakili daerah masing-masing penyairnya,” kata Pilo Poly.

Pilo menjelaskan, ada 12 provinsi ditambah 1 negara (Brunai Darussalam) yang dipilih untuk berpartisipasi antara lain, LK Ara mewakili Aceh, Raudah Jambak (Sumut), Dheni Kurnia (Riau), Syarifuddin Arifin (Sumut), Rida K. Liamsi (Kepri), Pringadi Abdi Surya (Sumsel), Isbedy Stiawan ZS (Lampung), Willy Ana (Bengkulu), Irawan Sandhya Wiraatmadja (DKI Jakarta), D Zawawi Imron (Jawa Timur), Jumari HS (Jawa Tengah), Zulfaisal Putera (Kalimantan Selatan), dan Sonsonjan A. Khan (Brunai Darussalam).

“Terakhir, saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh penyair yang sudah berkontribusi atas buku ini. Juga kepada pihak-pihak yang telah membantu dari awal mulai pengumpulan karya, percetakan, hingga peluncuran buku ini,” tutupnya.

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *