Krueng Lamsujen, ‘Denyut Nadimu’ Semakin tak Beraturan
KRUENG Lamsujen yang membelah Gampong Lamsujen, Kecamatan Lhoong, Aceh Besar tak ubahnya kehidupan dengan denyut nadi tak beraturan. Sungai yang berhulu dari hutan rimba Lhoong dan bermuara ke Lautan India itu semakin tak bisa diharapkan untuk menopang kehidupan masyarakat di sepanjang alirannya, bahkan sewaktu-waktu bisa berubah jadi petaka. “Ya, kondisi Krueng Lamsujen semakin tidak normal. Mudah kering namun ketika hujan bisa meluapkan banjir bandang yang mematikan,” kata Muslem, mantan keuchik Lamsujen yang akrab disapa Keuchik Lem dibenarkan rekannya, Sulaiman alias Keuchik Leman, mantan keuchik Keutapang (tetangga Gampong Lamsujen) kepada Usamah Elmadny dari Theacehpost.com, Sabtu, 27 Februari 2021.
Kekhawatiran terhadap kondisi Krueng Lamsujen diungkapkan dua mantan keuchik di Kecamatan Lhoong tersebut karena akhir-akhir ini aliran Krueng Lamsujen semakin tidak normal.
“Saat musim kemarau seperti sekarang, Krueng Lamsujen nyaris kering total memunculkan hamparan yang dapat digunakan bermain bola,” ujar Keuchik Lem didampingi Keuchik Leman.
Seharusnya, lanjut Keuchik Lem, Krueng Lamsujen memiliki cadangan air untuk mengairi sawah. Namun, dengan kemarau yang tak terlalu parah sekalipun, aliran sungai itu langsung kering.
“Sebaliknya ketika hujan, langsung terjadi banjir bandang menerjang apa saja di sepanjangnya. Sangat kontradiktif dan ekstrem,” kata mantan keuchik Lamsujen.
Keuchik Lem menceritakan, pernah beberapa kali terjadi hanya setengah jam setelah terjadi hujan lebat di hulu tiba-tiba datang banjir bandang.
Ketika banjir bandang begitu ada saja jatuh korban. “Ternak kerbau yang sedang di sungai hanyut dan mati,” lanjutnya.
Dulu Krueng Lamsujen dikenal indah, sejuk dan alami. Airnya yang jernih mengalir dengan tenang. Biota sungai seperti udang, ikan keureulieng, ileh dan berbagai biota lainnya sangat mudah diperoleh masyarakat.
Sekarang untuk mencari ikan keureulieng harus menunggu hujan agar air sungai normal. “Itupun harus menyisir ke pucuk sungai,” cerita kedua mantan keuchik.
Keuchik Lem mengenang, pada tahun-tahun 90-an masyarakat memanfaatkan DAS Krueng Lamsujen untuk mengangkut kayu dengan cara menghanyutkan kayu ke sungai.
Balok kayu ukuran 40×40 cm dengan panjang 5 meter dengan cepat sampai ke hilir. “Sekarang papan yang tipis saja kita hanyutkan tidak bergerak,” kenangnya.
Melihat kondisi Krueng Lamsujen di musim kemarau seperti saat ini memang memprihatinkan.
Pantauan Theacehpost.com ketika berada di DAS Krueng Lamsujen pada Sabtu siang, 27 Februari 2021, terlihat serombongan anak dan remaja bermain di dasar sungai berbatu itu. Ada yang bermain bola, mencuci motor, serta bermain air di sela-sela batu besar yang masih menyisakan sedikit air.
Berharap solusi
Pemerintah melalui dinas terkait diharapkan memberi perhatian serius terhadap kondisi DAS Krueng Lamsujen yang debit airnya terus menyusut dari waktu ke waktu.
Ketika Krueng Lamsujen tidak lagi mampu menyuplai air secara normal maka persawahan masyarakat yang selama ini diairi akan mengalami gagal panen dan berbagai implikasi sosial lainnya.
Belum terlambat untuk menyelamatkan sumber pengairan dari DAS Krueng Lamsujen jika saja pihak terkait sepakat bertindak bersama untuk kemaslahatan masyarakat.
Misalnya, aparat dan instansi terkait mengatur pola dan cara pemanfaatan batu Krueng Lamsujen secara baik. Di mana ekonomi masyarakat terbantu dan di saat bersamaan ekosistem DAS Krueng Lamsujen tidak rusak parah karena pengambilan Galian C tanpa kendali.
Sebagaimana lazimnya sebab menurunnya debit air sungai di berbagai tempat karena penebangan di hulu sungai.
Dampak penebangan bukan saja terjadi penurunan debit air tetapi juga tak ada resapan sehingga setiap kali terjadi hujan dengan intensitas ringan sekalipun air akan ‘tertumpah’ tanpa kendali memasuki aliran sungai memunculkan banjir bandang.
Semoga dengan kepedulian kita bersama, ‘denyut nadi’ Krueng Lamsujen akan kembali normal mengalirkan air jernih di sela bebatuan dengan gemercik indah sepanjang masa. Sampai ke anak cucu kita. []